Pada hakikatnya Ilmu Ushul Fiqih merupakan suatu bagian penting yang harus dijalankan (dipenuhi) oleh siapapun yang ingin melaksanakan mekanisme ijtihad. Itulah sebabnya mengapa adanya kriteria dari seorang mujtahid mengenai ilmu ini sangat dibutuhkan dan masuk pada syarat mutlaknya ijtihad agar dalam proses ijtihad maupun istinbath tetap terjaga serta dalam lingkup yang semestinya.
Adapun suatu fakta yang tidak bisa dipungkiri bahwa dalam hasil ijtihad ddan istinbath tidak selamanya memiliki hasil satu kesatuan. Sebagaimana faktor ekternal ushul fiqih, seperti penentuan keshahihan dalam suatu hadits, dalam ekternalnya saja yang dipermasalhakna sebab adanya perdebatan dikalangan para Ushuliyin. Disinilah kemudian muncul istilah Al-Adillah adapun sebagian ahli ushul lainnya menyebut "al ushul al-mukhtalaf fiha, atau "Dalil-dali yang perselisihkan dalam penggunaannya dalam menggalin dan mengambil suatu hukum.
Sumber hukum ada dua, yaitu disepakati dan tidak disepakati. Hukum yang disepakati diantaranya : Al-Qur'an dan As-sunnah. Adapun sumber hukum yang dipautkan pada sumber pokok yakni Ijma' dan Qiyas. Hukum yang tidak disepakati atau hasil ikhtilafi dari tokoh-tokoh ijtihad yaitu Istihsan, Istishab, Maslahah Mursalah, Saddudzari'ah, Urf, dan madzhab sahabi.
Istihsan dalam bahasa arab meiliki arti "Menganggap sesuatu itu baik" atau "Mengikuti sesuatu yang baik" atau "Menganggap baik(bagus)". Istihsan menurut bahasa adalah menganggap baik sesuatu. Sedangkan menurut ulama Ushu yaitu seorang mujtahid yang berpindah dari Qiyas nyata kepada Qiyas samar, atau dalam hukum kulli (umum) berubah pada hukum pengecualian sebab adanya dalil.
Adapun macam macam istihsan yaitu : Berpindahnya suatu hukum dari Qiyas Zhahir kepada Qiyas Khafi, berpindahnya suatu hukum yang nash kepada yang khusus, berpindahnya suatu hukum yang kulli kepada suatu hukum yang pengecualian. Beberapa diantaranya ulama yang menyetujui adanya istihsan yaitu ulama Hanafiyyah, Ulama Malikiyyah, dan Ulama Hanabillah, dan satu Ulama yang benar-benar tidak mengakui adanya istihsan yakni Ulama Syafi'iyyah.
Istishab berasal dari kata Shohib "sahabat" disini dimaksudkan bahwasannya istishab yakni membersamai, bersahabat. Jadi istishab merupakan keberlangsungan hukum yang hukumnya selalu menyertai. . Abdur Rahman I. Doi juga mengungkapkan pendapatnya mengenai istishab merupakan dugaan dalam hukum pembuktian sehingga suatu keadaan masalah yang diketahui pada masa lalu terus ada sampai kebalikannya atau perubahannya dapat terbukti.
Adapun macam-macam istishab yaitu Istishab hukm al-ibahah al ashliyah, istihab al bara' al ashliyat, istihab al-umumi, istihab an-nashshi, dan istishab al washfi ats tsabit. Adapun pendapat ulama hanafiyyah yang mnyetujui bahwa istishab bisa dijadikan dalil. Berlain pandang dengan ulama mutakallimin yang tidak bisa menjadikan istishab menjadi sumber hukum sebab tidak adanya dalil yang berlangsung.
"Maslahah adalah perbuatan yang bermanfaat yang telah diperintahkan oleh musyarri' (Allah) kepada hambaNya tentang pemeliharaan agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya, dan harta bendanya."(Lihat: Al Mahsul oleh Ar-Razi, juz II, halaman 434). Adapun macam-macam maslahah mursalah yaitu berdasarkan segi kualitas dan kepentingan kemashlahatan. Berdasarkan segi perubaan mashlahah, dan berdasarkan mashlahah menurut syara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H