Modernisasi merupakan suatu persoalan yang harus dihadapi masyarakat, karena proses tersebut mencakup bidang-bidang yang sangat luas yang menyangkut proses disorganisasi, masalah-masalah sosial, konflik antar kelompok, hambatan-hambatan terhadap perubahan, dan lain sebagainya.Â
Modernisasi dalam ilmu sosial merujuk pada sebuah bentuk transformasi dari keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang ke arah yang lebih baik dengan harapan akan tercapai kehidupan yang lebih maju, berkembang, dan Makmur (Rosana and Dalam, 2015).
Di era modern ini banyak kebudayaan masuk sehingga menyebabkan hilangnya esensi dari kebudayaan asli di suatu daerah tersebut. Eksistensi dari kebudayaan dan kesenian suatu daerah bergantung pada masyarakat nya karena persebaran kebudayaan maupun kesenian berada pada masyarakat itu sendiri yang memiliki sifat antusiasme dalam pelestarian kebudayaan.Â
Maka apabila generasi muda di jaman modernisasi ini mulai enggan untuk mempertahankan kebudayaan asal, terkikisnya nilai nilai kebudayaan dan beragam manfaat akan mulai luntur seiring dengan berkembangnya waktu.
Dalam berkebudayaan manusia tentu nya saling membutuhkan satu sama lain. Kebudayaan yang erat pada masyarakat tidak bisa berjalan secara perorangan karena dibutuhkan massa yang banyak agar kebudayaan itu kian eksis. Dongkrek adalah salah satu kesenian tradisional di wilayah Madiun. Lebih kurang pada tahun 1867 di daerah caruban, yang sekarang terkenal dengan nama wilayah Mejayan.
Kesenian dongkrek ini dimulai ketika itu wilayah Kademangan Caruban dipimpin oleh Raden Ngabehi Lo Prawiradipura yan pada saat itu menjadi Demang yang membawahi lima Desa. Ketika itu warga caruban / Mejayan sedang menderita Pageblug atau wabah penyakit yang sangat dasyat. Warga yang pagi sakit sore mati, sore sakit pagi mati.Â
Keadaan seperti itu membuat gundah dan menderita hati Raden Ngabehi Lo Prawiradipura. Guna mencari sebab dari bencana yang menimpa masyarakat Mejayan, beliau melakukan semedi/Tapa Brata berupaya meminta bantuan dan petunjuk dari Tuhan (Affandi, 2018).
Dongkrek pada masyarakat madiun dipecaya hingga saat ini untuk mengusir makhluk jahat dengan kesenian yang diidentikkan pada kostum genderuwo berbadan besar dan seorang kakek yang membawa tongkat serta memakai pakaian adat jawa yang diikuti oleh penari penari yang menggunakan kebaya.
Tarian ini sering dilakukan pada saat covid melanda kota madiun, banyak masyarakat melakukan tarian ini hampir setiap malam untuk mengusir makhluk halus yang mengganggu masyarakat sekitar ketika pagebluk.
Pelaku di kesenian dongkrek ada 6 jumlahnya, yaitu 3 peraga genderuwo, 2 peraga wanita dan 1 peraga orang laki-laki tua (Mbah Kung) Menceritakan ketika jaman dahulu masyarakat Mejayan yang dilambangkan oleh sesosok wanita 2 orang, yang sedang disiksa oleh genderuwo sebanyak 3, itu adalah sebagai lambing wabah penyakit / pageblug.Â
Pada saat akan dimansa oleh genderuwo, munculah sesosok orang tua (mbah Kung) yang memakai tongkat /teken (bahasa jawa) Selanjutnya terjadilah perang.