Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan pikiran, perilaku, dan perasaan yang diwujudkan sebagai rangkaian gejala atau perubahan perilaku yang signifikan, serta dapat menimbulkan rasa sakit dan hambatan dalam menjalankan fungsi kemanusiaannya, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa. Halusinasi merupakan salah satu tanda skizofrenia, suatu kondisi mental.
Halusinasi merupakan salah satu gejala suatu kondisi dimana pasien mengalami kelainan persepsi sensori yang mempengaruhi panca indera, Pasien yang mengalami halusinasi umumnya mengalami gangguan pada penilaian serta memeriksa sehingga sikap pasien sulit dimengerti. Pasien dengan gangguan jiwa psikotik mengalami gangguan dalam mengidentifikasi stimulus 2 internal maupun eksternal, tidak dapat membedakan khayalan serta fenomena dan pembicaraan pasien tidak sinkron dengan realita (Barotul Indri Arifah 2019).
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa masalah penyakit mental telah berkembang secara signifikan di seluruh dunia pada tahun 2019. Menurut WHO 450 juta orang di seluruh dunia memiliki masalah mental. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, penyakit jiwa menjadi masalah yang lebih besar di Indonesia. Di Indonesia, terdapat 6,7 per 1000, yang berarti 1000 keluarga yang memiliki 6,7 anggota rumah tangga (ART) dengan halusinasi untuk setiap 1000 keluarga.
Dampak dari kehilangan kontrol diri yang mungkin dimiliki seseorang yang sedang mengalami halusinasi. Dan dalam keadaan ini, seseorang dapat membunuh diri sendiri, menyakiti orang lain, atau bahkan merusak lingkungan. Untuk mengurangi efek halusinasi diperlukan penanganan yang tepat. Aktivitas fisik yang 3 sangat emosional yang menghasilkan agitasi, perilaku kekerasan, menarik diri, atau katatonia. Tidak dapat merespons banyak orang atau peristiwa kompleks dan perintah.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas mempersepsikan berbagai stimulasi yang terkait dengan pengalaman dengan kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Tujuan dari terapi ini untuk membantu pasien yang mengalami kemunduran orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku maladaptive.
Penerapan pemberian terapi aktivitas kelompok adalah dengan menjadwalkan kegiatan sehari-hari. Terapi non-farmakologis berfokus terutama pada mengajarkan pasien mekanisme koping baru untuk mengelola atau menghindari terjadinya halusinasi pendengaran. Latihan menghardik, atau tindakan pemberian terapi aktivitas kelompok yang dilakukan pasien untuk menghilangkan halusinasi ketika mereka mendengar suara-suara palsu, pasien melakukan latihan ini dengan cara melakukan kegiatan yang diberikan oleh perawat. Sementara pasien terlibat dalam berbagai aktivitas terkontrol dan waktunya sebagai bagian dari terapi aktivitas, diyakini bahwa dengan melakukan beberapa aktivitas ini, halusinasi pasien akan berkurang dan pasien bisa menjadi adaptif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H