Ada yang ingin berwisata di hatimu!
Suaramu membuat saya gemetar, di suatu hari yang sorenya belum menjingga, saya blingsatan tak karuan. Kadang-kadang, hujan ikut-ikutan menyerbu saya sampai kelimpungan. Air-air yang turun semakin mendinginkan suasana, saya bilang ingin menutup jendela kamar. Tapi, suara-suara beratmu makin terdengar.
Tiba-tiba saya dikejutkan oleh keinginan sendiri, bagaimana kalau saya lari dari kamar dan pergi hujan-hujanan sekalian?
Bodoh. Bukankah sama saja?
Saya merengut. Tidak. Tidak akan sama, sebab saya akan menyatu dengan hujan. Angin yang bergerak melankoli pasti paham kenapa saya memilih disetubuhi olehnya daripada kesusahan menutup jendela. Saya memang lemah, tidak punya daya untuk sekadar menutup jendela kamar.
Ada yang ingin berwisata di hatimu!
Sekali lagi, saya tidak bisa lari ke mana-mana. Ada pemikiran untuk menutup jendela, lagi dan lagi. Tapi nyali saya menciut. Saya bisa membaca tempias hujan yang sedang tertawa ringan. Gemuruh di dada saya melonjak, keinginan menutup jendela semakin kuat. Tapi bagaimana jika nanti saya sesak napas? Tidak ada udara yang masuk lewat jendela. Sedang ventilasi tidak cukup untuk membantu pernapasan saya.
Ada yang ingin berwisata di hatimu!
Bergelung di dalam selimut tebal, saya menghiraukanmu. Tidak akan saya gubris, serius. Suara lancangmu mematikan saya, bisa jadi entah di pukul berapa suara-suara beratmu nantinya akan merasuki saya. Dan saya tidak bisa bernapas, pikiran-pikiran kotor berkelebat, saya tumbang. Tidak!
Ada yang ingin berwisata di hatimu!
Tolong. Sebentar saja jangan bikin linglung. Capek sekali mendengar suaramu menggema di seisi kamar. Saya tahu, nantinya tak akan membiarkan tubuh ini menggelepar sendirian. Kau pasti akan datang, dengan senyum menawan dan keinginan menjadikan saya sebagai tempat bersenang-senang. Tapi tolong, berpikir sebentar.