Lao Tzu oleh sebagian orang dianggap sebagai tokoh di dalam legenda yang keberadaannya masih diragukan. Namun sebagain lagi percaya bahwa Lao Tzu adalah tokoh sejarah yang benar-benar ada. Lao Tzu mengarang sebuah karya sastra penting dalam perkembangan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Tiongkok. Dari ribuan karya sastra yang pernah ditulis di Tiongkok, satu-satunya karya yang paling banyak diterjemahkan, dan dibaca di luar negara itu adalah Tao Te Ching, yang berarti "Jalan Klasik dan Kekuatannya", karangan Lao Tzu. Naskah Tao Te Ching adalah inti dari ajaran Tao, yang mengajarkan mengenai konsep alam, dan kekuasaan alam. Ajaran Tao berpandangan bahwa setiap orang tidak boleh melawan alam, tetapi harus sepenuhnya percaya pada alam, dan bekerja memanfaatkan alam dengan sebaik-baiknya. Manusia harus meyakini bahwa hidup berdampingan dengan alam akan memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka.
Beberapa pendapat percaya bahwa Lao Tzu hidup lebih dahulu dibandingkan Konfusius. Tetapi Konfusius hidup sekitar abad ke-6 SM, dan jika melihat isi dari Tao Te Ching, para ahli tidak sepenuhnya mempercayai hal tersebut. Mereka lebih percaya bahwa Lao Tzu hidup sekitar tahun 320 SM, jauh setelah masa Konfusius menyebarkan ajarannya.Â
Pendapat itu menimbulkan banyak perdebatan mengenai waktu penulisan naskah Tao tersebut, bahkan keberadaan Lao Tzu sendiri. Namun dari banyaknya perdebatan yang ada, perlu diyakini bahwa tokoh Lao Tzu adalah benar adanya. Jika ada yang menyebutkan ia lahir sebelum Konfusius, maka itu semata-mata hanyalah keinginan pihak tertentu, terutama di antara para filsuf Taois, agar tokoh ini dianggap lebih awal memberikan pengaruh dibandingkan Konfusius.
Penulis-penulis masa awal Tiongkok, seperti Konfusius (abad ke-5 SM), Mo Ti (abad ke-5 SM), atau Mencius (abad ke-4 SM), tidak pernah sekalipun menyebutkan naskah Tao Te Ching atau Lao Tzu di dalam setiap karyanya. Hal itu semakin menguatkan bahwa Lao Tzu tidak dilahirkan sezaman ataupun sebelum hadirnya mereka. Barulah pada tahun 300 SM, seorang filsuf bernama Chuang Tzu menyebutkan Lao Tzu berulang kali dalam karyanya. Ada sumber lain yang semakin menguatkan keberadaan tokoh filsuf ini, menyebutkan Lao Tzu hidup di Tiongkok bagian Utara.
Lao Tzu bekerja sebagai ahli sejarah, dan kurator arsip resmi pemerintahan dinasti Chou. Lao Tzu dipercaya bukan nama asli dari tokoh filsuf ini, tetapi lebih sebagai gelar kehormatan. Lao Tzu memiliki arti Guru Besar.Naskah Tao Te Ching sangatlah pendek, hanya terdiri dari 6000 karakter, atau bahkan kurang, ditulis dalam bahasa China yang hanya berisi beberapa lembar saja. Walaupun hanya terdiri dari sedikit lembaran, isi yang terkandung dalam naskah Tao Te Ching sangatlah padat, dan benar-benar membuka jalan pemikiran mereka yang membacanya.Banyak pemikir Taois yang menggunakan karya Lao Tzu sebagai dasar pemikiran mereka. Konfusius memang lebih banyak dianut oleh masyarakat Tiongkok, namun Lao Tzu sangat dihormati oleh para penganut Konfusius. Ajaran Taois pun telah mempengaruhi perkembangan filosofi Budha China khususnya Budha Zen
Taoisme (juga dikenal sebagai Daoisme) adalah filosofi Tiongkok yang dikaitkan dengan Lao Tzu (500 SM) yang berkembang dari agama rakyat terutama di daerah pedesaan Tiongkok dan menjadi agama resmi negara di bawah Dinasti Tang. Oleh karena itu, Taoisme adalah filsafat dan agama.
Agama ini menekankan untuk melakukan apapun secara alami dan "mengikuti arus" sesuai dengan Tao (atau Dao), kekuatan kosmik yang mengalir melalui semua hal untuk mengikat dan melepaskannya. Filsafat tumbuh dari ketaatan pada alam, dan agama berkembang dari kepercayaan pada keseimbangan kosmik yang dipelihara dan diatur oleh Tao. Tidak termasuk praktik seperti leluhur dan pemujaan roh, tetapi kedua prinsip ini diamati oleh banyak penganut Tao saat ini dan telah berlangsung selama berabad-abad
Taoisme memberikan pengaruh besar selama Dinasti Tang (618-907 M) dan Kaisar Xuanzong (memerintah 712-756 M) menetapkannya sebagai agama nasional Tiongkok. Dia mengamanatkan bahwa orang menyimpan tulisan Tao di rumah mereka. Kendati Dinasti Tang menurun dan digantikan oleh Konfusianisme dan Buddhisme, Tao masih dipraktikkan di seluruh Tiongkok dan negara-negara lain hingga saat ini.
Sejarawan Sima Qian (145-86 SM) menceritakan kisah Lao-Tzu, seorang kurator di Perpustakaan Kerajaan di negara bagian Chu, yang merupakan seorang filsuf. Lao-Tzu percaya pada keselarasan segala sesuatu dan bahwa orang dapat hidup bersama dengan mudah jika mereka hanya mempertimbangkan perasaan satu sama lain sesekali dan menyadari bahwa kepentingan diri mereka tidak selalu menjadi kepentingan orang lain.
Lao-Tzu menjadi tidak sabar dengan orang-orang dan dengan korupsi yang dia lihat di pemerintahan, yang menyebabkan orang-orang begitu menderita dan sengsara. Dia sangat frustrasi dengan ketidakmampuannya untuk mengubah perilaku orang sehingga dia memutuskan untuk pergi ke pengasingan.
Saat dia meninggalkan Tiongkok melalui celah barat, penjaga gerbang Yin Hsi menghentikannya karena dia mengenalinya sebagai seorang filsuf. Yin Hsi meminta Lao-Tzu untuk menulis buku untuknya sebelum dia meninggalkan peradaban selamanya dan Lao-Tzu setuju. Dia duduk di atas batu di samping penjaga gerbang dan menulis Tao-Te-Ching (Kitab Jalan). Dia berhenti menulis ketika dia merasa telah selesai, menyerahkan buku itu kepada Yin Hsi, dan berjalan melewati celah barat untuk menghilang ke dalam kabut di baliknya. Sima Qian tidak melanjutkan cerita setelah ini tetapi, mungkin (jika cerita itu benar) Yin Hsi akan menyalin dan menyebarkan Tao-Te-Ching.