Apa yang terjadi jikalau hati kita yang teguh dan kokoh ditempa bergulung-gulung ombak besar sehingga sedikit tergores retakan-retakan yang menghanyutkan kita pada suatu kemelut jiwa ?
Mengapa tidak sedikit orang beranak-pianak namun akhirnya mati sia-sia dan hanya meninggalkan jasad yang kaku ? Mengapa jauh-jauh hari tidak sedikit orang berusaha beramai-ramai meraih cita-cita yang selama ini menjadi bunga tidur ? Namun, apalah artinya hidup yang selama ini kita inginkan berakhir dengan cara terjun bebas dari lantai tiga belas ?
Hari ini masih tanggal 17 September meskipun awan di langit telah menampakkan jingga ke merah-merahannya. Tetapi, kampus SMA Ar-Risalah, Bandung, rupanya masih ramai oleh para siswa dan siswi yang baru saja mengikuti berbagai macam ekstakurikuler, seperti yang sekarang terlihat, Deandra dan Jihan.
“Mengerikan sekali orang itu!” Ujar lelaki yang baru saja merayakan ulang tahun ke 17-nya.
“Mengerikan ? Maksudmu ?” Tanya gadis sebelahnya, Jihan Sabilla Musaddad.
“Jelas terlihat mengerikan. Sebetulnya kasihan orang itu, setelah kesempurnaan ia miliki ia melepasnya begitu saja seolah ia tidak meninggalkan beban apapun.” Jawab Deandra dengan tegas.
“Ingatlah De, sesungguhnya kesempurnaan itu hanya dimiliki oleh Alloh Subhanahu Wata’ala.” Jelas Jihan mantap. Lelaki yang kerap dipanggil Dean ini sedikit terkejut dengan pernyataan dari Jihan dan sedikit merasa malu terhadap perempuan yang ada dihadapannya itu.
“Betul sekali pernyataanmu itu, Jihan. Aku sangat setuju dengan pendapatmu itu.” Deandra mencoba menutupi rasa malunya itu. Sementara itu, Jihan hanya tersenyum dan langsung pamit untuk pulang ke tempat kostnya.
“Jihan, kamu tidak turut dalam acara Tilawah dan Muhadarah malam ini ?” Tanya Deandra selepas Jihan meninggalkannya beberapa meter jauhnya. Dan akhirnya ia mendekati Jihan.
“Sepertinya aku tidak akan hadir malam ini De, aku harus membenahi kamarku.” Jawab Jihan dengan nada menyesal.
“Memangnya kenapa kamarmu, kata Sarah kamarmu selalu bersih dan rapi.” Ucap Dean turut menyesal pula.
“Ibuku datang dari Bale Endah membawa buku-buku bekas Kak Reihan. Yah, daripada hanya dipajang di lemari mainan, lebih baik aku pergunakan, siapa tahu bisa membantu.” Jawab Jihan dengan penuh senyum dan membuat hati Deandra bergetar hebat.
“Oh, begitu yah. Semoga bermanfaat ya Jihan. Kapan-kapan aku juga ingin meminjamnya darimu. Omong-omong, Kak Reihan itu kakakmu ?” Ujar Dean sambil bertanya pada Jihan.
“Tentu saja De. Dia kakak perempuanku yang paling kusayang. Selain cantik, ia pintar dan ulet. Aku ingin seperti dia.” Jawab Jihan berbinar-binar.
“Wah senangnya, aku juga turut mengagumi kakakmu. Sampaikan salamku untuknya ya Jihan.” Deandra pun turut berbinar-binar.
“Salam darimu segera sampai Dean.” Jihan tersenyum.
Keputusan Jihan untuk membenahi kamar kostan membuat ia tidak bisa mengikuti Tilawah bersama atau membaca Al-Qur’an dengan menggunakan lagam atau irama dan juga tidak mengikuti Muhadarah atau pentas karya seni dari setiap kelas masing-masing. Namun untunglah malam ini Jihan bertemu kak Lutfi yaitu Rois sekaligus pengurus siswa putri dan kak Lutfi memberitahu Jihan malam ini akan diadakan nonton bersama Hati Kemerdekaan yang dibintangi Darius Sinatria sebagai bentuk memotivasi bagi siswa.
Keesokan harinya Jihan berjalan dengan Sarah dari tempat kostnya menuju kampus SMA-nya. Sesampainya di kelas mereka tercinta yaitu, X 2, teman-teman yang lain langsung mendekati Jihan yang ditangannya terlihat menjinjing buku yang pada umumnya tebal.
