In politics, nothing happens by accident. If it happens, you can bet it was planned that way. (brainyquote.  "Dalam politik, tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Apabila itu terjadi, anda bisa bertaruh bahwa hal tersebut memang direncanakan demikian."Â
Ini adalah kutipan dari Pidato Franklin D. Roosevelt, Presidan AS ke 32. Meskipun ada yang membantah bahwa kutipan itu tidak sepenuhnya benar, tapi terasa relevan dengan situasi politik saat ini, Â pada saat dimana persaingan untuk memperebutkan kursi nomor satu di republik ini menjadi semakin ketat.
Baru-baru ini ada berita yang menghebohkan, yaitu beredarnya atribut kampanye yang berisi foto Jokowi menggunakan mahkota raja, yang mengundang berbagai reaksi. Dalam cuitannya, Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon, sebagaimana dikutip detiknews (17/11), mencuit: "Apakah ada yg ingin RI menjadi "kerajaan" sehingga harus membuat poster "Raja" ? Tentu ini bertentangan dg konstitusi kita ya? Apalagi ini tak ada nasab/trah keturunan "Raja". Inilah bahayanya "Petruk Jadi Raja".Â
Reaksi Fadli Zon (FZ) muncul atas beredarnya atribut kampanye "Raja Jokowi" di Jawa Tengah. Sindiran FZ pada akhir cuitannya itu tidak menyebutkan nama, tapi barangkali tidak terlalu sulit untuk menduga, kepada siapa sindiiran itu ditujukan.
Suhu politik menjelang "tahun politik" 2019 memang semakin menghangat. Setiap hari kita disuguhi berita-berita yang selalu memancing reaksi, apalagi beritanya secara masif tersebar melalui berbagai media maya yang terkadang terdistorsi sedemikian rupa sehingga tidak jelas lagi mana yang benar dan mana yang salah.
Apabila kita mau berfikir jernih, kritis dan khusnudzon (berprasangka baik), secara logika tidak mungkin Indonesia akan menjadi kerajaan. Meskipun penyebaran atribut di sekitar wilayah Banyumas tersebut disebutkan dilakukan oleh pendukung Jokowi, namun otak di balik pembuatan atribut tersebut masih misterius (detiknews).
Terlepas dari kontroversi yang muncul tentang siapa yang berada di balik gagasan pembuatan atribut tersebut, yang jelas peristiwa ini menimbulkan berbagai reaksi, termasuk reaksi yang disampakan FZ dalam cuitannya.Â
Ada yang menarik dalam ujung cuitan FZ: "apalagi ini tak ada nasab/trah keturunan raja". Barangkali FZ lupa bahwa kerajaan-kerajaan di Indonesia sudah tidak ada lagi dan bertransformasi menjadi pusat-pusat kebudayaan yang memberi warna pelangi pada ragam budaya Indonesia, jadi nasab/trah keturunan raja itu sudah tidak relevan lagi.
Walau bagaimanapun, cuitan FZ menambah ramai jagat maya kita, karena beliau memang pandai dalam menggulirkan hal-hal yang seolah terlihat bodoh, seperti kata Napoleon Bonaparte: "in politics, stupidity is not a handicap." Alih-alih memancing emosi, berita yang menyangkut masalah atribut ini tampaknya menjadi hiburan bagi banyak orang. Sekitar 76 persen  pembaca berita itu menyatakan "terhibur" dan hanya sembilan persen yang "marah" (detiknews).
Kita memang perlu hiburan, dan para pesohor politik di negeri ini memang piawai dalam menghibur, tidak kalah dengan pesohor profesional yang biasa mucul di layar teve, yang biasa mengocok perut kita. Hahaha.....Â
Â