Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang dilaksanakan hari ini, 30 Maret 2013, menghasilkan keputusan yang juga luar biasa. Para peserta kongres secara aklamasi menyetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Ketua Umum partai yang fantastis itu. Fantastis karena hanya dalam hitungan beberapa tahun partai itu mampu mengantarkan pendirinya menjadi Presiden RI dalam dua periode. Pada Pemilu 2004 partai ini hanya menduduki peringkat 5, namun secara mengejutkan partai ini menjadi pemenang Pemilu 2009, mengalahkan Partai Golkar dan PDIP yang jauh lebih berpengalaman.
Tidak bisa dimungkiri, perolehan suara Partai Demokrat itu terdongkrak oleh figur SBY, yang dulu dilihat sebagai sosok yang santun, cerdas, bijaksana, berkarisma, dan sebagainya. Ditambah program pemerintahannya yang memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada rakyat miskin atau yang mengaku miskin membuat namanya tetap harum di mata rakyat kecil. Kini, namanya juga masih tetap harum mewangi, tapi hanya oleh kalangan Partai Demokrat itu sendiri. Sementara di kalangan rakyat kebanyakan, nama SBY benar-benar sudah hancur. Kini SBY lebih dikenal sebagai presiden tukang mengeluh, tukang curhat, lamban, pelontar isu-isu murahan, dan sebagainya. Beruntunglah SBY bukan Soeharto yang dengan mudahnya "menghilangkan" atau membungkam orang-orang yang mengkritik atau menghinanya, sehingga orang-orang yang mengkritik SBY dengan keras dan keterlaluan, masih bisa terus bersuara.
Sudah banyak Kompasianer yang menuliskan "hujatannya" atas terpilihnya kembali SBY sebagai Ketum PD. Kali ini biarlah saya menuliskan sisi "positif" terpilihnya SBY sebagai Ketum Demokrat. Paling tidak, saya mencatat ada beberapa sisi "positif" dari hal ini. Namun, tentu saja ini hanyalah pikiran ngawur dari orang bodoh yang tidak tahu menahu tentang politik, seperti saya. Ya, sebagai rakyat bodoh, saya memang hanya bisa berpikir taktis, yang tidak disertai bukti empiris.
Pertama, dengan rangkap jabatan sebagai presiden dan Ketum PD, SBY dapat menelurkan kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat, semacam BLT. Ya, meskipun tujuannya agar rakyat kembali respek pada PD dan hanya bersifat sementara, tapi paling tidak rakyat akan mendapatkan sedikit manfaat. He...he...
Kedua, kesediaan SBY menjadi Ketum PD menunjukkan bahwa beliau bukanlah kacang yang lupa kulitnya. Bagaimanapun juga PD adalah partai yang mengangkat namanya. Padahal jika mau SBY bisa saja cuek pada PD, toh, beliau tidak punya kesempatan lagi menjadi presiden.
Ketiga, dengan menjadi Ketum PD, SBY telah menyediakan atau mengorbankan dirinya sendiri untuk memberi kepuasan kepada pihak-pihak yang selama ini menyerang, mencibir, menyindir, atau menghujata apa pun yang dilakukan SBY. Ya, siapa tahu pihak-pihak itu akhirnya lelah sendiri, karena terus diberi ruang untuk mengekspresikan "kebenciannya" kepada SBY.
Keempat, bagi para kader yang pernah melalukan korupsi, tetapi belum terendus media, terpilihnya SBY sebagai Ketum PD merupakan tameng dan benteng yang sangat kuat. Ya, siapa tahu dengan berlindung di belakang SBY, perbuatan mereka tidak akan terendus KPK. Kalau dari pihak kepolisian atau kejaksaan sih, pasti sudah aman, kan mereka bawahan SBY he...he....
Kelima, dengan menjadi Ketum PD, tahun depan SBY dengan mudah dapat mencalonkan keluarganya menjadi Capres. Jika orang yang dicalonkan terpilih menjadi presiden, maka penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan SBY dan kader-kader PD (jika ada) akan tetap aman terkendali.
Keenam, dengan menjadi Ketum PD, SBY memiliki otoritas penuh untuk menggiring para wakil rakyat, gubernur, walikota, atau bupati dari PD. Dengan otoritasnya SBY dapat menginstruksikan mereka agar mengamankan finansial partai melalui "ladang" yang mereka garap.
Ah, sementara cuma itu yang terlintas di pikiran saya menanggapi terpilihnya SBY sebagai Ketum PD di KLB Bali. Sekali lagi, bukan maksud hati menyebarkan fitnah. Maksud hati ini hanya ingin berbagi pikiran kepada pembaca. Sebab, jika disimpan di hati, ini hanya membuat diri ini merasa terbebani. Dengan begini, pikiran ini jadi plong he.... he.... he.... Semoga berkenan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H