Mohon tunggu...
Risna Amalia
Risna Amalia Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

olahraga, dan menonton film

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Maraknya Pergaulan LGBT Memicu Meningkatnya Kasus HIV dan AIDS di Indonesia

1 Februari 2024   08:29 Diperbarui: 1 Februari 2024   08:32 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Maraknya isu gerakan Lesbian Gay Biseksual dan  Transgender  (LGBT)  pada  awal  tahun  2016 meresahkan  masyarakat,  sehingga  memunculkan wacana perlunya suatu pengaturan mengenai LGBT. Hubungan sesama jenis adalah suatu hubungan romantis, intim, dan seksual antara dua orang dari jenis sama. Hubungan sesama jenis dapat meningkatkan penularanan HIV dan AIDS, dua penyakit yang sangat parah dan memicu stigma negatif. Munculnya  komunitas  LGBT  secara  terang-terangan menuntut poin-poin di atas menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. 

Pihak yang pro  menyanjung  pelaksanaan  perlindungan  Hak Asasi  Manusia  (HAM)  yang  seharusnya  juga dilekatkan kepada kaum LGBT. Selama ini kaum LGBT tidak pernah mendapatkan perhatian, apalagi kekerasan  karena  identitasnya,  selama  ia  dapat memenuhi fungsi sosial yang dituntun oleh norma masyarakat. Banyak masyarakat yang menganggap orientasi  seksual  sebagai  urusan  pribadi  setiap individu  yang  tidak  perlu  dicampuri  oleh  orang lain, meski tidak sedikit yang menjadikannya topik pembicaraan.  Akan  tetapi,  tidak  seperti  konflik antarumat beragama, tidak ada pengusiran terhadap orang dengan LGBT (USAID 2014:29).

Dengan maraknya hubungan sesame jenis maka Ketakutan   masyarakat   bukannya   tidak beralasan. Dalam laporan USAID dan UNDP (2014: 4)  disebutkan  bahwa  mobilisasi  gerakan  LGBT semakin mendapatkan dorongan dengan maraknya HIV pada tahun 1990-an, termasuk pembentukan berbagai organisasi di lebih banyak lokasi. Gay dan pria yang berhubungan dengan pria di negara-negara ekonomi lemah dan menengah terus memikul beban infeksi HIV dibandingkan populasi umum (Arreola dkk., 2015:228). HIV (Virus Imunodefisiensi Humas) adalah virus yang dapat merusak sel ketiga dalam tubuh seperti sel darah dan sel limfatik. HIV dapat diperoleh melalui kontak dengan cairan darah, semen, vaginal fluid, atau pre-semen dari orang yang mengalami penyakit ini. Kasus HIV dan AIDS di Indonesia senantiasa meningkat dari tahun ke tahun, bahkan Indonesia merupakan negara dengan penyebaran HIV dan AIDS tercepat di Asia (Yunanto dalam Ridwan, 2008).

Hubungan sesama jenis dapat meningkatkan penularanan HIV dan AIDS karena beberapa alasan. Pertama, hubungan sesama jenis dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit karena kesulitan dalam menggunakan kondom. Ketika hubungan sesama jenis dilakukan tanpa kondom, virus HIV dapat lebih mudah menyebar dari satu orang ke orang lainnya.

Kedua, hubungan sesama jenis dapat meningkatkan penularanan HIV dan AIDS karena kesulitan dalam mengontrol kesehatan seksual. Orang yang mengalami hubungan sesama jenis dapat menghadapi kesulitan dalam mengontrol kesehatan seksual karena tidak mengerti risiko terjadinya penyakit, tidak mengerti cara mencegah penyakit, dan tidak mengerti cara mengobatkan penyakit.

Ketiga, hubungan sesama jenis dapat meningkatkan penularanan HIV dan AIDS karena kesulitan dalam mencari informasi dan pengobatan. Orang yang mengalami hubungan sesama jenis dapat menghadapi kesulitan dalam mencari informasi dan pengobatan karena tidak memiliki akses ke informasi dan pengobatan yang sesuai, dan tidak memiliki dukungan dari keluarga dan komunitas.

Hubungan sesama jenis dapat meningkatkan penularanan HIV dan AIDS karena kesulitan dalam mengatasi stigma negatif. Orang yang mengalami hubungan sesama jenis dapat menghadapi kesulitan dalam mengatasi stigma negatif karena tidak memiliki dukungan dari keluarga dan komunitas, dan tidak memiliki akses ke pengobatan yang sesuai. Untuk menghindari penularanan HIV dan AIDS. 

Peran pekerja sosial dapat memuat rekomendasi untuk pengendalian LGBT dengan cara yang berbeda. Seperti menggunakan social case work dengan upaya pengembangan diri. Pengembangan diri dapat dilaksanakan di instansi atau lembaga sosial dengan bantuan guru, motivator, dan pekerja sosial sendiri. Lalu menggunakan pendekatan social group work. Pendekatan ini lebih mudah dan efektif karena individu mampu mengembangkan diri dan merasa diterima didalam kelompok. Di dalam kelompok, pekerja sosial hanya menjadi fasilitator yang menjaga jalannya kegiatan. Keseluruhan isi diskusi dikembalikan pada anggota dan pekerja sosial membebaskan setiap orang untuk berpendapat tanpa menyakiti perasan orang lain.

Kita harus menghapus stigma negatif terhadap orang yang mengalami hubungan sesama jenis. Kita harus menghormati dan memahami mereka, dan menghindari diskriminasi dan bullying. Kita juga harus membantu mereka dalam mencari informasi dan pengobatan. Hubungan sesama jenis dapat meningkatkan penularanan HIV dan AIDS, dan menyebabkan stigma negatif. Kita harus melakukan hubungan seksual dengan bijak dan menggunakan kondom, melakukan ujicoba untuk HIV dan AIDS secara rutin, dan menghapus stigma negatif terhadap orang yang mengalami hubungan sesama jenis. Kita juga harus menghormati dan memahami mereka, dan menghindari diskriminasi dan bullying. Jika kita melakukan hal ini, kita dapat menghindari penularanan HIV dan AIDS, dan menghapus stigma negatif terhadap orang yang mengalami hubungan sesama jenis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun