Mohon tunggu...
Riswandi
Riswandi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menyemai Kisah, Menuai Hikmah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sudahkah Kita Adil Menilai Pemerintah?

7 April 2015   20:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:24 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tanggapan Tentang Kenaikan Harga BBM

Jujur saya merasa jengah. Setiap menjelajah internet untuk membaca berita atau membuka media sosial, selalu saja menemukan caci maki, sumpah serapah, atau umpatan (yang mereka katakan sebagai kritik) kepada pemerintah. Sayangnya, kritikan itu sebagian besar ditujukan secara pribadi kepada Presiden Joko Widodo. Saya tidak tahu, sungguh tidak tahu, apakah itu benar-benar bentuk kekecewaan mereka atas kinerja pemerintah, ataukah karena masih tersangkut Pilples lalu. Entahlah! Memang ada sebagian yang terang-terangan mengatakan sebagai pendukung Prabowo. Sebagian lagi mengaku sebagai pendukung Jokowi yang merasa kecewa.

Masalah utama yang paling disorot adalah tentang kenaikan harga BBM. Banyak pihak mengatakan bahwa ini adalah langkah yang sangat tidak pro-rakyat. Bahkan pemerintah Jokowi dituduh sebagai pemerintahan yang liberal dan suka ingkar janji. Jujur, saya kurang paham dengan maksud liberal di sini. Tidak main-main, kenaikan BBM ini berimbas pada isu (atau ajakan?) gerakan 20 Mei untuk menggulingkan Presiden Jokowi. Bisa?

Sayangnya, penjelasan apa pun yang coba diterangkan pemerintah, tidak mampu mereka cerna. Mereka tidak percaya jika pengalihan subsidi BBM itu digunakan untuk membangun infrastruktur. Mana buktinya? Itulah yang selalu mereka pertanyakan. Ah, lucu. Ya, lucu sekali. Mana bisa membangun infrastruktur terlihat dalam waktu 5 bulan? Atau, mereka menutup mata dengan program-program pemerintah, seperti program tol Sumatra, pembangunan waduk, pembangunan rel kereta api di Papua, dan sebagainya? Tidakkah mereka mendapatkan info itu di era keterbukaan sekarang ini? Atau, mereka malas membaca? I don’t know.

Kalau mereka mau membaca, mungkin mereka tidak akan mengecam sedemikian rupa. Kecuali mereka memang tidak bisa membaca dan memahami. Cobalah tengok APBN-Perubahan 2015. Di sana jelas terbaca bahwa subsidi BBM yang semula hampir Rp276 Triliun dipangkas menjadi hanya Rp17,9 Triliun. Dari pengalihan ini, sekitar Rp100 Triliun dialihkan untuk pembangunan infrastruktur. Alhasil, anggaran infrastruktur mencapai Rp290,3 Triliun, dibandingkan sebelumnya di APBN 2015 yang hanya Rp191 Triliun. Pun demikian dengan subsidi pertanian, naik menjadi Rp55 Triliun (sumber: http://pontianak.tribunnews.com/2015/02/22/pertama-kali-dalam-sejarah-anggaran-terbesar-pada-apbn-2015). Ajib, bukan? Bukankah yang kita butuhkan hanya sabar sambil terus mengawasi? Jangan asal terlihat kritis tanpa mengetahui substansinya.

Oke, kalau ada yang tidak setuju dengan kebijakan Pemerintah Jokowi dalam menaikkan harga BBM, seharusnya mereka bisa melihat lebih adil. Bukankah itu dilakukan untuk menjaga postur anggaran? Dan, bukankah anggaran itu telah disetujui DPR? Benar kan, DPR telah menyetujui jumlah subsidi BBM di tahun ini hanya sebesar itu? Mereka tentu sangat paham, jika anggaran itu memiliki konsekuensi kenaikan harga BBM. Lalu, kenapa protesnya hanya kepada pemerintah? Yang adil dong, DPR juga perlu diprotes karena meloloskan APBN-P itu. So, kalau tanggal 20 Mei nanti ada gerakan gulingkan Jokowi, seharusnya diikuti juga dengan gerakan bubarkan DPR. Sepakat?

Tulisan ini juga saya post di http://suwungliwung.blogspot.com/2015/04/sudahkah-kita-adil-menilai-pemerintah.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun