Mohon tunggu...
Risno Ibrahim
Risno Ibrahim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Orang Biasa

Calamus Gladio Fortior.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kampung: Akar yang Menopang, Rindu yang Menguatkan

28 November 2024   19:20 Diperbarui: 28 November 2024   19:31 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto pohon mangga tertua di kampung Laala. Sumber tag pribadi

Namun, kampung juga mengajarkan keberanian untuk merindu. Ketika kita dewasa dan dunia membawa kita jauh dari kampung halaman, kita sering kali merasa kehilangan bagian dari diri kita. Rindu itu datang dalam bentuk-bentuk kecil—aroma tanah basah setelah hujan, suara jangkrik di malam hari, atau bayangan jalan setapak yang sering kita lalui.  

Rindu pada kampung adalah rindu pada bagian hidup yang paling jujur. Ia adalah kerinduan pada saat-saat ketika kita belum mengenal rumitnya dunia, ketika hidup terasa cukup hanya dengan bermain bersama teman-teman di bawah pohon besar, atau berbagi nasi hangat di beranda rumah.  

Namun, kampung juga mengajarkan bahwa rindu adalah bagian dari keberanian untuk melangkah. Kita belajar bahwa melepaskan kampung bukan berarti melupakan, tetapi membawa esensinya ke dalam kehidupan kita yang baru. Dalam setiap langkah yang kita ambil, kampung tetap ada—sebagai akar yang menjaga kita tetap teguh, sebagai suara lembut yang mengingatkan kita untuk selalu kembali pada nilai-nilai dasar kehidupan.  

Kenyataan hidup sering kali tidak seindah cerita masa kecil di kampung. Dunia di luar sana penuh dengan tantangan, persaingan, dan kehilangan. Namun, kampung memberi kita bekal untuk menghadapi semua itu.  

Kesederhanaan kampung mengajarkan kita untuk bersyukur atas apa yang ada, tanpa terus-menerus mengejar apa yang tidak kita miliki. Kebersamaan di kampung mengingatkan kita bahwa kekuatan terbesar manusia adalah hubungan yang tulus dengan sesama. Keberanian yang tumbuh di kampung membuat kita mampu menghadapi kenyataan dengan hati yang tegar.  

Kampung adalah pondasi. Ia adalah tempat di mana kita pertama kali memahami kehidupan, di mana kita belajar untuk menerima, untuk bertahan, dan untuk bangkit. Ketika dunia mencoba mengguncang kita, kampung adalah jangkar yang menjaga kita tetap teguh.  

Kampung masa kecil tidak pernah benar-benar hilang. Ia selalu ada, bersembunyi dalam ingatan, dalam nilai-nilai yang kita bawa, dan dalam cara kita menjalani hidup. Kampung adalah rumah pertama, tempat di mana kita belajar menjadi manusia.  

Dalam perjalanan hidup yang penuh liku, kampung adalah pelabuhan terakhir. Ketika dunia menjadi terlalu keras, terlalu asing, kita selalu bisa kembali—bukan hanya secara fisik, tetapi juga dalam hati. Kampung adalah pengingat bahwa keberanian sejati lahir dari kesederhanaan, bahwa diri kita yang sejati ditemukan dalam akar yang tak pernah tercerabut.  

Pada akhirnya, kampung tidak hanya membentuk siapa kita, tetapi juga memberi kita kekuatan untuk menghadapi siapa kita akan menjadi. Kampung adalah pelajaran tentang hidup, tentang cinta, dan tentang keberanian. Dan dalam setiap langkah yang kita ambil, kampung selalu ada—sebagai tempat yang tidak pernah benar-benar kita tinggalkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun