Mohon tunggu...
Risman Senjaya
Risman Senjaya Mohon Tunggu... Lainnya - Writer Wannabe

Writer wannabe. Hobi fotografi dan musik. Peminat novel Tere Liye dan Ika Natassa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Room 309 (Bagian Pertama)

8 Desember 2020   14:25 Diperbarui: 8 Desember 2020   14:54 1583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah lagunya tak terdengar lagi, kuseret langkah keluar kamar. Perlahan kusibak tirai room 309 dan memberanikan diri masuk kedalam. Nafasku tercekat melihat penampakan sesosok gadis berambut panjang kecoklatan membelakangiku. Sosok itu berdiri di depan cermin namun tak ada pantulan bayangnya. Gaun hijaunya tampak lusuh memberi kesan angker. Tangan kirinya memegang lipstik sedang tangan kanannya memegang cutter. Dari benda tajam itu menetes darah segar. Bau anyir darah menyengat indera penciumanku.

"Namamu Donna, kan?" tanyaku dengan suara bergetar. Sosok itu lalu berbalik dan menatapku. Sebagian wajahnya tertutup rambut panjangnya. Bibirnya berhias lipstik dengan warna yang pudar. Walau pun terlihat pucat, masih terlihat sisa-sisa kecantikan dari wajah ovalnya. Sosok itu lalu berjalan gontai mendekatiku. Ia lalu menyeringai memperlihatkan barisan giginya yang rapi dengan dua taring layaknya drakula.

Aku mundur selangkah. Hawa jahat dari sosok di depanku semakin kuat kurasa. Kuucap ta'awudz berulang kali dalam hati. Aku memohon perlindungan pada Allah SWT dari kekuatan jahat makhluk dihadapanku.

Sosok itu menjatuhkan cutter dan lipstiknya, lalu dengan gerakan cepat ia mencekik leherku dengan kedua tangannya. Kurasakan hawa dingin menyergap. Ia lalu mengangkat tubuhku dan membenturkannya ke dinding. Matanya berubah menjadi merah menyala dan menatapku tajam. Aku berusaha memberontak dengan mencengkram kedua tangannya, namun sia-sia. Kedua tangan dingin itu tak bergeser sedikit pun. Aku mulai kehabisan nafas. Bahaya!

 "Pergi! Cepat pergi dari sini! Atau seseorang akan mati bersimbah darah!" sergah sosok itu dengan nafas memburu.

Sebelum Aku mencerna apa yang dikatakannya, kurasakan tubuhku semakin lemas. Sosok itu lalu menghempaskan tubuhku ke lantai. Kepalaku membentur lantai dengan keras. Kurasa darah mengalir dari kepalaku. Antara sadar dan tidak, kulihat sosok itu menuliskan sesuatu di cermin dengan lipstik.

Kurasa sakit luar biasa pada leher dan kepalaku. Setelah itu pandanganku semakin kabur. Dengan sisa-sisa tenaga, coba kuraih gagang telepon. Belum sempat kuraih, segalanya menjadi gelap. (Bersambung ke bagian kedua)    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun