[caption id="attachment_68196" align="alignleft" width="300" caption="lutut itu akhirnya...."][/caption] Kisah ini tidak untuk di tiru. Bagi yang suka menggunakan "jalan pintas" dalam penyelesaian masalah di larang mengikuti kisah berikut kecuali ada pendamping ahli. Kisah ini dibuat hanya untuk kepentingan hiburan sambil menyampaikan pesan, bukan pada adegannya. Ruang sidang Pengadilan Negeri Achi penuh sesak oleh pengunjung (4/2). Hari itu, seorang pemuda (25) sedang  disidang atas tindakannya menembak pejabat penting Achi. Riuh suara amarah dari sekelompok orang masih saja menggema walau palu hakim sudah tiga kali di ketuk untuk mengingatkan pengunjung sidang agar tertib. "Pak Hakim, hukum mati saja penjahat itu. Kalau tidak berani serahkan kepada kami. Biar kami yang menegakkan keadilan atas penjahat yang sudah menembak orang penting di Achi." Hakim Ketua baru bisa mengajukan pertanyaan klarifikasi setelah satuan polisi dikerahkan untuk menertibkan ruang sidang. "Saudara terdakwa, apa benar saudara yang melakukan penembakan terhadap saudara korban Azmi dalam kapasitasnya sebagai pejabat penting pemerintahan di Achi?" "Benar Pak Hakim. Saya yang menembak beliau dan itu saya lakukan dengan tangan saya sendiri." Jawaban tersangka yang sama sekali tidak memperlihatkan penyesalan kembali memancing emosi pengunjung sidang. "Heeee, biadab kau. Sudah menembak sombong pula gaya kamu ya. Awas ya. Kami akan menuntut balas semua ini," ujar seorang pengunjung yang dengan gerak cepat melempar sepatu ke arah tersangka. Pertanyaan Hakim Ketua baru bisa diajukan lagi setelah pengunjung yang mengamuk dibawa keluar oleh petugas. "Saudara tersangka, apa motif saudara menembak dengan senapan angin dan kenapa yang menjadi bidikan tembakan saudara justru lutut sang pejabat?" "Pak Hakim. saya sengaja menembak lututnya dengan senapan angin. Jelas agar pejabat itu tidak mati. Tindakan saya sebuah peringatan. Sudah lama saya perhatikan pejabat di Achi lebih suka berpikir pakai lutut. Dengan saya tembak lututnya saya berharap agar pejabat di Achi segera menggunakan otaknya untuk berpikir dan hati untuk merasa dalam membangun daerah. Kalau Achi di bangun dengan otak dan hati saya yakin Achi akan maju dengan pesat serta rakyatnya akan sejahtera." Pengunjung yang tadinya dikuasi emosi tiba-tiba diliputi malu hati yang sangat sebelum semuanya senyap mendengar putusan hakim atas sidang imajinasi ini. Ingat, jangan sekali-kali mengabaikan kepercayaan yang sudah diberikan rakyat. Berkerja keraslah untuk kemajuan negeri dan kemakmuran rakyat dan jangan berlaku keras terhadap rakyat untuk kepentingan diri sendiri. Cintai lah rakyat dan negeri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H