Cyber Love atau cinta di dunia maya adalah hal yang lazim di era serba internet seperti sekarang ini. Dimana internet sudah bukan merupakan barang mahal. Internet sudah sedemikian merakyatnya hingga semua orang bisa bisa menggenggam dunia. Tidak lagi memandang apakah anda terpelajar atau hanya supir angkot yang bahkan tidak lulus SD. Semua punya handphone yang bisa terkoneksi dengan internet atau lebih tepatnya facebook. Hampir semua orang menggunakan waktunya untuk browsing atau facebook-an dari handphone-nya untuk membunuh sepi atau hanya menunggu waktu. Di halte bus, stasiun kereta, bandara, masjid, gereja, bahkan di toilet sambil membuang hajat. Dua puluh empat jam terkoneksi internet. Apalagi bagi pengguna blackberry. Saat semua orang hampir tidak punya waktu lagi dengan dunia nyata karena kesibukan. Sehingga kehidupan social mereka terganggu. Maka dunia maya adalah pelarian yang tepat untuk memenuhi kebutuhan social mereka yang terabaikan. Dunia pertemanan di dunia nyata mulai tergantikan oleh dunia maya. Tidak hanya pertemanan, bisnis dan lain sebagainya yang mulai mencari salurannya sendiri. Cinta di dunia nyata pun serta-merta tergantikan oleh peran maya internet. Its Cyber Love time. Perkenalan saya dengan dunia maya di mulai sekitar sebelas tahun lalu. Dan kondisi dunia maya saat itu di Indonesia juga tidak se-bombastis sekarang. Pengguna internet masih terbatas di dunia internasional. Jumlah warung internet juga masih terbatas jumlahnya. Sekali pun ada warung internet, harganya juga mahal. Namun saya baru mulai menggunakan secara aktif adalah ketika duduk di bangku kuliah semester satu. Agak sedikit terlambat memang, namun memang saat di SMA saya belum terlalu membutuhkan internet. Bahkan di era itu saya masih bisa hidup tanpa handphone. Sedangkan di bangku kuliah saya mulai disodori berbagai tugas yang memerlukan kelihaian khusus untuk berselancar di dunia maya. Itu pun saya masih dituntun oleh salah satu sahabat saya. Lama-kelamaan rasa keingin tahuan saya yang semakin besar menuntun saya pada dunia pertemanan ala dunia maya, chatting. Saya pun mulai berkelana di dunia maya. Saat itu Yahoo Messenger (YM), Google Messenger, Skype dan lain sebagainya belum booming. MIRC masih merajai dunia per-chattingan. Dan saya pun mulai mengenal MIRC. Saya dengan bahasa Inggris saya yang pas-pasan mulai memberanikan diri berkenalan dengan orang-orang baru dari berbagai bangsa. Dan entah bagaimana saya tiba-tiba berkenalan dengan pria Pakistan bernama Saiful Malook. Siapa sangka pria yang lahir dan besar di Peshawar Pakistan ini akhirnya mengubah hidup saya untuk selamanya. Saya agak lupa di grup apa saya bertemu dengan Saiful Malook di MIRC. Yang jelas sejak pertemuan pertama akhirnya kami jadi punya jadwal tetap untuk chatting di MIRC. Setelah dirasa hubungan pertemanan kami semakin intens, kami mulai berpindah tempat ke MSN Messenger. Saat itu saya memang seringkali mendapatkan nasihat dari sahabat-sahabat saya untuk tidak terlalu percaya dengan orang-orang di dunia maya. Dan tak usah terlalu jujur memaparkan jati diri kita. Tetapi entah mengapa saya benar-benar percaya dengan Saiful Malook ini. Selain saya percaya bahwa bila kit aberbicara jujur, maka lawan bicara kita juga akan berbicara jujur. Berlaku hukum timbal-balik. Hubungan saya dengan Saiful Malook awalnya memang murni pertemanan, bahkan beberapa bulan pertama kami tidak saling bertukar foto. Namun kami saling percaya dan terikat. Dan entah mengapa kami malah saling cinta. Saya tidak tahu benar apa itu cinta. Hingga saya merasakan ada keanehan dalam diri saya. Saya berubah menjadi pribadi yang amat sangat ceria. Hari Jum’at yang merupakan jadwal tetap chatting kami menjadi hari-hari yang sangat membahagiakan. Saya selalu terbayang-bayang wajahnya. Intensitas komunikasi kami semakin lama semakin meningkat. Kami tidak hanya chatting, email tetapi juga saling berkirim surat. Telepon hanya beberapa kali saja, karena biayanya yang sangat mahal dan saat itu kami masih mahasiswa. Dan saat itu teknologi webcam atau audio belum begitu canggih seperti sekarang. Maka asmara kami cukup terpuaskan dengan chatting, dan surat-surat. