Bagi yang suka nonton film film anime/manga Jepang, pasti tahu bahwa salah satu temanya yang paling populer adalah tentang persahabatan atau persaudaraan - yang dikemas dalam jalan cerita yang selalu candu untuk diikuti oleh banyak kalangan.Â
Bisa dibilang hampir semua filmnya selalu mengangkat tema ini. Yang menariknya adalah, dalam setiap konflik yang terjadi, tokoh protagonisnya mempunyai ciri khas karakteristik sedemikian rupa yang pada akhirnya memengaruhi tokoh antagonis sehingga mereka menjadi baik, berdamai dalam persahabatan atau persaudaraan.Â
Penulis menyoroti ini karena kisah cerita seperti ini tidak hanya berlaku dalam satu film anime/manga Jepang saja, tetapi hampir semuanya. Walaupun dengan genre dan kreator yang berbeda beda dan sangat banyak, anehnya pembentukan karakter hubungan tokoh protagonis-antagonis selalu dibalut dengan jalan cerita yang selalu sama, konflik yang terjadi antara tokoh baik dan tokoh jahat selalu berakhir dengan menjadi berkawan satu sama lain - musuh menjadi kawan.Â
Hal ini kemudian menimbulkan asumsi dalam bentuk pertanyaan, apakah sikap selalu berusaha menjadikan musuh menjadi kawan adalah budaya masyakat Jepang yang sudah mendarah daging dalam kehidupannya sehingga selalu terpatri dalam hal apapun, termasuk dalam  merangkai konten  alur cerita film film buatanya.Â
Walaupun hipotesa ini tak bisa penulis buktikan, tetapi masyarakat Jepang memang sangat terkenal dengan budaya spiritualitas "zen"-nya, sebuah tradisi ajaran yang sangat menekankan pada ketenangan batin, pencerahan rohani, dan perdamaian abadi.Â
Musuh dan kawan, tentu hal lumrah yang selalu terjadi dalam kehidupan kita, semua manusia hampir mempunyai hubungan sosiologis yang seperti ini. Kedua jenis hubungan antarmanusia ini membentuk peran yang sangat penting dalam perjalanan kehidupan manusia.Â
Permusuhan memang hal yang patut untuk kita hindari, tapi dari sini kemudian dapat dimengerti, bahwa antonim dari kata "kawan" ini manusia dapat memahami arti dari cinta dan perdamaian yang sesungguhnya.Â
Luka dan kesakitan yang diakibatkan oleh sebuah permusuhan akan menelisik masuk pada rasa kemanusiaan manusia yang paling dalam, bahwa hubungan manusia sejatinya tidak seperti ini, karena fitrah alam bawah sadar, yang bahkan berasal dari manusia paling kejam dan keji sekalipun, selalu menginginkan jiwa yang damai.
 "Dunia alam bawah sadar" - bahasa agamanya adalah dunia ruh - sebagai kenyataan paling hakiki bahkan sangat jauh melampaui kenyataan dunia bumi ini, hanya ada satu kesadaran di sana, yaitu kesadaran "cinta", sama sekali tidak ada kesadaran akan kejahatan.Â
Ketika pertama kali mendengar pernyataan Albert Einstein, saya langsung menyadari bahwa inilah yang dimaksud oleh Einstein, yang mengatakan bahwa kejahatan yang menimbulkan permusuhan sebenarnya tidak pernah diciptakan oleh tuhan, Â ia muncul karena kondisi di mana tidak adanya rasa bertuhan yang melambangkan cinta dalam diri manusia. Tesis ini diperkuat oleh Einstein dengan analogi analogi fisika yang memperkuat argumentumnya, yang tentunya memberikan kepastian.Â
Tapi tak bisa dipungkiri, sejarah peradaban manusia telah menciptakan potensi kejahatan ini sampai pada puncak kebengisan yang tak bisa dicerna secara manusiawi lagi. Benar benar tak manusiawi.Â