Catatan: tulisan terakhir dari 7 tulisan bersambung tentang saringan keramik
Saringan keramik di rumah Penulis (foto oleh Penulis)
Komposisi lempung dan bahan pengisi serta pemilihan bahan pengisi yang tepat amat menentukan mutu saringan yang dihasilkan. Komposisi yang umum digunakan adalah antara 75:25 sampai 80:20 (75-80% lempung, 25-20% bahan pengisi). Demikian pula pemilihan antara sekam (kulit padi) dan dedak padi sebagai bahan pengisi. Pada uji coba sebelumnya, dedak padi dipilih karena tidak memerlukan penepungan lagi. Ternyata penggunaan dedak padi menghasilkan pot yang tidak stabil dengan penyusutan yang terlalu besar, diluar batas toleransi penyusutan sebesar 7%. Penyusutan terjadi setelah pot dibakar pada suhu sekitar 980 derajat Celsius. Pembakaran dilakukan menggunakan tungku pembakar gas di salah satu perajin keramik di Plered. Penggunaan dedak padi ternyata juga menghasilkan porositas yang terlalu kecil, meskipun komposisi dibuat mendekati 70:30.
Setelah dibakar, saringan direndam dalam air untuk menghilangkan gelembung udara. Setiap saringan diuji dengan tes aliran untuk menentukan besarnya kapasitas penyaringan. Saringan yang tidak memenuhi syarat (diluar rentang 1,5 sampai 2,5 liter/jam) disisihkan. Penggunaan saringan yang gagal untuk diproses ulang ternyata tidak memberikan hasil yang baik, karenanya tidak dianjurkan. Setelah bahan pengisi diganti dengan sekam padi yang telah dihaluskan, hasilnya pot menjadi stabil dan penyusutannya berada dalam batas toleransi (rata-rata 2%). Tes aliran yang dilakukan menunjukkan bahwa komposisi campuran 80:20 memberikan hasil yang terbaik, dengan kapasitas aliran rata-rata 2 liter/jam. Dari hasil uji coba terlihat bahwa sekam padi sebagai pengis dengan komposisi 80:20 memberikan hasil terbaik, sedangkan dedak padi menghasilkan saringan yang tidak stabil (penyusutan terlalu besar dan aliran berfluktuatif) dan karenanya dedak padi tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai bahan pengisi.
Hasil lainnya yang didapatkan dari tes aliran adalah bahwa kecepatan aliran menurun sejalan
dengan berkurangnya air dalam pot saringan. Penurunan kecepatan ini tidak terlalu besar untuk bisa
mempengaruhi kecepatan aliran yang dikehendaki antara 1,5 – 2,5 l/jam. Sebelum digunakan, saringan keramik diberi lapisan larutan perak koloid atau perak nitrat. Larutan perak nitrat berfungsi menghancurkan enzim yang menjadi makanan bakteri, dengan demikian bakteri dapat dimatikan. Penggunaan perak koloid dianjurkan untuk menjamin bahwa air aman untuk dikonsumsi, meskipun secara teori, tanpa penambahan perak nitrat-pun, bakteri E. coli sudah dapat tersaring. Hasil uji coba kualitas air minum di Laboratorium PAM Jaya menunjukkan bahwa air hasil saringan keramik memenuhi syarat sebgai air minum. Untuk selanjutnya, diperlukan penelitian dengan menggunakan contoh air baku dengan kualitas dan karakteristik serta tingkat pencemaran yang berbeda-beda, sehingga efektifitas saringan dalam penghilangan/pengurangan bakteri E. coli dalam air bisa diketahui dengan lebih baik.
Pembuatan saringan keramik tidaklah memerlukan teknologi canggih dan dapat dikerjakan oleh tenaga setempat dengan bahan-bahan yang ada di sekitar kita. Yang diperlukan adalah keuletan dan kesabaran serta belajar dari kesalahan.Yang menjadi tantangan dalam penggunaan saringan keramik ini adalah meyakinkan masyarakat bahwa air hasil saringan aman untuk diminum, tanpa dimasak terlebih dahulu. Mungkin karena bentuknya yang sederhana dan harganya yang murah, sehingga orang lebih tertarik untuk membeli produk buatan luar negeri yang penampilannya lebih prima, tapi harganya juga selangit.
Ilmu dan teknologi bisa datang dari mana saja, tapi kemauan dan keuletanlah yangbisa memberikan hasil nyata. Marilah kita mulai mencintai produksi hasil karya bangsa sendiri.
Selamat mencoba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H