Masa modern yang ditandai adanya pandangan hidup sekuler merupakan suatu tonggak peradaban manusia. Hal ini diawali dari histori pertarungan antara ilmuan Eropa Barat dengan kaum gereja. Dalam anggapan kaum sekuler, agama adalah urusan gereja dan politik adalah urusan negara. Urusan agama menjadi suatu aspek yang harus dipisahkan dengan aspek kehidupan lainnya, karena agama merupakan suatu urusan yang berhubungan dengan Tuhan yang bersifat pribadi serta sakral. Pandangan semacam ini akan mempengaruhi aspek kehidupan lainnya, baik itu kehidupan ekonomi,sosial, budaya atau pun pendidikan. Oleh sebab itu, modernisasi yang dicirikan dengan adanya sekulerisme dinilai dapat mengancam eksistensi agama.
Kehampaaan akan spiritual yang dialami masyarakat modern saat ini disebabkan adanya pemikiran yang dikotomis antara agama dengan sains. Dengan begitu, diperlukan adanya perubahan pemikiran yang awalnya dikotomis ke pemikiran yang bersifat non dikotomis. Maka, akan terwujud integrasi, interkoneksi, holistik, terpadu dan tidak ada pemisahan yang dapat menyebabkan keruntuhan.
Pada zaman modern seperti saat ini, bidang keilmuan terus mengalami perkembangan, paradigma berpikir menjadi salah satunya. Ilmu pengetahuan memiliki sifat dinamis sehingga setiap waktu akan memunculkan hal-hal baru. Salah satunya adalah paradigma integrasi-interkoneksi yang dicetuskan oleh professor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. M. Amin Abdullah. Adanya pendekatan integrasi-interkoneksi diperlukan agar tidak ada dikotomis ilmu (pemisahan antar ilmu). Karena untuk dapat saling melengkapi pastinya suatu bidang keilmuan memerlukan bidang keilmuan lainnya. Hal ini juga terlihat pada ilmu agama, dimana ilmu agama dan ilmu lainnya saling berhubungan serta saling melengkapi. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan ini bersifat fleksibel karena melihat permasalahan dualistik dengan holistik atau berpikir secara menyeluruh serta mempertimbangkan aspek-aspek yang sangat penting.
Paradigma integrasi-interkoneksi yang digagas oleh Amin Abdullah dipengaruhi oleh pemikiran cendekiawan muslim, yakni Muhammad ‘Abid al-Jabiri. Menurut Al-Jabiri, persoalan dikotomi keilmuan dapat diselesaikan dengan menggunakan epistemologi pemikiran Arab kontemporer, yakni epistemologi bayani, burhani, serta irfani. Epistemologi bayani merupakan pemikiran yang ditekankan pada teks (nash) yang sumber pengetahuannya adalah Al-Qur’an dan Hadis. Berbeda dengan epistemologi bayani, epistemologi burhani merupakan pemikiran yang didasarkan pada akal dan logika, sedangakan epistemologi irfani adalah pemikiran yang didasarkan pengalaman dan proses nalar.
Ruang lingkup yang dimiliki ilmu sosial humaniora sangatlah luas. Mencakup seperti ilmu manajemen, sosiologi, ilmu ekonomi, antropologi, ilmu sejarah, geografi, ilmu hukum, psikologi, ilmu politik serta lainnya. Pada hakikatnya semua bidang keilmuan ini memiliki keterkaitan satu sama lain dan juga tidak dapat berdiri sendiri (dikotomis). Seperti halnya sejarah yang selalu berkaitan dengan antropologi, antropologi yang juga berkaitan dengan sosiologi, dan juga perangkat analisis pada ilmu sosiologi yang dibutuhkan dalam ilmu ekonomi.
Penerapan paradigma integrasi ilmu sosial humaniora dalam kajian ilmu manajemen dapat dilihat pada pelaksanaan program pelatihan kepemimpinan dan peningkatan kinerja karyawan. Efektivitas dalam pelaksanaan program pelatihan kepemimpinan dapat menggunakan penggabungan antara ilmu manajemen sumber daya manusia, psikologi serta ilmu pendidikan. Peningkatan kinerja karyawan dalam sebuah perusahaan dapat dikaji dengan menggabungkan ilmu manajemen sumber daya manusia dengan ilmu psikologi.
Dalam ilmu manajemen, suatu organisasi seringkali dihadapkan dengan pengambilan keputusan. Epistemologi bayani pada pengambilan keputusan ini dapat dilihat pada surah Asy-Syura ayat 38 yang artinya “…sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka…”. Dalam hal ini pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan musyawarah yang harus disertai analisis yang matang guna memberikan hasil yang rasional dan bertanggung jawab, serta mempertimbangkan aspek dan dampaknya.
Dalam ilmu manajemen terdapat pendekatan manajemen berbasis bukti, yaitu menggunakan data dan analisis. Pendekatan ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan pengambilan keputusan sehingga keputusan yang diambil lebih terukur dan efektif. Hal ini sejalan dengan epistemologi burhani, yaitu pemikiran yang didasarkan atas akal dan logika.
Epistemologi irfani yang didasarkan atas pengalaman dapat dilihat pada diri seorang pemimpin. Pemimpin yang memegang peran penting dalam sebuah organisasi harus mampu mengkoordinasikan bawahannya dengan baik. Seorang pemimpin dapat mencontoh kepemimpinan yang inspiratif dalam diri Nabi Mumammad SAW. Selain itu, saat melakukan pengambilan keputusan pemimpin harus menanamkan dalam dirinya sikap yang adil, amanah dan bertanggung jawab.
Adanya integrasi ilmu sosial humaniora dengan ilmu agama diharapkan dapat menjadi solusi serta menyelesaikan permasalahan-permasalahan saat ini. Integrasi ilmu agama dengan ilmu sosial seperti yang dibahas dalam tulisan ini bertujuan untuk memaparkan tidak terdapat dikotomi antara kedua ilmu ini dalam agama Islam. Kedua ilmu ini tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus berintegrasi serta bersama-sama menyelesaikan permasalahan masyarakat secara komprehensif. Oleh karena itu, harus ada penghapusan sekat-sekat yang menjadi penghalang bertemunya ilmu agama dengan ilmu sosial humaniora.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H