“Jihan, kamu bawa apa ?” Tanya Atun salah satu sahabat dekat dimana ia selalu mencurahkan hatinya pada Atun.
“Ini buku-buku bekas kakakku, Atun boleh pinjam sesuai hati Atun, asal pinjamnya yang benar-benar Atun butuhkan.” Jawab Jihan sambil menyunggingkan bibirnya dengan lembut.
“Terimakasih Jihan, aku ingin pinjam buku tentang SKI ya!” Seru Atun dengan girangnya. SKI merupakan singkatan dari Sejarah Kebudayaan Islam. Kebetulan sekali malam ini Atun kegiliran kelas SKI bersama Jihan dan mereka mendapat tugas dari Pak Nazzarudin tentang dakwah Islam dalam beberapa periode.
“Aku juga dipinjami komik Doraemon oleh Jihan. Ternyata kakaknya Jihan suka sama Doraemon juga.” Sarah dengan girang ikut dalam pembicaraan Jihan dan Atun. Begitu pula dengan teman-teman Jihan yang lain seperti, Ica, Anik, Zahra, dan Amel. Ada yang meminjam buku Matematika, Biologi, Sastra dan Bahasa Indonesia, Amsilati atau Keagamaan, Tauhid, BTQ atau Baca Tulis Al-Qur’an dan lain sebagainya.
Malam harinya benar saja Pak Nazzarudin menagih tugas SKI para siswa dan siswi. Tak lama kemudian Pak Nazzarudin dengan fostur tubuh tinggi kecil dan kulit hitam asli dari Gorontalo ini melanjutkan ceritanya tentang dakwah Rosululloh sampai para siswa mulai dihantui rasa kantuk yang luar biasa dari cerita Pak Nazzarudin yang begitu mengninabobokan para siswa.
“Alloh Subhanahu Wata’ala berfirman dalam Qur’an Surah Al-Mudatsir ayat satu sampai tujuh dan Qur’an Surah Al-Alaq ayat satu sampai lima.” Seru Pak Nazzarudin dengan lantangnya dan membuat siapapun terbangun dari rasa kantuknya.
“Selalu saja mengerti kalau kita perlu dibangunkan ya, Jihan. Hihi.” Ujar Atun yang sama-sama kaget dengan suara lantang Pak Nazzar.
“Iya, Pak Nazzar selalu ada saja cara agar siswa tidak ngantuk. Hehe”Jihan setuju dengan pernyataan Atun.
Akhirnya, mereka diberikan lagi tugas untuk menghafal Q.S Al-Mudatsir dan Al-Alaq. Dengan cekatan para siswa langsung mendekati siswa yang lain untuk membantu dalam proses hafalan surat ini. Hingga akhirnya semua kegiliran dan selesailah sudah pelajaran SKI malam ini.
Sementara diluar sudah ada Agung yang sepertinya sedang kebingungan mencari sesuatu. Sampai akhirnya ia dikejutkan oleh Jihan dan Atun.
“Eh... ada Jihan dan Atun.” Sapa Agung yang terlihat kaget.
“Gung, sedang apa kamu disini ? bukannya kamu di kelas Amsilati dengan Sarah ?” Tanya Atun heran.
“Iii...iya Tun, aku sedang menunggu Achmad.” Jawab Agung dengan suara yang gemetaran.
“Loh, tadi kan Achmad menyusulmu ke kelas Amsilati!” Seru Jihan yang sama herannya dengan Atun.
“Oh.. rupanya begitu ya Jihan.” Agung terlihat semakin gugup. Kemudian datang Sarah dari belakang Agung dan menepuk pundak lelaki yang tengah kebingungan itu.
“Adaaaaaawww....” Agung begitu kaget.
“Agung, mana surat yang diberikan Dean padaku ?” Tanya Sarah geregetan.
“Aduh, Sarah, hampir saja jantungku copot! Jangan mengagetkan begitu dong kalau datang. Yang baik itu mengucapkan salam!” Seru Agung dengan lantang.
“Oke! Assalamualaikum cantik.” Seru Sarah pada semuanya.
“Waalaikumussalam juga cantik.” Seru Jihan dan Atun
“Loh ? Agung, kenapa kamu malah tidak menjawab salamku ?” Tanya Sarah dengan mata menyipit.
“Aku kan ganteng Sarah, bukannya cantik.” Suara Agung terdengar kurang yakin.
“Ganteng kelindes truk semen kali. Ha ha ha.” Seru Atun dengan nada yang memastikan.
