Dalam artikel ini membahas mengenai kesadaran masyarakat sebagai warga negara Indonesia, khususnya di Jawa pada tahun 1950-an dalam ketahanan sosial. Kajian dalam periode 1950-an tersebut berfokus pada aspek politik yang menyangkut percobaan sistem pemerintahan, isu-isu regionalisme dan krisis ekonomi yang berujung pada pergantian rejim kekuasaan. Dalam artikel ini menunjukkan bahwa terdapat suatu pola yang dapat dilihat dalam sudut pandang kontemporer merupakan bentuk dari ketahanan sosial masyarakat. Periode 1950-an tersebut merupakan masa-masa awal kemerdekaan Indonesia dengan kondisi usainya perang dunia II yang membutuhkan  pembangunan infrastruktur di berbagai bidang. Dalam kondisi struktur negara yang masih baru dan lemah seperti umur bibit jagung, masyarakat membuktikan dapat bertahan dan berpartisipasi dalam macam dimensi kehidupan sehari-hari dengan secara kolektif. Bentuk kesadaran kewarganegaraan tersebut di praktikan dalam bermacam bentuk seperti program-program filantropis, perkumpulan sosial dan aksi gerakan sosial secara kolektif. (Agus Suwignyo, 2018)
      Pada periode ini merupakan masa pembangunan pascaperang yaitu, perang Dunia II (1942- 1945) dan Perang Kemerdekaan (1945- 1949). Periode ini juga dapat dikatakan sebagai masa kritis karena adanya berbagai kondisi darurat seperti keterbatasan infrastruktur, minimnaya anggaran pemerintah dan nihilnya pengalaman sebagai bangsa yang baru tumbuh sebagai sebuah negara. Periode 1950-an merupakan tahun awal ketika pucuk pimpinan kekuasaan berupaya mewujudkan makna kemerdekaan Indonesia sejak di proklamasikan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1945. Upaya tersebut diantaranya berupa program-program pembangunnan nation building dan state building.[1]
      Elit negara atau birokrat pemerintah yang cenderung beranggapan bahwa rakyat belum/tidak memahami makna menjadi sebuah bangsa. Dalam bingkai program nation and state buliding 1950-an, massa rakyat digambarkan begitu aktif terlibat dan ikut berpartisipasi selama perang dalam merebut kemerdekaan 1945-1949. Pada tahun 1950-an elit negara menggambarkan bahwa massa rakyat pada tahun tersebut sebagai masyarakat yang pasif dan tidak ada semangat kebersamaan, kemudian mendapatkan stimulasi dari elit pemerintah untuk menggerakan massa dalam keaktifan dan keikutsertaannya dalam dinamika perjuangan.
      Elitelit politik maupun pemerintah tahun 1950-an menjadi cikal bakal dalam perumusan konsep tentang negara dan kewarganegaraan. Elit yang dimaksud adalah birokrat pemerintahan dan kaum intelektual publik yang berperan dalam membangun negara yang terekam dalam jejak baik itu arsip pemerintah maupun tulisan yang dimuat dalam koran-koran. Kaum elit pada tahun 1950-an menilai dan berasumsi bahwa massa rakyat Indonesia ssat itu buta terhadap ideologi artinya kebanyakan masyarakat Indonesia saat itu tidak tahu arti satu bangsa dan menjadi warga dari sebuah negara modern yang merdeka. Karena pola pikir masyarakat saat itu telah tertanam selama berabad-abad sebagai hamba dalam pola kawula-Gusti.
      Para elit negara bermaksud menstimulasi terhadap kesadaran masyarakat tentang status mereka sebagai warga negara. Program negara ini di rumuskan menjadi dua kunci yaitu persatuan dan auto-activiteit (prakarsa). Melalui program-program yang di stimulasi para elit pemerintah itulah menebarkan konsep kewarganegaraan menurut perspektif mereka untuk dijalani dan dilaksanakan oleh masyarakat. Masalah tersebsar yang terjadi pada gambaran masyarakat tahun 1950-an adalah berkembangnya hegemoni narasi negara mengenai kewarganegaraan. Masyarakat yang belum begitu memahami mengenai kewarganegaraan seakan dikendalikan oleh elit pemerintah dalam bingkai idealisme negara.
Â
Bentuk- bentuk praktik Kewarganegaraan tahun 1950-an yaitu:
Berdasarkan klasifikasi berita di berbagai surat kabar periode tersebut, diperoleh 4 bentuk besar partisipasi masyarakat.
Â
- Aktivitas untuk penguatan identitas kebangsaan                                                                               Â
Masa awal kemerdekaan Indonesia merupakan awal dari terbentuknya identitas kebangsaan. Upaya untuk menguatkan identitas kebangsaan ditempuh melalui tiga cara yaitu:
      1. Melalui kebijakan dan program-program pemerintah.