Sebagai orang awam, sudah sepatutnya kita mendengarkan omongan orang yang lebih berilmu, karena semakin banyak kita mendengar semakin banyak juga ilmu yang bisa kita dapat. Namun ada sebuah peraturan tak tertulis, satu hal yang diyakini orang pada umumnya yang tidak saya setuju : "bahwa omongan orang yang dianggap pintar pasti adalah benar dan tak perlu di pertanyakan lagi"
Padahal oang yang selalu di percaya setiap ucapannya memiliki tanggung jawab yang berat karena dia adalah panutan dan jika mengajarkan hal yang salah maka dia mesti ikut bertanggung jawab atas setiap keyakinannya (yang adalah kesalahan) yang di ikuti dan di praktekkan oleh orang lain. Contoh orang orang macam itu adalah : pemuka agama.
Seringkali kita mendiskusikan atau sharing hukum atas sesuatu dari sudut pandang agama, tentang baik dan buru juga benar dan salahnya dan kalimat andalan yang sering terlontar untuk mempertahankan argumen kita "kata ulama, hukumnya begini begini begini berdasarkan ayat sekian sekian sekian" dan yang bersangkutan dengan yakin mengatakan bahwa itu adalah benar "hanya" karena yang mengatakan adalah seorang pemuka agama.
Bukan bermaksud sok pinter dan saya akui bahwa ilmu agama saya tidak ada seujung kukunya dari mereka yang digelari pemuka agama. Namun saya memiliki keyakinan bahwa setiap ucapan orang (bahkan mereka yang dianggap pintar) mesti di cerna lebih dulu dengan akal pikiran dan hati nurani sebagai pedoman yang Tuhan berikan sebelum menyimpulkannya sebagai kebenaran. Pemuka agama tetaplah manusia biasa yang tak lepas dari dosa dan khilaf.Â
Contoh kecil saja : ada perbedaan pendapat  tentang hukum rokok, ada yang mengatakan haram, makruh juga syubhat
Dan saya yakin pemuka agama yang merokok tidak akan berani mendukung fatwa haram pada rokok meski dilihat dari sisi manapun rokok tidak ada kebaikannya malah hanya akan merusak kesehatan baik orang yang merokok atau orang lain yang ikut menghisap rokoknya. Saya kira hal ini cukup untuk mengkategorikan rokok sebagai hal yang haram namun Ulama yang merokok akan mencari cari alasan untuk tidak mengharamkannya. Sama halnya dengan seorang koruptor yang tidak setuju hukuman mati bagi koruptor dengan alasan HAM meski jelas sekali hal tersebut merugikan banyak orang. Lucunya, orang orang yang berguru ilmu kepadanya atau yang tergabung dalam jemaatnya biasanya akan mengiyaan pendapat gurunya tanpa dipikir lagi benar salahnya.
Ibaratnya, dua buah pondasi yang sama persis bisa dibangun menjadi dua bangunan yang secara fisik berbeda. baik dari jumlah lantai, desain dinding juga pintu dan jendelanya ataupun bentuk atap sesuai dengan keinginan arsiteknya
Begitu juga ayat Tuhan, sebuah ayat yang sama bisa di terjemahkan berbeda tergantung dari sudut pandang seseorang dan bisa jadi dicocok cocokkan untuk membenarkan kepentingan pribadinya sendiri. Sangat manusiawi :P
Menurut saya kebenaan bukanlah apa yang dikatakan orang yang dianggap pintar. Kebenaran adalah kesimpulan dari diskusi antara akal pikiran dan hati nurani berdasarkan beberapa pendapat orang berilmu akan suatu hal dan kitalah sendirilah yang akan bertanggung jawab atas setiap kebenaran yang kita yakini :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H