Mohon tunggu...
Ris Sukarma
Ris Sukarma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pensiunan PNS

Pensiunan pegawai negeri, sekarang aktif dalam pengembangan teknologi tepat guna pengolahan air minum skala rumah tangga, membuat buku dan fotografi. Ingin berbagi dengan siapa saja dari berbagai profesi dan lintas generasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Yummy…Yummy…Yummy (3)

7 Desember 2009   09:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:02 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kaviar (luxury-insider.com)

Siapa saja yang pernah ke Moskow pasti akan mencari makanan yang satu ini, karena ini adalah makanan pembuka (appetizer) yang sangat terkenal, terkenal mahalnya maksudku. Makanan yang aku maksud adalah kaviar, yang dari penampilannya samasekali tidak menarik. Aku juga heran kenapa telur ikan hitam kecil-kecil itu begitu terkenal, dan begitu mahal.  Sewaktu aku mengunjungi Moskow dalam rangka memenuhi undangan seminar beberapa tahun yang lalu, makanan ini pula yang selalu ada dalam ingatanku, maklum namanya manusia, selalu penasaran. Di hotel Ukraina tempat tinggalku menginap (Ukraina adalah salah satu negara bagian Uni Sovyet, sekarang sudah memisahkan diri setelah Uni Sovyet bubar dan menjadi Rusia) aku mencoba bertanya kesana kemari, tapi belum mendapat jawaban yang memuaskan, lagipula petugas hotel selalu memasang muka kecut, tidak ramah dan tidak bisa diajak bicara, aku tanya dalam bahasa Inggeris baik-baik, mereka selalu ngotot menjawab dalam bahasa Rusia yang tidak aku mengerti.

Mencari makanan di Moskow memang bisa menjadi cerita tersendiri. Di hotel ini setiap pagi tamu hotel harus antri berbaris di depan satu-satunya restoran di hotel tersebut, yang baru mulai buka jam 8 pagi. Aku heran kenapa tidak dibuka lebih pagi? Untuk sarapan pagi kita harus membayar 3 rubel, tapi bisa makan sekenyangnya. Nah, disinilah cerita konyol itu dimulai. Setiap habis sarapan, aku kantongi dua tiga butir telur dan beberapa potong roti. Makan siang disediakan oleh panitia seminar, jadi kami tidak kuatir, tapi untuk makan malam aku selalu kesulitan mencari makanan. Bukannya tidak ada restoran, tapi restoran disana (dalam bahasa Rusia ditulis ‘pektopah'), termasuk restoran yang ada di hotel, untuk makan malam tidak mau menerima rubel, tapi cuma menerima hard currency, yaitu dolar Amerika atau pound sterling. Entah mengapa. Padahal uang saku yang aku terima adalah mata uang rubel. Seratus rubel sehari cukup banyak, tapi apa mau dikata kalau tidak bisa dipakai? Bawa sih sejumlah uang dolar Amerika sebagai bekal, tapi terbatas, masa dihabiskan untuk makan?

Dari beberapa teman aku diberitahu bahwa di lantai 20 ada kantin yang menjual ayam dan roti, dan menerima pembayaran dengan rubel. Nah, yang terakhir ini penting, rubel-ku bisa laku. Akupun mengikuti sarannya dan mencoba mencari kantin yang ternyata hanya sebuah kios kecil yang menjual beberapa potong roti dan potongan ayam rebus. Ya, ayam rebus yang tidak diberi bumbu apa-apa. Aku bingung bagaimana makan potongan ayam rebus tanpa bumbu? Petugas kantin menunjuk garam yang ada dimeja, dan aku mengerti. Aku makan potongan ayam rebus itu dengan garam. Setelah pengalaman itulah aku selalu membawa telur dan roti sisa sarapan pagi hari untuk menambah menu makan malamku, dan itu berlangsung hampir seminggu. Itupun kalau ayamnya masih ada, kalau kehabisan, ya makan telur sisa sarapan itu. Rupanya kantin itu khusus untuk melayani karyawan hotel.

Tibalah hari terakhir, Panitia Seminar menjamu kami makan malam di restoran yang cukup terkenal di daerah Arbat, kawasan tempat berkumpulnya kaum muda dan jetset Muscovich (sebutan bagi warga Moskow). Pucuk dicinta ulam tiba, kaviar disajikan sebagai appetizer makan malam. Akhirnya tercapai juga cita-citaku mencicipi kaviar. Entah berapa harganya, tapi yang jelas (katanya) sangat mahal. Rasanya? Ya biasa saja sih, agak-agak asin gitu, tapi rasa penasaran ini terbayar sudah. Jauh-jauh ke Rusia, kalau tidak sempat mencicipi kaviar, apa kata dunia?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun