PENDAHULUAN
Arus  globalisasi  yang  sangat  pesat  bisa  menggerus  kebudayaan lokal  di  sebuah  negara (Amini dkk., 2020). Globalisasi telah mengubah cara kita berinteraksi dengan dunia dan membawa dampak besar terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang budaya. Proses ini memungkinkan pertukaran budaya antar negara berjalan lebih cepat dan lebih luas, sehingga menciptakan fenomena budaya global yang tidak bisa dihindari. Salah satu contoh fenomena yang paling mencolok adalah K-pop, genre musik asal Korea Selatan yang kini mendunia. K-pop tidak hanya menawarkan hiburan, tetapi juga memperkenalkan elemen-elemen budaya Korea yang semakin diterima dan diadaptasi oleh berbagai negara, terutama di kalangan generasi muda.
Globalisasi yang begitu cepat ini juga menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya krisis budaya lokal. Identitas budaya yang seharusnya menjadi jati diri suatu bangsa bisa tergeser oleh budaya asing yang lebih dominan, seperti halnya K-pop. Menurut Nasution (2017) krisis yang terjadi pada budaya tradisional di era globalisasi adalah masalah yang kompleks dan penting. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, karena generasi muda yang tumbuh dengan pengaruh budaya global sering kali kehilangan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai budaya lokal mereka. Proses pendidikan menjadi sangat penting dalam menyeimbangkan kedua pengaruh ini, yaitu antara budaya global yang berkembang pesat dan budaya lokal yang harus tetap dihargai.
K-pop sebagai fenomena budaya global, memiliki peran ganda dalam konteks pendidikan. K-pop memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengakses dan mempelajari berbagai aspek budaya Korea, seperti bahasa, mode, dan gaya hidup, yang dapat memperkaya wawasan mereka. Akan tetapi disisi lain, dampak dari budaya asing ini bisa mengarah pada tergerusnya minat terhadap budaya lokal. Generasi muda yang terlalu terpengaruh oleh K-pop, dapat mengalami perubahan dalam cara mereka memandang budaya mereka sendiri dan lebih mengagungkan budaya luar daripada budaya asli mereka. Dilansir dari the Korea Times, the Korea Foundation menghasilkan data bahwa penggemar budaya Korea Selatan (Korsel), Hallyu mencapai lebih dari 89 juta orang di 113 negara pada tahun 2019. Menurut Shafira, dkk. (2023), Korea Selatan memberikan pengaruh budaya melalui K-Pop dibantu oleh media dan IT, juga dipengaruhi oleh kaum remaja yang emosinya dianggap masih belum stabil menjadi sasaran utama dari Budaya K-Pop. Tidak hanya sekedar musik, gaya hidup, mode berpakaian, gaya berkomunikasi, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, penting bagi pendidikan untuk memainkan peran yang lebih aktif dalam mengarahkan pemahaman siswa tentang keberagaman budaya dalam konteks globalisasi. Tantangan  globalisasi  dan  digitalisasi  budaya,  bukan  bagaimana  sebuah  bangsa menyeleksi budaya asing yang masuk. Tetapi bagaimana cara sebuah bangsa  mempertahankan  budaya  lokal  agar  tidak  dilupakan  dan  hilang  karena  arus globalisasi dan digitalisasi (Gunawan, 2021). Pendidikan yang berbasis pada penguatan identitas budaya lokal yang membuka ruang bagi adopsi budaya asing secara selektif, dapat membantu menciptakan generasi muda yang lebih kritis dan bijaksana dalam menyikapi pengaruh budaya global. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau bagaimana peran K-pop dalam membentuk identitas budaya generasi global dalam era globalisasi yang menyebabkan krisis budaya.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode tinjauan pustaka atau literatur review. Tinjauan pustaka adalah jenis metode penelitian yang mencakup kajian atau tinjauan terhadap berbagai sumber literatur, termasuk artikel, buku, jurnal, dan dokumen lain yang relevan dengan subjek penelitian. Tujuan dari tinjauan pustaka adalah untuk menganalisis peran K-pop dalam transformasi budaya global, khususnya dalam konteks pendidikan sehingga dapat mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan, dan memberikan dasar teoritis untuk penelitian yang akan dilakukan. Kajian literatur ini bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyintesiskan berbagai sumber literatur yang relevan mengenai fenomena K-pop, globalisasi budaya, serta dampaknya terhadap pendidikan dan identitas budaya. Penelitian ini tidak melibatkan pengumpulan data primer melalui observasi langsung atau wawancara, tetapi lebih berfokus pada pengkajian artikel, buku, jurnal, dan sumber-sumber lainnya yang sudah ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indriani, dkk. (2024), menyoroti pentingnya kesadaran masyarakat terutama generasi muda dalam pelestarian budaya tradisional di tengah arus globalisasi. Generasi muda memiliki peran kunci dalam menjaga dan melestarikan budaya lokal seperti melalui peningkatan kompetensi budaya, partisipasi aktif dalam kegiatan kebudayaan, dan menjaga norma kesopanan dalam pergaulan. Pendidikan khususnya di tingkat sekolah dasar, memainkan peran utama dalam mengenalkan kembali budaya lokal kepada anak-anak, agar mereka dapat menjaga dan menghargai warisan budaya mereka. Hal ini sangat relevan dengan upaya mengatasi krisis budaya yang semakin meluas di kalangan generasi muda. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alfiana & Najicha (2022) mengungkapkan bahwa globalisasi telah menyebabkan terjadinya krisis identitas nasional di kalangan generasi muda, yang semakin terpengaruh oleh budaya asing. Hal ini diperparah dengan memudarnya kesadaran tentang pentingnya menjaga nilai-nilai budaya sebagai bagian dari identitas nasional. Oleh karena itu, penulis menyarankan perlunya strategi untuk menumbuhkan kembali kesadaran masyarakat terhadap identitas nasional, dengan pendekatan yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Hasil  penelitian oleh Hasan, dkk. (2024), menunjukkan bahwa dampak globalisasi terhadap budaya tradisional sangat signifikan. Arus informasi yang didominasi oleh budaya asing khususnya dari Barat, memberikan tekanan besar terhadap budaya lokal. Banyak nilai-nilai budaya lokal yang mulai dilupakan atau bahkan dianggap kuno oleh generasi muda yang terpengaruh oleh tren global. Perubahan gaya hidup yang lebih modern dan serba cepat, norma sosial yang lebih liberal, serta penurunan minat terhadap pelestarian budaya lokal menjadi fenomena yang semakin terlihat di masyarakat.
Globalisasi juga membawa peluang bagi masyarakat untuk memperkaya budaya lokal dengan ide-ide baru yang lebih terbuka. Misalnya, budaya asing dapat memberikan inspirasi baru dalam seni, musik, fashion, dan berbagai aspek kehidupan lainnya yang dapat diadaptasi tanpa harus mengabaikan akar budaya lokal. Proses ini memerlukan kecermatan dalam memilih elemen-elemen dari budaya asing yang dapat diterima dan disesuaikan dengan nilai-nilai budaya Indonesia, sehingga tidak terjadi penyeragaman budaya atau homogenisasi yang merugikan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menjaga keseimbangan antara menerima perubahan global yang terjadi dan tetap melestarikan nilai-nilai budaya lokal yang merupakan bagian dari identitas nasional. Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan kesadaran budaya di kalangan generasi muda, serta mengintegrasikan kebudayaan lokal ke dalam sistem pendidikan dan kehidupan sehari-hari. Melalui hal tersebut generasi muda tidak hanya mengadopsi budaya asing secara tanpa batas, tetapi tetap memiliki kecintaan dan kebanggaan terhadap budaya mereka sendiri tanpa terjebak dalam arus budaya asing yang bisa mengaburkan identitas nasional.