Saya cukup dipusingkan dengan perilaku seorang siswa, sebut saja namanya Maulana. Jumah angka ketidakhadirannya cukup fantastis. Usut punya usut ternyata Maulana sering memberikan surat keterangan palsu yang ditulis dan ditanda tanganinya sendiri.Â
Surat tersebut diakuinya sebagai surat izin yang dibuat oleh orangtuanya. Isinya menerangkan bahwa pada hari tertentu ia tidak masuk karena sakit atau ada acara keluarga. Lebih memperihatinkan lagi, ia juga "merekayasa" surat keterangan dokter dengan mengganti tanggal yang tertera di surat dengan tulisan tanganya sendiri.
Kecurigaan yang berawal dari surat keterangan dokter tersebut, lalu mendorong saya untuk menghubungi kembali orangtuanya. Kali ini Ibunya menyempatkan waktu untuk menemui saya dan berkenan membuka sebuah cerita.Â
Setelah saya memperlihatkan lembarat surat izin palsu dan surat dokter hasil rekayasa anaknya, ibunya pun terkejut dan mulai menceritakan bahwa Maulana mendaftar di SMK tersebut bukan sama sekali keinginannya, semua itu karena paksaan dari ayahnya. Begitupun soal jurusan yang dipilihnya, semua adalah pilihan ayahnya.Â
Sebenarnya Maulana sejak lulus SMP lebih ingin melajutkan ke SMA. Tetapi karena menuruti keinginan sang ayah, ia pun tak kuasa menolak. Sang Ibu pun tak mampu berbicara banyak.Â
Penuturan sang Ibu memberi jawaban atas naik turunnya prestasi belajar Maulana selama 2 tahun lebih di sekolah kami. Di kelas XI, saya sudah dua kali mengundangnya untuk bimbingan konseling. Maulana sama sekali menutup cerita soal paksaan ayahnya. Ia hanya mengatakan terkadang ia merasa malas dan ingin memperbaiki diri.Â
Setelah konseling, biasanya ia akan membaik, tetapi sebenarnya ia hanya mencoba menghibur diri. Untung saja teman sekelas dirasa sangat cocok dan bersahabat.Â
Selama ini ia bertahan karena teman-temannya yang mencegahnya untuk tidak pindah. "Kita bersama-sama sampai lulus". Itu kata mereka. Tetapi kenyataan membuktikan bahwa motivasi ekstrinsik tidak bertahan lama.Â
Di awal kelas XII, keadaan semakin memburuk. Cukup banyak waktu yang telah ia habiskan untuk bergulat dengan dirinya sendiri dan hal-hal yang sebenarnya bukan menjadi keinginannya.Â
Selain Maulana, saya pun menemukan beberapa permasalahan sama yang dialami beberapa murid di luar sana. Menjalani keputusan yang bukan pilihannya sendiri, tetapi tidak mampu menolak. Meskipun saya menawarkan bantuan untuk memberikan layanan mediasi dengan orangtua, beberapa di antaranya lebih berusaha"menerima" keadaan .Â
"Biarlah saya jalani bu. Karena ibu saya orangnya sangat keras". Sebagian juga menyadari kalau keadaan ekonomi seakan mengharuskan mereka memilih bersekolah di SMK. Supaya segera bekerja seperti keinginan orangtua.Â