Sebelum tinggal di Chiang Mai, Thailand, saya merasa tempe itu makanan biasa saja. Sering juga kalau menonton sinetron, diceritakan orang miskin itu makanannya sehari-hari cuma nasi dan tempe goreng dengan sayur yang kuahnya banyak. Berbelanja tempe 2000 Rupiah di tahun 2007 sudah mendapatkan tempe potongan besar yang terkadang sampai bosan mengolahnya. Apalagi jaman masih jadi anak kos, kalau uang kiriman sudah menipis, lauk telur dan tempe saja sudah cukup daripada cuma makan nasi saja.
Setelah sampai di Chiang Mai, barulah terasa kerinduan makan tempe. Seperti biasa, kita baru menyadari kehilangan sesuatu itu setelah sulit mendapatkannya. Tempe yang dulu dipandang sebelah mata di meja makan, menjadi sesuatu yang diimpikan kalau sedang lapar (berlebihan ya, hahaha). Setiap pulang ke Indonesia, ada keinginan untuk menikmati segala variasi masakan tempe. Ketika kembali ke Chiang Mai, tentunya tidak lupa membawa tempe yang masih mentah untuk dinikmati beberapa hari setelah pulang kampung.
Menurut Wikipedia, tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi  terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus.Â
Ada berbagai jenis tempe sebagai hasil fermentasi dari berbagai bahan lain yang bukan biji kedelai, dalam tulisan ini saya fokuskan pada tempe yang berasal dari biji kedelai. Tempe dari biji kedelai inilah yang saya kenal dari kecil, tempe yang sangat umum dijual di Indonesia dan sudah terkenal di seluruh dunia, akan tetapi sulit didapatkan di kota Chiang Mai.
Ketersediaan Tempe
Di Indonesia, tempe bisa dengan mudah dibeli di pasar atau di warung yang menjual bahan mentah. Harganya juga bervariasi, tapi tentunya tetap lebih terjangkau dibandingkan dengan harga daging. Harga tempe di Indonesia pernah menjadi agak mahal ketika harga biji kedelai naik. Tentu saja kenaikan harga biji kedelai akan mempengaruhi harga tempe, karena biji kedelai merupakan bahan baku dari pembuatan tempe.
Thailand lokasinya cukup dekat dari Indonesia dan ada banyak makanan olahan dari biji kedelai. Â Di Thailand ada banyak orang vegetarian. Ada berbagai jenis tahu dan susu dari biji kedelai yang bisa dibeli di sini. Namun sepertinya mereka belum mengenal tempe seperti kita di Indonesia mengenal tempe, sehingga tidak mudah menemukan produk tempe di Thailand.
Memang tempe ini rasanya unik, tidak semua orang langsung bisa suka ketika memakannya. Tapi kalau sudah tahu rasanya (dan manfaatnya), sebagian besar orang akan mencari tempe lagi. Setiap kali bertemu dengan orang asing yang mengerti tempe itu makanan sehat, dan mengetahui saya dari Indonesia, mereka akan bertanya: "Kamu tahu di mana bisa membeli tempe di Chiang Mai?"
Di tahun 2007, ketika saya baru pindah ke Chiang Mai, tidak ada yang menjual tempe di sini. Beberapa cara untuk melepas rindu untuk mendapatkan tempe adalah dengan membawa dari Indonesia, memesan dari Bangkok (dari orang Indonesia yang membuat tempe sendiri di Bangkok), atau membuat tempe sendiri.
Di tahun 2008, akhirnya saya belajar membuat tempe sendiri. Awalnya saya pikir membuat tempe itu hal yang sulit. Â Ternyata, membuat tempe itu tidak sulit, cuma membutuhkan waktu dan memastikan lingkungan pembuatannya bersih supaya proses peragiannya sempurna.Â
Cara termudah untuk mendapatkan ragi tempe adalah dari tempe mentah, kita bisa mengiris tipis, mengeringkan, lalu menggilingnya menjadi bentuk bubuk. Cara lain yang pernah saya lakukan adalah dengan mengambil ragi yang menempel dari daun jati yang dipakai untuk pembuatan tempe sebelumnya (saya mendapatkan daun yang ada raginya dari mertua saya). Cara yang paling praktis tentu saja dengan membeli ragi yang sudah dijual dalam bentuk tepung. Pada masa itu, teman saya belum ada yang tahu di mana saya bisa membeli ragi tempe yang berbentuk tepung di Indonesia.