Mohon tunggu...
Risti Irawan
Risti Irawan Mohon Tunggu... -

Seorang Ibu, Head Education di Sekolah Musik Indonesia, Pecinta Kucing.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

3 Faktor Penentu Keberhasilan Lulus ASI

7 November 2013   09:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:30 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bayiku lulus ASI 3 semester! yay! Para ibu tentunya paham betul suka dan duka dalam perjuangan memberikan ASI. Menurut riset, hal yang terbaik adalah ketika seorang anak mendapatkan ASIX (ASI eksklusif), selama 6 bulan hanya ASI, tanpa tambahan lainnya. Pemberian ASI dapat dilanjutkan hingga usia 2 tahun.

Pada praktiknya, tentu pemberian ASI tidak semudah teorinya! Ada ibu-ibu yang dapat menyusui dengan lancar, ada juga yang tidak. Kenapa bisa begitu? Saya akan sedikit berbagi hal-hal berikut :

1. Dapatkan pengetahuan yang benar!

Informasi mengenai laktasi sudah sangat amat banyak dan informatif di internet dan di pusat-pusat kesehatan. Tidak perlu berdebat panjang lebar mengenai keunggulan ASI, karena sudah jelas. Namun sungguh disayangkan, kadang kala para praktisi yang dianggap ahli oleh para pasien, kadang dengan mudahnya merekomendasikan sufor (susu formula). Tanpa bermaksud menuduh para dokter dan suster, harus diakui bahwa banyak dari profesi kesehatan juga memiliki "titipan" dari kepentingan bisnis. Kalau ada dokter yang begitu mudah menyuruh kita beralih ke sufor TANPA alasan klinis yang kuat, lebih baik cari dokter yang lain.

2. Dukungan keluarga

Kadang kala para nenek justru lebih "khawatir" daripada ibunya sendiri. Ketika si bayi terus-menerus menangis, dengan spontan akan berkata, "Masih lapar! ASI nggak cukup, harus dikasih minum susu!" dan sebagainya. Padahal tidak semua tangisan bayi itu muncul karena lapar. Selama BAK si bayi jernih dan lancar, berarti ASI cukup-cukup saja. Suami bisa menjadi dukungan, bisa juga membuat kita goyah ketika ia ikut khawatir terhadap istri dan anaknya saat mengalami kesulitan susu-menyusui. Suami harus selalu up-to-date dan terbuka mengenai informasi laktasi, agar dapat mendukung kesehatan istri dan anaknya.

3. Yakin pada diri sendiri

Yang terakhir ini adalah faktor penentu. Setiap permasalahan laktasi selalu ada solusinya tanpa berpaling ke sufor. Meskipun memang ada kasus medis tertentu yang membutuhkan sufor. Apakah itu payudara bengkak, ASI tidak keluar, bayi kesulitan menyusui, dsb. ASI itu diciptakan oleh Tuhan "supply by demand" atau persediaan sesuai dengan kebutuhan, tidak mungkin kurang. Tapi memang ada tips'nya, yaitu makan minimal sepiring sayur hijau setiap hari, banyak minum air putih, dan terus menyusui. Saya adalah ibu yang bekerja, saya tetap melanjutkan ASI dengan cara memompa dan menyimpannya di botol-botol ASI ketika sedang di kantor. Apakah ribet? Ya, ribet sekali! Setiap waktu dan pergi ke mana pun, saya selalu membawa kotak menyusui. Sampai di kantor saya sering diledek karena harus "pumping". Tapi saya sudah bertekad dan ingin memenuhi kewajiban saya buat si kecil, yaitu memberikan haknya (ASI) sampai ia nyaris 2 tahun.

Sekarang Bellatrix sudah berusia 2 tahun, sudah disapih. Pengalaman menyusui menjadi kebanggaan. Ia tumbuh tanpa mengenal dot dan sufor (kebayang kan saya hemat uang susu berapa?). Ia juga sangat jarang sakit, hanya pernah sakit 2x sejak lahir. Kalau sakit pun cepat sembuh. Jadi, untuk ibu-ibu yang lain, semangat! Pasti bisa lulus ASI!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun