Mohon tunggu...
Risti Irawan
Risti Irawan Mohon Tunggu... -

Seorang Ibu, Head Education di Sekolah Musik Indonesia, Pecinta Kucing.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Musik Klasik atau Pop?

4 November 2013   09:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:37 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sering kutemukan diskusi di antara ibu-ibu, mengenai les musik anaknya. Memang saat ini, les musik sudah menjadi salah satu kursus yang diikuti oleh anak-anak. Salah satu topiknya adalah, "Musik Klasik tuh bagus. Tapi anakku senengnya yang lagu-lagu jaman sekarang. Jadi dia bosen."

Berbicara antara dua genre utama musik tsb, yaitu klasik dan pop, memang agak bertentangan. Dalam klasik, anak-anak diajarkan untuk tekun dan teliti. Mereka harus disiplin latihan, wajib menghabiskan puluhan buku tehnik, dan mampu memainkan karya komposer besar dengan sangat presisi. Ibarat kata, musik klasik itu musik idealis. Memberikan kepuasan tersendiri bagi penggemarnya.

Sementara musik pop, cenderung lebih bebas. Tanpa terpaku pada not balok, dengan hanya bermodalkan not angka dan simbol akor bahkan hanya dari mendengarkan, anak-anak sudah mampu memainkannya. Asalkan mereka inisiatif dan kreatif, mereka akan mampu mengiringi orang bernyanyi dan bermain dalam kelompok. Maka banyak orang otodidak dengan musikalitas tinggi yang permainannya menyenangkan hati.

Mana yang lebih baik???

Musik klasik memang memiliki kebanggaan tersendiri, karena menurut sejarah, musik klasik dulunya hanya dimiliki oleh bangsawan. Sementara musik pop sendiri memang muncul karena popularitas di masyarakat. Namun pada kenyataannya, ketika seorang anak hanya belajar klasik,  ia akan mampu memainkan karya-karya Mozart, tapi akan kesulitan untuk memainkan lagu yang tidak ada partiturnya. Ketika seorang anak hanya belajar pop, ia akan mahir memainkan aneka lagu yang sedang hits, tapi akan kesulitan di akademis musik, ia akan "kabur" begitu diminta memainkan karya musik berdasarkan not balok yang "njelimet!".

Yang bagus memang adalah kombinasi keduanya. Karena tidak ada anak yang benar-benar sama. Ada anak yang memang cocok di klasik, ada juga yang cocok di pop. Tapi bagaimana kita tahu anak kita cocok di musik yang mana, apabila kita tidak mengenalkan keduanya? Biarkan anak kita melahap semua genre musik yang ada, sehingga ia makin kaya secara ilmu, tidak hanya dikotakkan ke dalam satu jenis genre. Alhasil ketika anak belajar klasik dan pop dari awalnya, ia akan dapat membaca not balok, dapat memainkan akor, dapat bermain solo, dapat pula bermain dalam band. Pilihlah tempat belajar yang dapat mengakomodasi keduanya sekaligus dengan metode yang tepat.

- Risti Irawan, S.Mus. -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun