Mohon tunggu...
Ris Sukarma
Ris Sukarma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pensiunan PNS

Pensiunan pegawai negeri, sekarang aktif dalam pengembangan teknologi tepat guna pengolahan air minum skala rumah tangga, membuat buku dan fotografi. Ingin berbagi dengan siapa saja dari berbagai profesi dan lintas generasi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Powers of Ten dan Gurita Cikeas

9 Januari 2010   00:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:33 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Powers of Ten adalah judul sebuah film ilmiah berdurasi pendek tentang ke-mahaluas-an alam semesta, yang digambarkan secara sederhana, sehingga orang awam-pun bisa dengan mudah memahaminya. Saya pertama kali melihat film ini tigapuluh tahun yang lalu sewaktu sekolah di Belanda dulu. Saya melihat film yang sama di Air and Space Museum di Washington DC, AS beberapa tahun yang lalu, rupanya film itu sudah melegenda dan diputar secara berkala di musium tersebut, dan saya tidak pernah bosan melihatnya berulang-ulang.

Mula-mula film tersebut memperlihatkan lengan seorang laki-laki yang sedang berbaring di pantai. Kemudian kamera menjauh dengan jarak 10 meter yang berpangkat secara bertahap (10 pangkat 1, pangkat 2 dst), sehingga bentuk pantainya terlihat jelas. Demikian seterusnya sehingga mula-mula terlihat bulatan bumi beserta planet-planet lainnya yang semakin lama semakin mengecil dan akhirnya hilang samasekali, dan sampailah kita pada kekosongan alam semesta yang gelap gulita, karena matahari sudah terlalu jauh jaraknya. Tidak berapa lama kita sampai di Alpha Centauri , bintang terdekat dalam tatasurya kita, yang jauhnya 4,3 tahun cahaya (jarak yang sama yang ditempuh cahaya selama 4,3 tahun, dengan kecepatan sebesar 300.000 km perdetik!).

Kamera terus menjauh dan kita sampai ke tepi kabut bimasakti yang jauhnya sekitar 30 ribu tahun cahaya, dan meninggalkan cakram bimasakti sehingga pelan-pelan kabut maharaksasa yang terdiri dari milyaran bintang itu perlahan lahan meredup. Kita kembali masuk ke kegelapan alam semesta yang maha luas dan hampa. Beberapa lama kemudian kita sampai di Andromeda, kabut pilin atau galaksi tetangga Bimasakti, yang bentuknya mirip dengan Bimasakti tempat sistem tatasurya berada. Kita benar-benar sudah berada ke-mahaluas-an alam milik Sang Pencipta. Semakin menjauh, semakin banyak ditemukan galaksi dan kabut pilin dengan bentuk yang berbeda-beda, sehingga kita berada di pinggir alam semesta, dimana alam ini pertama kali tercipta melalui dentuman besar. Kamera kemudian kembali menuju bumi dan proses sebaliknya terjadi.

Dalam arah kebalikannya, kita akan masuk ke dalam dunia mikro yang teramat kecil, yang berakhir di bentuk molekul dan atom. Dan ajaibnya, proses yang hampir mirip terjadi dalam skala yang sangat kecil. Perputaran elektron yang mengelilingi atom itu mirip dengan sistem tatasurya dimana planet-planet mengelilingi matahari dan matahari beredar mengelilingi pusat Bimasakti.

Di alam raya ini terjadi proses pembentukan bintang-bintang baru, atau kehancuran sebuah bintang dalam sebuah ledakan maha besar yang kemudian membentuk nova dan supernova. Juga benturan antar bintang dan antar galaksi yang menghasikan kehancuran yang katastropis. Semua ini merupakan kegiatan dan proses yang amat wajar, yang berlangsung dalam waktu milyaran tahun.

Bumi yang kita diami hanyalah sebutir debu di alam semesta. Berbagai kejadian yang kita alami dalam hidup ini merupakan kilatan-kilatan peristiwa sekejap. Bahkan kehancuran bumi atau kiamat seperti yang digambarkan dalam film 2012 hanya merupakan proses yang wajar dan hampir tidak ada artinya dalam skala kosmos.

Sekarang ini setiap hari kita disuguhi berita-berita politik yang mendominasi media cetak maupun layar kaca. Setelah kasus Bibit-Chadra selesai, sekarang Kasus Bank Century yang, seolah seperti namanya (century = abad), menyita perhatian seperti berabad-abad lamanya, dan banyak menguras tenaga dan pikiran semua fihak. Pansus yang dibentuk DPR bekerja siang malam tapi sepertinya going nowhere.Sepertinya bangsa ini terjebak oleh situasi politik yang berputar-putar dan tidak berujung, yang pada dasarnya hanyalah perebutan pengaruh dan kekuasaan. Padahal banyak sekali masalah bangsa ini yang memerlukan perhatian penuh dan kerja keras. Ketimpangan antara kawasan timur dan barat, kantong-kantong kemiskinan di banyak tempat, jumlah pengangguran yang masih tinggi, serta berbagai kesulitan hidup dan tidak adanya jaminan kehidupan yang lebih baik di masa datang. Banjir dan kemacetan lalulintas di kota-kota besar, hutan yang digunduli dan sumberdaya alam yang terkuras tanpa sisa, pencemaran sungai dan laut, dan pemanasan global yang sudah mulai terasa dampaknya di negeri kita. Untuk aspek prasarana saja, betapa kita jauh tertinggal oleh negara-negara tetangga, bahkan sudah tersalip oleh bangsa-bangsayang baru bangkit seperti Vietnam, Kamboja dan Laos. Belum lagi kalau kita bicara tentang prestasi dalam bidang teknologi atau olahraga sekalipun.

Film Powers of Ten selalu menyadarkan saya betapa kecilnya bumi dan seisinya termasuk kehidupan didalamnya. Apabila kita befikir sedikit jernih dan membuat jarak dengan situasi yang terjadi, kita akan sampai pada kesimpulan yang mungkin membantu kita untuk menyadarkan kita semua, betapa kita menyia-nyiakan hidup yang diberikan Allah SWT, dengan tidak berfikir secara proporsional dan bekerja keras membangun negeri ini, dan hanya terbelit oleh buku tentang gurita Cikeas dan terjebak dalam kepentingan sesaat dari sekelompok orang atau golongan, seperti anak kecil yang berbebut mainan. Hasilnya? Sebagai bangsa kita selalu ketinggalan dari bangsa lain, bahkan dari bangsa-bangsa yang baru saja bangkit dari keterpurukan perang.

Kapan kita akan berfikir dewasa dan proporsional?

Catatan: bagi yang belum pernah melihat film Powers of Ten, klik berikut ini:



Semoga bermanfaat dan selamat berakhir pekan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun