Merayakan hari raya keagamaan adalah sukacita bagi setiap umat apapun agamanya.Â
Hari raya keagamaan boleh menjadi titik tolak bagi refleksi diri sekaligus evaluasi terhadap segala tindakan yang telah dilakukan dalam keseharian
Hari raya keagamaan juga menjafi momen yang ditunggu-tunggu untuk berkumpul dengan keluarga dan pulang ke kampung halaman.Â
Di banyak tempat di negara kita semua pihak seolah turut serta terlibat dalam pelaksanaan hari raya keagamaan apapun itu. Mulai dari persiapan tempat, pengamanan, dan pengaturan lalu lintas. Seolah-olah hari spesial ini menjadi hajatan bagi semua orang tak terkecuali. Â
Menjelang perayaan Natal dan malam Natal, kami dan keluarga juga mengalami kegembiraan yang sama. Gereja-gereja sudah berhias. Tenda-tenda dan kursi tambahan sudah tersedia untuk menyambut umat yang pastinya membludak.Â
Aroma kue natal dan masakan istimewa tersaji di tiap rumah yang hangat. Pintu-pintu rumah terbuka lebar menyambut para perantau yang pulang.Â
Beranjak dari situasi hingar bingar dan penuh perayaan, Natal sejatinya dimulai dari suatu sudut kota kecil nan sepi.Â
Sama sekali terlepas dari keramaian. Sebaliknya hanya ada kesunyian malam . Tak ada yang diperhitungkan di sana. Kecuali kelemahan, situasi serba minim, dan ketidakberdayaan.
Kalau boleh saya menyapa, banyak saudara yang mungkin merayakan Natal dalam suasana penuh keterbatasan atau bahkan kecemasan.
Berkat kemajuan teknologi informasi kita mudah mengetahui beberapa peristiwa, bahwa ada banyak orang di sebagian tempat di negara kita yang dibatasi dalam melaksanakan ibadat Natal.
Misalnya saja karena terbentur aturan daerah yang melarang merayakan Natal di kawasan tertentu. Sehingga umat harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk sekedar bisa mengikuti ibadat perayaan Natal secara meriah.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!