Perang teknologi antara Amerika Serikat dan China semakin memanas di tengah persaingan global yang melibatkan kontrol atas teknologi mutakhir dan rantai pasokan kritis, seperti semikonduktor. Semikonduktor merupakan komponen penting dalam segala perangkat elektronik, mulai dari ponsel hingga sistem pertahanan canggih. Dengan ketergantungan pada chip yang semakin tinggi di era digital, siapa yang menguasai teknologi ini memegang keunggulan strategis.
Amerika Serikat telah mengambil langkah-langkah drastis untuk melindungi dominasinya di sektor ini, termasuk larangan ekspor teknologi tinggi, seperti mesin litografi yang diperlukan untuk produksi chip canggih. Teknologi ini sangat penting untuk membuat chip dengan proses yang lebih kecil, seperti 5nm dan 3nm, yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan terkemuka. Dengan larangan ini, AS bertujuan menghambat China dalam mengembangkan chip yang dapat mengurangi ketergantungan pada teknologi buatan Barat.
Sementara itu, China juga berupaya keras mengurangi ketergantungan teknologi dari luar. Pemerintah China telah meningkatkan investasi di sektor semikonduktor melalui pendirian dana investasi besar yang dikenal dengan "Big Fund". Pada 2022, China mengeluarkan lebih dari $30 miliar untuk penelitian dan pengembangan di sektor ini. Meski demikian, tantangan besar masih menghadang China, seperti keterbatasan dalam teknologi litografi canggih yang saat ini hanya dikuasai oleh AS dan sekutunya.
China berfokus pada pengembangan perusahaan-perusahaan domestik seperti SMIC dan Hua Hong Semiconductor untuk memproduksi chip lebih canggih, meskipun mereka masih tertinggal dalam hal kemampuan produksi chip 5nm atau yang lebih kecil. Di sisi lain, upaya China juga meliputi penciptaan teknologi alternatif dan kolaborasi dengan negara-negara lain untuk membentuk blok teknologi yang tidak bergantung pada Barat.
AS, untuk mempertahankan keunggulannya, telah memperluas aliansinya dengan negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Mereka bekerja sama dalam produksi chip, berbagi riset, dan pengembangan teknologi semikonduktor, serta mendukung perusahaan-perusahaan lokal melalui kebijakan yang mengalokasikan dana besar untuk mendukung inovasi dan produksi chip domestik.
Persaingan ini tidak hanya berfokus pada semikonduktor. Perang teknologi antara AS dan China juga melibatkan sektor-sektor lain seperti kecerdasan buatan (AI), 5G, dan teknologi komunikasi. Masing-masing negara berupaya menciptakan ekosistem teknologi yang lebih mandiri guna memastikan dominasi di era digital, di mana teknologi menjadi pilar penting bagi kekuatan ekonomi dan militer.
Meski China sedang bekerja keras mengejar ketertinggalan, keunggulan teknologi AS dan sekutunya saat ini masih sangat kuat. Namun, dalam jangka panjang, persaingan ini diprediksi akan semakin sengit, dengan China yang memiliki potensi untuk mengejar ketertinggalan jika mampu mengatasi hambatan-hambatan teknologi dan sumber daya manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H