Mohon tunggu...
RIFKY R TANJUNG
RIFKY R TANJUNG Mohon Tunggu... Penikmat Akal Sehat -

1) Iam Moslem 2) Penikmat Kajian Sosial Politik dan Budaya 3) Love Bangka Belitung 4) *Menulis Untuk Melawan Lupa*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Seks untuk Anak, Perlukah?

27 April 2016   16:34 Diperbarui: 19 Juli 2016   15:37 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembaca yang budiman, perlu kita ketahui bersama bahwa sebelum memperkenalkan pendidikan seks kepada anak sebaiknya orang tua mengetahui perkembangan psikoseksual anak. Menurut Sigmund Freud dalam tulisan Hastomo (2007) menjelaskan mengenai 4 fase perkembangan psikoseksual anak yaitu:

  • Fase Oral, Berlangsung dari lahir sampai usia 2 tahun.
  • Fase Muskuler, Berlangsung dari usia 2 sampai 3 tahun atau paling telat di usia 4 tahun.
  • Fase Anal Uretral, Berlangsung dari usia 3 atau 4 sampai dengan 5 tahun.
  • Fase Genital, Berlangsung dari usia 5 sampai 7 tahun.

Dengan mengetahui fase tersebut, orang tua dapat menentukan langkah dan porsi yang akan diberikan kepada anak, agar anak mengetahui apa yang sesuai dengan usianya. Tidak hanya itu, orang tua juga harus terus berupaya memperkuat sisi spiritual anak dengan pendekatan keagamaan yang berguna sebagai kontrol terhadap individu anak bersama lingkungan sekitarnya.

Sebenarnya, esensi pendidikan seks yang proporsional sesuai dengan tingkatan usia anak atau perkembangan fase psikoseksual adalah bagaimana orang tua mengkomunikasikan secara privat kepada anaknya tentang kesehatan reproduksi, bagian anggota tubuhnya, serta larangan yang melarang anak untuk disentuh bagian tubuhnya oleh orang lain selain orang tua. Karena perkembangan seksual anak harus sangat diperhatikan agar perkembangannya tidak salah arah dan tidak menjadi korban dari pelaku yang tidak bertanggungjawab. Hal itu dapat dimulai dengan membantu anak membiasakan hidup rapih, sehat secara jasmani dan rohani.

Meskipun belum ada jaminan keberhasilan dalam menguatkan peran keluarga dalam mencegah kekerasan seksual terhadap anak melalui pendidikan seks. Paling tidak upaya perlindungan dan pencegahan ke arah itu sudah terupayakan, tinggal bagaiamana institusi lainnya yaitu sekolah yang ikut dalam membentuk karakter serta mental anak dan berkomunikasi aktif dengan orang tua mengenai perkembangan anak di sekolah sehingga terdapat keterbukaan dan kerjasama yang apik untuk mendidik, melindungi, serta menyayangi anak sebagaimana seharusnya. Karena melindungi anak sama artinya dengan melindungi masa depan bangsa dan negara.

kekerasan-pada-anak-57217b15b5937304054542cc.jpg
kekerasan-pada-anak-57217b15b5937304054542cc.jpg
Illustrasi (Sumber: psikologi.uin-malang.ac.id)

Notes: Tulisan pernah diterbitkan di media cetak Rakyatpos tanggal 09 Mei 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun