Mohon tunggu...
Ris Sukarma
Ris Sukarma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pensiunan PNS

Pensiunan pegawai negeri, sekarang aktif dalam pengembangan teknologi tepat guna pengolahan air minum skala rumah tangga, membuat buku dan fotografi. Ingin berbagi dengan siapa saja dari berbagai profesi dan lintas generasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dunia Ternyata Selebar Daun Kelor

14 Desember 2009   14:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:56 1509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_37906" align="aligncenter" width="262" caption="(foto dari: womenofcaliber.wordpress.com/.../independence/)"][/caption]

Pepatah yang mengatakan bahwa dunia tidak selebar daun kelor mungkin perlu ditinjau kembali. Pepatah ini, setahu saya, untuk memberi semangat kepada orang-orang yang berputus asa, yang merasa bahwa dunia ini begitu sempit seolah tidak ada lagi harapan baginya untuk menemukan kembali sesuatu yang hilang dari genggamannya, umumnya karena putus cinta ditinggal kekasih. Semakin dia tenggelam dalam kesedihannya, semakin pula dia merasa bahwa dunia itu sempit dan tidak ada tempat lagi baginya, dan pada puncaknya, bukan tidak mungkin dia memutuskan untuk bunuh diri, karena merasa sudah tidak ada lagi gunanya hidup di dunia.

Dalam konteks yang berbeda, sebagian orang memang melihat dunia ini terasa lebih sempit, karena dengan pengembangan teknologi komunikasi yangsedemikian pesatnya, jarak antara dua tempat yang berbeda di muka bumi ini menjadi lebih pendek. Dalam komunikasi dunia maya, jarak tersebut bahkan sudah tidak ada lagi, sudah hilang. Yang ada hanyalah perbedaan waktu diantara keduanya.

Thomas L. Friedman, pemenang hadiah Pulitzer tiga kali, menulis buku yang berjudul: “The World is Flat”, yang terdengar kontradiktif dengan temuan Columbus saat dia membuktikan bahwa dunia ini sebenarnya bundar , temuan terbesar umat manusia pada jamannya. Dalam bukunya setebal 639 halaman tersebut (yang baru saya baca sebagian), Friedman mencatat pengalaman dari perjalanannya ke Bangalore, India, dimana dia menyadari bahwa globalisasi telah benar-benar mengubah konsep ekonomi yang paling mendasar. Menurut pendapatnya, datarnya dunia ini merupakan produk dari konvergensi komputer pribadi dengan kabel mikro fiber-optik, dengan meningkatnya piranti lunak untuk alir kerja (work flow software). Friedman mencatat banyak contoh dari perusahaan yang ada di India dan Cina yang, dengan mengerahkan tenaga kerja mulai dari juru tik smpai akuntan dan pemrogram komputer, telah menjadi bagian yang integral dari suatu rantai pasokan global untuk perusahaan-perusahaan raksasa seperti Dell, AOL dan Microsoft. Memang diakui bahwa dalam media komunikasi sekarang ini, jarak dan tempat bukanlah bagian dari faktor penentu. Melalui sarana “video conference” misalnya, tiap orang dari berbagai pelosok dunia, tanpa meninggalkan tempatnya masing-masing, dapat berkumpul bersama, bertatap muka dan berdiskusi berbagai hal, seolah-olah mereka berada dalam satu ruangan.

Dalam konteks yang berbeda tapi mirip, kita sering mengatakan “the world is small”, dunia ini kecil. Sistem transportasi penerbangan saat ini memudahkan orang untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain tanpa mengalami banyak kesulitan. Pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi ini seolah seperti kunjungan rutin ke rumah sebelah. Sewaktu penulis berkunjung ke San Juan, Puerto Rico untuk suatu seminar, penulis banyak bertemu dan berkenalan dengan banyak orang dari berbagai belahan dunia. Dua tahun yang lalu, dalam persiapan suatu proyek air minum, kami mendapat kunjungan dari tim yang akan membantu tim kami dalam persiapan proyek tersebut. Setelah berkenalan dan berbincang-bincang, ternyata ketua tim tersebut juga hadir dalam seminar di San Juan. “The world is small”, katanya yang saya jawab dengan anggukan kepala.

Pengalaman lain, tapi dalam skala yang lebih kecil, saya alami sewaktu saya berkunjung ke rumah besan saya di Bandung untuk bersilaturahim saat Idul Fitri yang lalu. Setelah berbincang panjang lebar mengenai keluarga masing-masing, tiba-tiba dia seperti teringat sesuatu, “tunggu sebentar”, katanya sambil masuk kamar untuk keluar lagi dengan membawa sebuah buku kecil. Kemudian dia menunjukkan nama saya di antara deretan daftar panjang nama-nama. Saya baru menyadari bahwa kami sebenarnya satu sekolah cuma beda jurusan. Dan kami diwisuda pada hari yang sama. “Dunia ini kecil ya Pak”, katanya, “tidak menyangka kita berbesan, padahal dulu pernah diwisuda sama-sama”. “Sudah jodohnya barangkali Pak”, jawab saya sambil tersenyum.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun