Shocked emotional young (Freepik.com)
Pernahkah Anda merasa tertekan untuk memiliki barang-barang branded terbaru atau mengikuti tren gaya hidup tertentu? Fenomena gengsi gaya hidup di kalangan anak muda kota besar semakin meluas, menciptakan tekanan sosial yang sulit dihindari. Dalam dunia yang dipenuhi dengan media sosial dan iklan yang glamor, banyak anak muda merasa terjebak dalam perlombaan untuk menunjukkan status dan prestise. Gengsi gaya hidup yang terlalu dipaksakan dan FOMO (fear of missing out) telah menjadi beban bagi banyak anak muda, menghambat mereka untuk mencapai potensi sebenarnya.
Definisi Gengsi dan FOMO
Gengsi adalah dorongan untuk menunjukkan status sosial melalui kepemilikan barang atau pengalaman tertentu, sementara FOMO adalah perasaan cemas bahwa orang lain mungkin memiliki pengalaman yang lebih baik. Dalam konteks gaya hidup anak muda, ini sering terlihat dalam keinginan untuk memiliki gadget terbaru, berlibur ke tempat-tempat eksotis, atau mengikuti tren fashion tertentu. Misalnya, banyak anak muda merasa perlu untuk membeli smartphone terbaru hanya untuk dapat dianggap "kekinian" oleh teman-teman mereka. FOMO biasanya tidak terlepas dari media sosial dikarenakan pada zaman sekarang, kita dapat dengan mudah mendapatkan segala informasi yang berada di media sosial dan seperti yang kita ketahui bahwa rata-rata pengguna media sosial adalah remaja. Hal ini didukung berdasarkan riset dari APJII (2022) yang menemukan bahwa terdapat 905 responden dari kelompok usia 13-18 tahun dan terdapat 1.124 responden dari pelajar mahasiswa.
Dampak Negatif Gengsi Gaya Hidup
Tekanan finansial merupakan salah satu dampak paling nyata dari gengsi gaya hidup. Banyak anak muda terjebak dalam utang karena mencoba memenuhi ekspektasi sosial yang tidak realistis. Selain itu, dampak psikologis seperti kecemasan dan depresi juga sering dialami oleh mereka yang terlalu fokus pada penampilan dan gaya hidup. Hubungan sosial pun bisa rusak; persahabatan dapat menjadi kompetisi yang melelahkan ketika setiap orang berusaha menunjukkan siapa yang lebih "keren" atau "sukses."
Analisis Penyebab
Media sosial memperkuat persepsi tentang gaya hidup ideal, menciptakan tekanan untuk tampil sempurna di depan publik. Iklan dan pemasaran juga berperan besar dalam membentuk keinginan konsumen; mereka menjual bukan hanya produk, tetapi juga gaya hidup yang tampaknya sempurna. Lingkungan sosial, termasuk pengaruh teman sebaya dan keluarga, semakin memperburuk situasi ini dengan menanamkan nilai-nilai materialisme.
Alternatif Gaya Hidup yang Lebih Sehat
Agar tidak terjebak dalam siklus ini, penting bagi kita untuk menemukan kebahagiaan sejati. Merenungkan kembali nilai-nilai hidup yang sebenarnya penting---seperti kesehatan, hubungan, dan pengembangan diri---dapat membantu kita membangun identitas diri yang lebih kuat. Membangun minat dan passion sendiri juga dapat memberikan kepuasan yang lebih mendalam daripada sekadar mengikuti tren. Selain itu, konsumsi yang bijak---memilih barang dan jasa dengan hati-hati---dapat membantu kita menghindari jebakan konsumerisme yang berlebihan.
Dalam kesimpulan, gengsi gaya hidup dan FOMO telah menciptakan tantangan besar bagi banyak anak muda. Dengan menyadari dampak negatif dari kedua fenomena ini, kita dapat mulai melakukan perubahan dalam cara kita menjalani kehidupan sehari-hari. Mari kita berani keluar dari zona nyaman dan membangun kehidupan yang autentik dan bermakna. Dengan menyadari dampak negatif gengsi dan FOMO, kita dapat membangun masa depan yang lebih baik bagi diri sendiri dan generasi mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H