[caption id="attachment_76747" align="alignleft" width="300" caption=""jangan lukai ketabahan ini" (by http://ngerumpi.com/)"][/caption] (Luar) biasa bangsa Indonesia ini. Memiliki wilayah luas, besar, subur, dan indah juga rakyat dengan pikiran yang luas dan subur dan hati dan jiwa yang besar dan indah. Maka berlomba-lombalah sebahagian besar rakyat untuk mencari penghidupan agar bisa membuktikan ucapan pemimpinnya "Jangan tanyakan apa yang sudah negara berikan padamu, tapi tanyanya pada dirimu. Apa yang sudah engkau berikan pada negaramu." Jadilah mereka pekerja-pekerja yang tangguh. Semua dijalani demi sebuah penghidupan yang memberi manfaat bagi negara (pajak - devisa). Mulai dari pekerjaan yang halal, pekerjaan berkeringat, hingga pekerjaan yang mengeluarkan darah dan juga air mata bahkan ada yang rela mengorbankan harga diri demi hidup. Mereka betul-betul tidak bertanya "apa yang sudah diberikan negara pada mereka." Tidak ada pertanyaan walau pun pada saat yang sama mereka kerap disalahkan dan kena pentungan karena apa yang disebut "tidak ikut aturan," dihina dan kerap tidak dipedulikan karena menyalahi apa yang disebut "tidak bermoral dan salah prosudur" lalu dengan tiada berdaya banyak pula yang harus menerima penegakan hukum yang adil. Tidak ada pemberontakan kecuali sebuah tangisan dan ratapan serta kemarahan sesaat sebelum datang warta baru soal anggaran ini dan kegiatan itu serta pertemuan sana dan acara sini yang diatasnamakan pembangunan. Karenanya semua pun ikut kembali mendukung termasuk ikut menjadi pendoa khusuk agar apa yang disebut kegiatan pembangunan itu sukses. Mereka pun dengan rela dan menunjukkan dukungannya bagi sebuah pesta demokrasi untuk memilih pemimpinnya tanpa menuntut ini dan itu kecuali sebuah harapan yang diungkapkan dalam kalimat yang sederhana "yang penting aman dan damai." Kenapa hanya itu? Kenapa tidak menuntut sebuah perubahan (change) dan menegaskan sebuah harapan (hope)? Jawabannya juga sederhana "agar kami bisa berkerja" dan bukan "agar kita semua segera berubah ke arah lebih baik sehingga lebih cepat sejahtera." Bahkan ketika banyak dari mereka harus memilih "jalan ternoda" untuk tetap hidup dan atau memberi penghidupan bagi orang-orang yang mereka cintai juga tidak datang kepada negara untuk bertanya "mana tanggungjawabmu negara" melainkan rela menyerahkan hidup dan kehormatan mereka pada manusia-manusia busuk karena disanalah jalur cepat untuk mendapatkan uang, sesuatu yang mestinya bisa diberikan oleh negara melalui sistem pembangunan yang adil. Bahkan ada banyak yang kala menderita tidak bertanya "dimana dan kemana negara" melainkan cukup hanya dengan berserah diri kepada-Nya dan kala negara datang setelah ada pewartaan mereka dengan sepenuh hati menyampaikan terimakasih dan rela menempatkan negara sebagai dewa penyelamat karena sudah menolong. Mereka tidak pernah bertanya "kemana negara ketika saya memutuskan untuk hidup sebagai TKW." Juga tidak pernah berargumentasi "mengapa kami harus berkerja di negara orang padahal negeri kami subur dan penuh dengan sumberdaya alam yang bila kami bisa kerjakan kami tidak harus menjadi pelacur, menjual anak-anak kami, atau menyerahkannya kepada keluarga lain." (Luar) biasanya bangsa ini kerena telah membiarkan penyelenggara negara menghipnotis rakyatnya untuk tidak bertanya apa yang sudah diberikan negara kepada rakyatnya. Haruskah semua ini membuat terharu dan menangis? Saleum Cinta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H