Mohon tunggu...
Ristiana Rahita
Ristiana Rahita Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Ganesha

Seorang penulis yang mengawali tulisan pertamanya dengan cerita fiksi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Perempuan di Balik Patriarki: Posisi dan Peran Perempuan Masa Millenial, Tonggak dalam Membangun Generasi

29 Desember 2021   23:11 Diperbarui: 30 Desember 2021   08:21 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dor Duisternis Tot Licht atau yang lebih dikenal dengan Habis Gelap Terbitlah Terang karya seorang perempuan bernama Kartini yang menyebar bak wabah demam di Hindia Belanda kala itu. Melalui tulisannya tersebut beliau menyampaikan kegundahan hatinya terhadap keadaan wanita di Hindia Belanda kala itu. Memberikan semangat baru bagi awal mula kebangkitan perempuan Indonesia dalam upaya memperoleh emansipasinya.

Lebih dari 100 tahun gaung narasi Kartini, banyak hal yang mewarnai perjuangan perempuan. Tidak hanya pada masa pergerakan namun setiap harinya semua perempuan berjuang dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak stigma dan streotif negatif yang diterima seseorang yang terlahir sebagai perempuan. Dan akhir-akhir ini makin banyak kasus yang mewarnai kisah panjang seorang perempuan. Mulai pemerkosaan berujung bunuh diri, dipaksa melahirkan tanpa diketahui orang lain, hingga istri yang dibunuh ketika suaminya mabuk. Dan ironisnya dalam kasus-kasus ini malah kebanyakan orang yang menilai negatif seorang perempuan. Salah diri sendiri yang tidak bisa menjaga diri, salah sendiri terlalu ikut campur dan sebagainya. Menempatkan perempuan seolah-olah adalah objek salah, menilai suatu masalah tanpa melihat dari kronologisnya. Hal ini mengingatkan saya akan kejadian yang saya alami sendiri, ketika pemilihan ketua organisasi yang saya ikuti beberapa tahun lalu. Saya yang kala itu memandang positif segala hal, percaya dan optimis akan pendangan orang tentang seorang perempuan. Kala itu saya memberanikan untuk mencalonkan diri sebagai ketua organisasi, saya tidak pernah berpikir yang akan orang katakan. Hingga saya mendengar kata bahwa “wanita tidak bisa menjadi pemimpin”. Menempatkan perempuan sebagai makhluk lemah dan mengabaikan banyaknya pemimpin perempuan yang mampu membawa perubahan. Saya memandangnya sebagai sebuah kedangkalan berpikir dan kegagalan logika berpikir dimana pandangan akan wanita tidak bisa menjadi pemimpin merupakan pernyataan yang sangat feodalis. 

Hal ini juga yang turut disoroti Kartini, dalam biografinya “Panggil Aku Kartini Saja” yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer. Sikap ambivalen beliau yang mencintai negerinya namun di satu sisi membenci budaya feodalisme yang menyulitkan perempuan dan menempatkan wanita dibawah laki-laki membuat Kartini merasa gundah dan mencurahkannya pada surat-surat berbahasa Belandanya. Seorang perempuan berpandangan terbuka dan terpelajar memandang bahwa setiap perempuan berhak diperlakukan sama baik yang biasa maupun bangsawan termasuk memperoleh pendidikan. Bahkan dirinya tidak ingin dipanggil Raden Ayu, panggil Kartini saja begitu katanya, tanpa embel-embel gelar kebangsawanannya. Hal ini jelas mencerminkan dirinya yang tidak ingin ada pembeda antara seorang perempuan bangsawan dan rakyat biasa.

Perempuan dalam pandangan feodalis, hanya sebatas Masak, Macak dan Manak. Masak artinya tetap di belakang (didapur) menyiapkan masakan untuk keluarga. Macak atau berdandan dan juga Manaka tau melahirkan generasi penerus atau istilah lainnya didapur, disumur dan dikasur. Selebihnya segala hal dikerjakan oleh Laki-laki. Mereka tidak bisa bermimpi tinggi dan selalu ada di bawah Laki-laki. Bahkan dalam hal penampilan fisik menyesuaikan oleh standar Laki-laki. Sadar atau tidak mentalisme tersebut masih terbawa hingga sekarang. Beberapa perempuan harus terlihat cantik menurut standar dari Laki-laki. Putih, kurus, pakaian feminim, dan sebagainya berpatokan kepada laki-laki padahal nyatanya cantik menurut setiap orang berbeda-beda. Ada yang merasa cantik dengan rok, ada yang cantik dengan celana, dengan pakaian terbuka, dengan pakaian tertutup, nyaman dengan riasan, atau tanpa riasan gaya tomboy, rambut panjang atau pendek. Bukanlah suatu dosa jika mereka merasa nyaman, percaya diri dan cantik dengan gayanya masing-masing. Versi cantik orang berbeda, tidak bisa disamakan antara standar satu dengan yang lainnya.

Jika ditilik lebih dalam dalam hal kodrati sendiri perempuan memang memiliki tiga hal yang tidak bisa dilewatkan. Namun sebelum membahasnya perlu digarisbawahi apa itu kodrati. Kodrati dalam KBBI dapat dipahami sebagai sesuatu hal yang secara alamiah, atau merupakan pemberian tuhan yang tidak dapat digantikan. Tiga hal tersebut adalah mengalami menstruasi, hamil dan menyusui. Sejalan dengan yang disebutkan oleh Najwa Shihab seorang public figure yang terkenal gencar menggaungkan suaranya terkait dengan emansipasi wanita. Dalam pemaparannya beliau menyebutnya selain ketiga hal tersebut adalah pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh laki-laki ataupun perempuan. Sebuah cara pandangan feodalis jika memandang wanita hanya sebatas memasak, berdandan dan menghasilkan keturunan dan tidak boleh bermimpi tinggi.

Dewasa ini perlu dipahami bahwasanya posisi dan peran perempuan tidak hanya berbatas dalam hal tersebut. Cara pandang akan perempuan perlu dirubah, stigma dan stereotif juga harus dihilangkan. Banyak hal yang dilakukan laki-laki juga bisa dilakukan oleh perempuan. menurut The United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women menyebutkan bahwa perlahan kesenjangan peran antara perempuan dan laki-laki di tinggalkan. 

Banyak wanita yang mulai bergerak, menggaungkan suaranya terkait dengan permasalahan kesetaraan gender. Tokoh terkenal seperti Najwa Shihab yang secara aktif memberikan tanggapannya terkait isu gender dan juga wanita. Menjadi perempuan bukan berati lemah, tidak tegas dan tidak bisa memimpin. Nyatanya banyak juga pemimpin-pemimpin perempuan yang mampu menggaungkan suaranya. Sebut saja Ratu Elizabeth II dari Inggris yang menjadi pemimpin pertama yang menduduki tahta terlama sepanjang masa, dan menjadi pemimpin paling popular sepanjang masa, diikuti Angela Merkel yang menjadi Kanselir Wanita pertama di Jerman, menjabat selama 4 periode dari tahun 2005. Tidak hanya pemimpin banyak tokoh inspiratif lainnya seperti Maya Angelou seorang penulis wanita Afrika-Amerika pertama yang membacakan puisinya dalam inaugurasi presiden Amerika Serikat tahun 1993.

Banyak organisasi wanita yang juga turut mewadahi wanita di masa kini. Dari yang berbasis Nasional, daerah hingga international. Salah satunya adalah adalah organisasi UN Women atau The United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women merupakan organisasi yang diluncurkan PBB dalam rangka mengatasi permasalahan kekerasan terhadap perempuan yang selama satu dekade ini menjadi sorotan politik internasional. Selain itu ada ICW yang merupakan Dewan Perempuan Internasional yang bergerak secara internasional dimana mereka menyoriti hak-hak perempuan, pemimpin dan juga ketidakadilan secara social yang dialami perempuan.

Dalam hal ini setiap perempuan berhak memeperoleh kesetaraan dengan laki-laki perempuan. mereka berhak memiliki mimpi dan cita-cita tinggi hingga mereka merasa takut untuk mencapainya. Berhak berkarya dan menempuh Pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang penting dan semua orang berhak untuk memperolehnya baik laki-laki ataupun perempuan, Pendidikan akan membuka cakrawala berpikir seseorang, mampu bersaing dan bermoral. Karena nyatanya Pendidikan tidak hanya semua hal-hal yang berbau transfer knowledge namun juga transfer character. Karena nyatanya kutipan perempuan berpendidikan tinggi bukan karena ingin menyaingi laki-laki tetapi untuk membangun generasi adalah benar adanya.  Dengan hal ini perempuan malah akan membangun genarasi-generasi yang ungul dan juga cerdas. Melalui perempuan yang cerdas anak akan akan menjadi generasi penerus yang unggul dan berkarakter. 

Sehingga, meskipun banyaknya permasalahan yang tengah dialami oleh seorang perempuan mulai kesetaran, ketidakadilan social, kekerasan dan sebagainya. Seorang perempuan tidak memiliki peran dan posisi seperti memasak, bersih-bersih dan mengerjakan tugas rumah tangga. Mereka lebih dari itu, banyak yang telah mencapai mimpi dan terbang tinggi menjadi pemimpin dunia. Mereka adalah tonggak dalam membangun generasi. Bagi seluruh perempuan, Najwa Shihab pernah mengatakan bahwa “Kalau mimpimu tidak membuatmu takut, berarti mimpimu tidak cukup besar” dan ketika memimpi itu telah membuatmu takut maka kamu layak memperjuangkannya. Semangat perempuan Indonesia, kita bisa, kita bangkit. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun