Fenomena semakin menguatnya peran Front Pembela Islam (FPI) dalam kancah perpolitikan nasional dianggap mengkhawatirkan. FPI yang dulu 'bermain' di level bawah kini menemukan momentum untuk mewarnai bangsa. Sayangnya, karakter FPI yang identik dengan kekerasan mau benarnya sendiri masih dipertontonkan.
Pada level mencegah kemaksiatan, keberadaan FPI mungkin dibutuhkan sebab tanpa ada pihak yang keras terhadap kemaksiatan, banyak orang akan semaunya sendiri. Keberadaan FPI bisa jadi meredam hal tersebut atau paling tidak membuat orang takut melakukannya. Meskipun memang harus ada perbaikan, khususnya tidak melakuka pengrusakan atau kekerasan.
Tapi pada tataran politik nasional, keberadaan FPI bisa menjadi bencana. Pasalnya, sikap keras dan mau benarnya sendiri ini menjadikan tatanan demokrasi menjadi tak dihargai. Apalagi dibalut dengan kepentingan lain yang sangat kuat, yaitu memulangkan imam besarnya yang sampai saat ini masih berada di pengungsian.
Praktis FPI menjadi semakin membabi buta dalam memperjuangkan hal tersebut. Dengan nama Islam yang disandangnya, ia mudah mempengaruhi masyarakat, apalagi dengan labelling ulama dan mengatasnamakan umat.
Dengan akan habisnya masa izin FPI, ternyata banyak orang yang menginginkan organisasi tersebut tidak diperpanjang. Hal ini sangat beralasan mengingat adanya kekhawatiran terhadap sepak terjang mereka sampai saat ini.
Meskipun akhirnya nanti FPI dibubarkan, mereka pasti akan mencari wadah baru karena bukan orang-orangnya yang diberi pencerahan, tetapi hanya wadahnya saja. Karakteristik mereka tak akan hilang hanya dengan dibubarkan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI