Mohon tunggu...
Risma Febrianti
Risma Febrianti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Komunikasi hal yang menyenangkan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penyediaan Alat Kontrasepsi Menjadi Kontroversi

19 Agustus 2024   18:54 Diperbarui: 19 Agustus 2024   18:55 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Jokowi Teken PP, Atur Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Pelajar dan Remaja. Begitulah judul yang rilis dalam media Kompas.com, sebuah fakta menggelitik dan kontroversi bagi masyarakat Indonesia saat ini. Penyediaan alat kontrasepsi seakan difasilitasi oleh negara khususnya bagi pelajar dan remaja, dengan dalih sebagai upaya kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup.

Menurut data 2023 bahwa 60 Persen remaja usia 16-17 tahun di Indonesia lakoni seks pranikah. Ditambahkan dengan fakta banyaknya permintaan dispensasi menikah bagi usia remaja karena hamil di luar nikah, ini selaras dengan kabar bahwa pengadilan Tinggi Agama Semarang Jawa Tengah juga mencatat ada 11.392 kasus dispensasi nikah di Jawa Tengah selama tahun 2022. Sebagian besar disebabkan hamil di luar nikah. Data yang sama juga didapatkan di Lampung dengan 649 kasus dan kota Bima NTB 276 kasus.

Jika dilihat dari kasus tersebut, fokus utama dalam menanganinya bukan dengan menyediakan alat kontrasepsi atau bahkan difasilitasi oleh undang-undang. Hal ini hanya akan mengakibatkan sebuah persepsi bahwa pergaulan bebas dan seks pranikah merupakan hal yang wajar karena sudah dilindungi oleh undang-undang penyediaan alat kontrasepsi ini. 

Kompleksnya persoalan mengenai seks pranikah ini merupakan efek domino dari sistem sekulerisme yang menjadikan semua hal tidak ada lagi batasan. Memisahkan agama dari kehidupan atau sekulerisme ini menghasilkan masyarakat yang 'liar' karena mereka berlindung dari asas kebebasan berprilaku dan hak asasi manusia sehingga mereka mampu menerobos norma-norma, baik norma sosial bahkan norma agama yang seharusnya ditaati dan diterapkan dalam kehidupan. Semua ini merupakan cikal bakal dari sebuah peradaban yang tidak jauh beda dengan peradaban Barat yang liberal. Sehingga identitas sebagai warga negara yang mengagungkan sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, hanya sekadar slogan dan tak berdampak bagi kehidupan masyarakat negeri ini. 

Berbeda dengan sistem Islam, sistem ini sangat memperhatikan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Standar Islam menggunakan sistem hukum syariat yang menjadi patokan dalam perbuatan. Yakni, halal, sunah, mubah, makruh, dan haram sebagai standar perbuatan. Tentunya, seks bebas tergolong perbuatan haram yang akan dihindarkan dan bahkan dijadikan sebuah warning oleh negara supaya masyarakat terhindarkan dari perbuatan yang demikian.

Dari sini tampak bahwa perlu adanya perubahan yang revolusioner dan fundamental. Bukan hanya solusi tambal sulam yang terus mengakibatkan permasalahan baru bermunculan. Jika sistem saat ini nyatanya menyengsarakan maka beralih kepada sistem yang mensejahterakan merupakan opsi mutlak yang harus dilakukan. Itulah seharusnya, pembuat hukum yang maha Adil dan maha kuasa hanya ada ditangan Allah. Maka beralih kepada sistem-Nya merupakan cara efektif untuk menyelesaikan semua problematika kehidupan manusia.

Wallahu a'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun