Mohon tunggu...
Risma Puspita Cahyani
Risma Puspita Cahyani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sosiologi, FISIB, UTM

Tetap menjadi versi terbaik dari diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Dini Picu Meningkatnya Angka Kelahiran (Fertilitas) di Indonesia

14 Juni 2021   12:25 Diperbarui: 14 Juni 2021   13:29 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fertilitas dalam demografi merupakan jumlah bayi yang dating dalam kehidupan. Atau bisa dibilang, banyaknya bayi yang telah dilahirkan. Menurut Suandi (2010), fertilitas ialah bagian yang sangat kompleks dalam bidang social maupun biologi, serta interaksinya dengan faktor lingkungan.

Tingkat fertilitas di Indonesia sendiri cukup menurun semenjak diadakannya program Keluarga Berencana (KB). Keluarga berencana merupakan salah satu program pemerintah, untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera. Caranya ialah dengan membatasi kelahiran. Maksudnya, dalam merencanakan jumlah keluarga itu diberi pembatasan dengan berbagai cara, yaitu dengan menggunakan alat-alat kontrasepsi. Selain itu, ada bentuk penanggulangan kelahiran lainnya seperti menggunakan kondom, spiral, IUD, dan sebagainya ketika sedang berhubungan dengan pasangannya.

Dilihat dari TFF Indonesia sejak tahun 1970 sampai sekarang, Indonesia sudah mengalami penurunan jumlah TFR. Yang awalnya 5,6 seiring berjalannya waktu menurun menjadi 2,8. Tetapi, jumlah ini tetap dianggap masih cukup tinggi. Karena, angka rata-rata TFR Internasional adalah 2,1. Sehingga, angka kelahiran sebesar 2,8 masih dinilai cukup tinggi.

Jadi, beberapa program untuk menekankan angka fertilitas masih dinilai belum dapat melaksanakannya secara maksimal. Sebab, pada realitanya angka fertilitas masih naik turun sampai sekarang. Berdasarkan data SDKI tahun 2017, remaja yang berusia antara 15-19 tahun menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka kelahiran. Hal ini disinyalir karena angka kelahiran terus meningkat dari tahun 2012 sampai tahun 2017. Pada tahun 2012, 36 dari 1000 perempuan melahirkan bayi, dan pada tahun 2017 angka kelahiran meningkat menjadi 48 dari 1000 perempuan.

Pemicu tingginya fertilitas remaja ini sebagian besar disebabkan oleh adanya pernikahan dini. Pernikahan dini bisa terjadi di mana saja, pada masarakat pedesaan maupun perkotaan. Lilis Heri (2019), dalam bukunya yang berjudul “Info Demografi”, beliau mengungkapkan bahwa persentase remaja perempuan yang tinggal di pedesaan lebih banyak yang sudah menjadi orang tua, dibandingkan yang tinggal di perkotaan. Perbandingannya antara 10% dibanding 5%. Kondisi seperti ini umumnya terkait dengan tingkat putus sekolah, yang hanya sampai tingkat SD dan SMP.

Selain itu, berdasarkan hasil observasi peneliti, banyak remaja yang berusia sekitar 15-19 tahun memutuskan untuk melakukan pernikahan dini karena kecelakaan. Kecelakaan yang dimaksud ialah sedang hamil di luar pernikahan. Maka dari itu, untuk menyelamatkan mental ibu dan bayinya kebanyakan orang tua memutuskan anaknya tersebut untuk melakukan pernikahan di usia remaja anaknya.

Di dukung oleh pernyataan Listyawardani pada acara lomba pidato dan karya tulis tentang kependudukan yang diikuti siswa sekolah dari berbagai provinsi di Bogor (2018), beliau mengatakan bahwa tingginya angka ASFR menunjukkan bahwa pernikahan dini serta seks bebas di luar pernikahan di kalangan remaja masih cukup tinggi. Selain itu karena faktor ekonomi dan budaya. Terkait budaya, menurutnya Listya perempuan pada sejumlah daerah di pedesaan jika pada usia 15 tahun belum menikah dianggap tidak laku dan perawan tua.

Meningkatnya angka fertilitas merupakan salah satu permasalahan yang gawat. Akibat dari permasalahan ini cukup serius. Yang pertama, kemiskinan semakin meningkat, karena pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Sedangkan, di sini tidak diimbangi oleh naiknya pendapatan ekonomi setiap penduduk.

Kedua, masyarakat akan mengalami kekurangan pangan. Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, mengakibatkan semakin berkurangnya lahan kosong yang ada di negara kita. Akhirnya, negara juga akan mengalami kehilangan lahan yang digunakan untuk memproduksi pangan.

Akibat yang ketiga adalah timbulnya permukiman yang kumuh di perkotaan, terutama di pinggiran kali dan rel kereta api. Semakin bertambahnya fertilitas, maka harga tanah dan rumah yang nyaman akan semakin mahal, karena semua memperebutkan hal itu. Sedangkan, luas tanah yang ada di bumi tidak bisa di tambah. Akhirnya, kebanyakan dari mereka yang mengalami kekurangan materi, memutuskan untuk membangun rumah di pinggiran rel kereta api ataupun pinggiran kali. Membangun rumah kecil di sana memang sangat murah, karena tanahnya pun kebanyakan masih milik pemerintah. Saking banyaknya penduduk yang bertahan hidup di sana, membuat pemukiman menjadi sangat kotor karena masih banyak penduduk yang tidak peduli akan lingkungannya sendiri.

Akibat selanjutnya yaitu pemerintah akan mengalami kesulitan dalam menyediakan sarana dan prasarana kebutuhan masyarakat. Sarana yang dimaksud di sini seperti sarana pendidikan, sarana kesehatan, serta untuk memberikan tempat tinggal yang layak. Hal ini disebabkan oleh lokasi yang sudah padat oleh pemukiman masyarakat, jadi pemerintah sendiri akan mengalami kekurangan lahan untuk memberikan sarana yang lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun