Unggul tipis satu gol, belumlah dapat dikatakan performa MU mengalami banyak peningkatan. Kalau boleh saya mengatakan kali ini di grup L klasemen sementara liga Eropa  kelas MU hampir selevel 3 klub lainnya, Fc Astana, AZ. Alkmaar , dan Partizan.Â
Malahan jika menyaksikan laga MU vs AZ. Alkmaar di putaran ke 2 fase grup, dengan berat hati saya mengatakan Alkmaar punya performa lebih baik dalam melakukan tekanan-tekanan. Tambah lagi di fase grup putaran ketiga ini Alkmaar baru saja pesta gol 6-0 kontra Astana. MU saja tidak bisa melakukan itu?Â
Di musim ini, Â Liga Eropa menjadi salah satu peluang MU memperoleh trofi. Mengingat di liga primer dalam urutan klasemen, MU kelihatannya harus sangat bekerja keras.
Persaingan di Liga Eropa saya pikir cukup ketat dan dengan performa seadanya rasanya naif dan kurang realistis bagi MU untuk bersikap terlalu optimis kecuali dengan cepat melakukan perombakan performa dan strategi.
Melihat laga klub senegara di grup F, Arsenal kontra Vitoria SC pada hari yang sama, MU mesti belajar banyak soal semangat juang. Bagaimana Arsenal mengejar 3 gol setelah sebelumnya tertinggal 1 gol dari Vitoria. Performa Vitoria juga mesti diacungi jempol meski menjadi tim underdog di grup F semangat juang anak anak Guimaraes sama sekali tidak surut.
Setuju membaca komentar Paul Merson, mantan pemain Arsenal (ligaolahraga.com), bahwa cukup mengherankan bahwa MU tampak lebih spektakuker melawan tim-tim besar, tetapi melempem melawan tim-tim kecil.Â
Seolah ada energi daya saing gengsi yang cukup besar dan gengsi itu menyurut begitu saja ketika sang lawan berkategori kurang top.Â
Tetapi bisa diamati kalau gaya inilah yang membuat MU selalu tergelincir. Justru karena kekalahan dan kesalahan ketika melawan tim-tim yang kurang bergengsi
Sebagian pemain memang dilanda cedera, tetapi MU sebenarnya masih punya stok pemain yang cukup pengalaman. Sebut saja Juan Mata, Harry Mc Guire, Marcus Rashford, Jesse Lingard, Phil Jones, sampai Fred yang dibeli cukup mahal tetapi kerap tampil kurang stabil.
Entah apa yang merasukimu MU, ataukah sang arsitek  Solksjaer memang bukan pencipta desain yang tepat? Terlalu miskin pengalaman untuk menangani tim sekelas MU? Kacau strategi, manajemen yang berantakan , lemahnya skill individu, ataukah krisis semangat juang?