“Sudah-sudah, sebenarnya ada apa agung kemari ?” Jihan mencoba meredakan keadaan dengan suaranya yang lembut.
“Sebenarnya, aku kemari ingin memberikan surat dari Deandra untuk kamu Jihan.” Agung menjelaskan dengan mantap.
“Oh rupaya dia mengirimku surat. Mengapa dia tidak menemuiku saja Gung ?” Tanya Jihan bingung.
“Ehem.. ehem ..”Suara dua bocah cantik itu membuat Jihan tersenyum malu.
“Yasudah, Jihan, bacanya nanti dikostan saja yah! Aku sudah ngantuk.” Ujar Sarah sambil menarik tangan Jihan dan Atun pergi.
“Baiklah. Kita pulang dulu ya Gung. Assalamualaikum.” Jihan berkata sambil berjalan pergi.
“Waalaikumsalam cantik.”
Sesampainya di kostan, Jihan segera membuka surat yang diberikan oleh Deandra padanya. Sementara itu, Sarah langsung ke kamar kecil untuk membasuh mukanya setelah seharian ia berada di udara bebas yang penuh dengan polusi.
Dari Deandra
Untuk Jihan
Jihan, maaf aku malah mengirimmu surat dan bukannya bertemu langsung. Aku ingin sedikit berpuisi untukmu Jihan. Seandainya aku bisa membacakan puisi ini pada saat Muhadarah, khusus kubuat untukmu Jihan.
Indah Sore Itu
Indah sore itu, bukan karena langit senja yang berwarna jingga
Indah sore itu, bukan karena birunya samudera dibatas bola mata
Indah sore itu adalah cantik wajahmu dibalik jilbab putihmu
Indah sore itu adalah cokelat matamu yang pancarkan pesona
Indah sore itu adalah Kamu, cantik!
Selepas membaca surat itu, Jihan langsung tersenyum dan sedikit menitikkan air mata. Segera ia membuka kotak suratnya didalam lemari kayunya. Membuka perlahan-lahan, memastikan kotak suratnya tidak berisi apapun. Ia mencoba melipat kertas yang diberikan Deandra padanya sesuai dengan lekukan kertas mungil itu. Ia memasukannya dengan lembut kedalam kotak suratnya yang ternyata didalamnya terselip kertas mungil berwarna coklat yang lebih tebal dari kertas yang sedang ia pegang erat. Perlahan ia menyimpan surat dari Dean dan ia segera mengeluarkan kertas coklat yang sudah sangat usang dan berdebu.
“Itu apa Jihan.” Sarah yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung terjun ke arah dimana Jihan berada.
“Entahlah.” Jihan menjawab singkat dan langsung membuka lipatan kertas coklat itu. Dibacanya perlahan kalimat-kalimat yang tertulis di kertas itu.
“Kak Reihan.” Serunya dengan terkejut.
“Kenapa kakakmu Jihan ?” Tanya Sarah turut kaget.
“Tidak apa-apa Sar, aku ingat surat dari kakakku Reihan.” Jihan mencoba menenangkan dirinya dan Sarah.
“Kau tahu, kakakku semasa hidupnya begitu bahagia. Aku ingin menjalani hidup semudah yang kakakku lakukan. Dibalik senyumnya, selalu ia menampakkan kasih sayangnya untuk keluarga dan teman-temannya.”
Sarah hanya dapat mengunci bibirnya untuk mendengarkan Jihan yang begitu berbinar dalam kesedihannya kehilangan sosok yang ia cintai.
“Kak Reihan yang lucu, pipinya yang terlalu cabi selalu menutupi matanya ketika ia tertawa bersamaku dan adik-adikku. Betapa kebahagiaan itu ingin kudapatkan kembali.” Jihan mulai mengalirkan air matanya. Sarah memeluknya dan turut menangis disamping Jihan.
“Andai saja saat itu, aku dapat mengatakan betapa aku mencintai kak Reihan, betapa aku menyayangi dia. Sayangnya aku dapat mengatakan itu ketika ia sudah tertutupi kain putih. Aku sayang kak Reihan, aku merindukan dia Sarah. Aku ingin menyusul kak Reihan di surga kelak.” Jihan menangis tersedu-sedu dipundak Sarah. Jilbab merah mudanya mulai basah diman-mana. Malam itu, malam yang penuh kerinduan bagi seorang perempuan bertubuh mungil yang kehilangan sosok kakak tiga tahun silam, dan ia sangat mencintainya.
