Suami dan istri. Dua kata yang seolah tak terpisahkan. Ide yang mungkin terpikir adalah seiring sejalan, dalam suka dan duka, sehidup semati (bukan antara hidup dan mati ya...hehe), atau mungkin ada yang berpikir poligami? ( hihi...)
Saya pribadi suka mengibaratkan dua kata jadi satu paket, lengkap dalam satu kemasan. Oleh karenanya setelah pernikahan nama seorang perempuan bisa jadi berubah. Nama asli dipanggil bu Ani, tetapi pindah lingkungan bisa menjadi bu Andi. Berganti tanpa selametan. Tentu saja karena nama suaminya adalah Pak Andi. Yah...itu mungkin contoh kecil, kalau suami istri itu ibarat satu paket. Satu isi dua
Karena satu paket, orang sering lupa. Bahwa suami istri itu sejatinya dua pribadi yang berbeda. Masing-masing punya minat, sifat, bahkan karakter yang tidak sama. Kadang perbedaannya tipis-tipis, tetapi bisa jadi, ada juga yang perbedaannya sangat ekstrem.
Orang jomblo jadi bertanya. Lah kalau beda ngapain mau bersama? Jawab saya, itulah misteri cinta. Dua kutub yang berbeda malah saling tarik menarik, malah saling jadi tertarik. Tetapi yang pasti itulah anugerah Ilahi, dua insan yang diciptakan berhasrat ingin saling melengkapi, berkembang biak dan memenuhi bumi.Â
Ada yang bilang, dibalik kesuksesan seorang suami, pastilah ada istri yang hebat. Pertanyaannya bagaimana kalau suami yang tidak sukses? Apakah istrinya tidak hebat?
Hmmm... saya sering menjadi saksi banyak para suami yang  hidupnya mungkin tidak sebegitu beruntung, pas pasan secara ekonomi, masih berjuang untuk hidup yang layak. Tahukah anda? Dibalik mereka ada istri istri yang selalu setia, menerima dan menemani, serta tentunya mencintai. Suami dan istri itu hendaknya dan seharusnya saling mendukung bahkan dalam keadaan yang mungkin kurang beruntung.
Semoga masih banyak yang ingat. Peristiwa belum lama ini. Para suami yang terpaksa harus rela melepaskan jabatannya karena ulah istri-istri mereka. Salah satunya boleh dibaca di kompas.com. Anggota TNI AU  yang terpaksa dihukum dan  melepaskan jabatan akibat 'kicauan'istrinya di media sosial. Saya tidak tertarik membahas penyebabnya. Hanya ingin mencari contoh dari keseharian, bagaimana suami istri yang juga punya keinginan sendiri- sendiri, berjalan dengan caranya sendiri  tetapi ujung-ujungnya berakibat pada kesulitan yang dialami  pasangannya.
Kahlil Gibran memang benar. Â Suami dan istri harus membiarkan ada ruang diantara kebersamaan mereka. Ibaratnya tiang candi tidak dibangun terlalu rapat. Sehingga mereka boleh berkasih-kasihan tetapi tidak saling membelenggu cinta. Ruang itu harus tersedia supaya cinta bisa bergerak laksana angin surga yang menari.Â
Itulah yang saya bilang satu paket isi dua. Masing-masing boleh punya pemikiran yang berbeda, beda cara dan keunikan. Tetapi tidak boleh lupa kalau mereka adalah satu. Apa yang dilakukan istri berimbas pada suami, sebaliknya pun demikian.
Perbedaan yang ada hendaknya menjadi cara untuk saling melengkapi dan memperkaya. Bukan akhirnya menyebabkan kejatuhan pasangannya. Kalau ada perbedaan yang dirasa menghambat mestinya dikomunikasikan berdua. Supaya tidak menjadi ganjalan dalam relasi satu dengan yang lainnya.
Saya selalu ingat kata kata orang tua. Istri ibarat pakaian bagi suaminya, begitupun suami ibarat pakaian bagi istrinya. Maknanya adalah hendaknya satu sama lain saling menjaga kehormatan. Janganlah bertindak semaunya. Engkau tidaklah hidup sendiri. Ada teman seiring sejalan, yang akan merasakan akibat keputusan atau tindakan yang engkau lakukan.