Suatu saat di kelas saya di awal semester lalu. Tema saat itu adalah evaluasi diri dan menata kembali tujuan studi. Saya bertanya kepada siswa satu kelas, "Apa tujuanmu bersekolah?", Semua siswa mendapat giliran untuk menjawab, sehingga anggapannya bisa jadi ada 32 jawaban yang berbeda, atau malah sama?
Saya membuatnya dalam bentuk daftar di papan tulis. Supaya selesai menjawab ide-idenya tak hilang. Kami pun dapat melakukan analisa kecil-kecilan dari setiap pemikiran yang muncul di kelas saat itu.
Tak terduga jawaban tidak selalu normatif. Misal saja ada yang untuk mencari uang saku, atau sekadar mendapat banyak teman. Tetapi sampailah saya pada seorang siswa. Ia lumayan berpikir serius kemudian menjawab, "Untuk memberi pekerjaan kepada Guru".
Jleb...otak berpikir saya berhenti sejenak. Jujur agak tehenyak. Tetapi dalam hitungan detik, transmisi di otak memberi kode oke, yang membuat saya malah tertawa terbahak.
Seolah disuruh, sekelas jadi tertawa bersama. Tak ada kata yang saya ucapkan. Hanya menambahkan saja jawaban tadi di dalam daftar. Selanjutnya saya mengajak mereka menganalisa bersama. Kali itu arahnya menyasar motivasi dalam tujuan studi. Beragam motivasi pun dijawab oleh siswa, ada yang dari dalam diri dan ada yang berasal dari luar diri.Â
Lanjut, saya ingin beralih mengajak Anda meninggalkan ruang kelas. Marilah kita fokus pada Jawaban siswa tadi. Mungkin buat sebagian orang terasa "kurang ajar" dan nyeleneh. Saya juga mohon maaf kepada pembaca, yang di antaranya adalah juga bapak dan ibu guru.Â
Permohonan maaf yang bukan tanpa alasan. Jika teringat seorang guru saya zaman dahulu saat masih sekolah. Ketika ada teman-teman yang sulit diatur, beliau sering mengatakan, "Kalian jangan macam-macam dengan saya. Kalian pikir saya ini kalian gaji? Saya ini digaji oleh negara!"
Duh! Kalau saja kata-kata tadi didengar oleh beliau, jangan-jangan penghapus kayu bisa melayang kena kepala!
Pertemuan-pertemuan saya dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas terkadang dihadapkan dengan pertanyaan ataupun pernyataan kritis dari mereka.Â
Seorang siswa pernah berkata, "Menurut saya, tidak semua orang perlu sekolah. Asalkan ia memiliki sebuah keterampilan yang bisa diasah dan diandalkan oleh dirinya. Sehingga ia bisa hidup mandiri".
Atau pertanyaan-pertanyaan, "Mengapa harus memakai sepatu hitam saat upacara Bu?", "Mengapa kok tidak boleh memakai seragam dengan bawahan celana jeans? Wong celana kain seragam saya masih basah karena kemarin kena hujan", "Mengapa kita selalu diberi banyak PR?"Â