Pagi hari ini sangat cerah. Jihan bangun dan tidak menyadari matanya merah dan kelopak matanya bengkak. Sarah yang tengah kebingungan mencari kaus kaki dan sepatu kets nya akhirnya meminta bantuan Jihan yang saat itu tengah sarapan pagi di kostannya yang tak jauh dari kampus SMA-nya.
“Jihan, bantu aku dong. Ak sudah tidak tahu harus mencari kemana lagi. Please, tolong bantu. Sur’ah.” Wajah Sarah yang puting sudah mulai merah.
“Iya Sarah, sebentar. Coba kamu cari di kamar mandi, siapa tahu ada disana.” Ujar Jihan yang masih merapikan perabot makannya.
“Alhamdulillah, Sukran ya Alloh. Akhirnya kaus kakiku ditemukan juga.” Sarah kegirangan.
Pagi itu mereka berangkat kesekolah dengan semangat pagi yang cerah. Seperti biasa, pada hari Jum’at dan Sabtu mereka selalu menggunakan bahasa Inggris dalam situasi apapun selama berada di sekolah.
“Morning all.” Ucap Sarah yang berlari ke tempat duduknya disamping Anik.
“Morning.” Anik tersenyum dan segera memberinya tempat duduk yang nyaman.
Usai pelajaran dimulai, Jihan, Sarah, Atun, Anik, Amel, Zahra dan Ica berkumpul dihalaman belakang sekolah. Di tempat itu suasananya begitu indah, nyaman, dan sejuk. Mereka selalu meluangkan waktunya ditempat ini. Mereka selalu menginginkan, andaikan mereka dapat belajar ditempat ini.
“Aku ingin bertanya pada kalian.” Anik mulai memecahkan suasana yang sunyi.
“Apa ?” Tanya Amel
“Kalian pernah baca novel yang berjudul “The little girl at the window” ?” Anik berkata dengan tenang.
“Yah, aku pernah.” Jawab Jihan terseyum.
“Sarah juga pasti sudah baca kan ?” Atun mencoba melirik Sarah dengan cekatan.
“Hampir mau, tapi saat itu sedang banyak ujian, jadi ya belum sempat.” Jawab Sarah seddikit malu.
“Lantas, ada apa dengan novel itu ?” Tanya Zahra yang dari tadi hanya diam.
“Novel itu bercerita tentang seorang anak kecil yang dikeluarkan pada saat ia masih dibangku kelas 1 SD.” Jelas Jihan dengan mantap.
“What ? Baru kelas satu SD sudah dikeluarkan ?” Zahra begitu terkejut.
“Mungkin anaknya bandel kali.” Ujar Atun.
“Bukan bandel, Tun. Justru menurutku dia anak yang cerdas. Hanya saja dia kurang tepat ditempatkan disekolah yang begitu penuh dengan aturan.” Jihan menambahkan.
“Tapi sekolah itu kan memang harus memiliki peraturan.” Ucap Amel.
“Yah, tapi untuk apa banyak aturan kalau akhirnya banyak yang melanggar karena menuntut suatu kebebasan ?” Jelas Jihan.
“Yah, gadis kecil itu dipanggil Totto-chan.” Jawab Anik.
“Betul, dia sangat menyukai hal-hal yang selalu dilakukan orang dewasa. Dia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Dan, menurutku itulah yang menyebabkan ia dikeluarkan dari sekolanya.” Jihan menjelaskan lagi. Sayangnya bel masuk telah berbunyi nyaring dan mereka terpaksa harus pergi ke kelas. Di perjalanan menuju kelas, tiba-tiba Deandra datang pada Jihan. Ia mengajaknya untuk pergi keluar malam ini, Jihan setuju dan anak-anak yang lainnya mulai bersurak ria.
Malam harinya, benar saja Dean datang dengan sepedanya dan mengajak Jihan ke acara pasar malam di taman dekat sekolahnya. Jihan menceritakan kerinduannya kepada kakakknya Reihan sampai-sampai matanya harus merah dan bengkak, ia juga menceritakan kematian kakakknya disebabkan demam berdarah yang telat ditangani. Kak Reihan tinggal di pondok pesantren, Gontor, Tebu Ireng. Saat ia hendak mengikuti Tilawah pada malam Jumat, tiba-tiba ia pingsan dan wajahnya sangat pucat. Para rois datang dan segera membanya ke kobong Damaskus, namun sayangnya mereka tidak segera membawanya ke Dokter atau rumah sakit, karena menurut mereka Kak Reihan hanya sakit demam biasa. Setelah satu hari didiamkan, akhirnya pihak pesantren menelpon orang tua Kak Reihan dan meminta untuk segera dibawa kerumah sakit. Akhirnya orang tua Kak Reihan segera pergi ke Tebu Ireng, dan disana sudah didapati tubuh Kak Reihan terbujur kaku.
“Sebelumnya, Kak Reihan meminta kami sekeluarga untuk berfoto di studio, sayangnya waktu itu Abah sedang banyak tamu. Dan kami tidak sempat berfoto bersama.” Jelas Jihan sambil menahan isak tangis.
“Sabar ya, Jihan. Aku turut berduka cita, kupikir Kak Reihan masih ada.” Ucap Dean dengan menyesal.
“Iya, terima kasih ya Dean.”Jihan kembali tersenyum
Mereka begitu menikmati malam itu, hingga beberapa saat kemudian.
“Jihan, aku pergi kebelakang sebentar ya.” Ucap Deandra sambil menyunggingkan bibirnya.
“Iya, silakan Dean.” Jawab Jihan dengan mantap.
“Assalamualaikum cantik.” Ucap Deandra dan pergi.
Tiba-tiba saja saat itu Sarah, Atun, Amel, Anik, Zahra, Ica, Agung dan Achmad datang ke pasar malam menyusul Jihan. Jihan yang saat itu tengah menikmati jagung bakarnya dengan lahap begitu terkejut melihat teman-temannya ada di hadapannya.
“Jihaan .....” Seru mereka serempak.
“Kalian ada apa kemari ? kenapa kalian menangis seperti itu ?” Tanya Jihan dengan heran.
“Deandra Jihan, Deandra.!” Ucap Agung terisak-isak menahan tangis.
“Ada apa dengan Deandra ?” Tanya Jihan semakin heran.
“Tadi saat diperjalannya menuju kostan kamu Deandra kecelakaan tabrak lari Jihan, dia tidak tertolong.” Jelas Achmad.
Jihan melihat mata mereka dengan tatapan kosong dan penuh heran, jagung bakar yang diberikan oleh Deandra jatuh ketanah. Jihan benar-benar bingung.
“Tapi, baru saja aku berbicara panjang lebar dengan Deandra. Dia ada disini. Aku akan mencarinya dan membawanya pada kalian.” Jelas Jihan, ia berlari mencari Deandra.
“De.. Dean... Dean ..” Jihan berusaha mencarinya ke semua tempat, bahkan ke semak-semak yang ada diseleliling halaman.
“Deandra sudah pergi Jihan.” Jelas Sarah.
“Tapi bagaimana mungkin ?” Jihan menangis atas semua kenyataan ini.
Akhirnya mereka pergi ke rumah sakit dan disana mereka segera bertemu dengan keluarga Deandra. Deandra akan dimakamkan di Jakarta, dimana dia tinggal. Jihan dan teman-teman yang lainnya tidak kuasa menahan tangis. Mereka izin sekolah untuk menyaksikan prosesi pemakaman Deandra.
Diperjalanan dalam ambulan, Jihan sangat ingat sekali malam hari tadi begitu indah, dimana ia bercerita, bahwa ia begitu mencintai ayahnya. Beliau suka mengajak Deandra dan adik perempuannya Elisa, jalan-jalan dan mengamati irama alam. Mengajaknya ke sebatang pohon besar dan menunjukan bagaimana daun-daun dan cabang-cabang bergoyang ditiup angin, menunjukkan hubungan antara daun-daun, cabang-cabang, dan batang pohon dan bagaiman gerakan daun-daun berbeda tergantung pada kuat-kuatnya angin. Jihan juga masih teringat satu kata yang diucapkan Deandra, “Assalamualaikum Cantik”.
Beberapa hari setelah Dean pergi, Jihan membuka kembali lipatan-lipatan kertas yang ada di kotak suratnya. Ia mencoba memikirkan satu hal untuk ia kerjakan. Dan ia berniat untuk membalas surat surat dari orang-orang yang mencintainya sebagaimana ia mencintai mereka.
Untuk kalian di Surga yang aku cintai.
Untukmu, kakakku tersayang Reihan.
Senyumanmu yang selalu aku rindukan kini telah aku temukan kembali dan itu akan selalu ada mengisi hari-hariku yang cerah secerah wajah cantikmu kakak. Aku selalu merindukanmu. Semangatmu, selalu aku banggakan.
Untukmu, Deandra.
Terimakasih karena kamu selalu ada untukku menyemangatiku dan selalu membuatku tersenyum malu. Aku akan selalu mengingatmu Dean.
Kita akan bertemu di syurga-Nya kelak
tamat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H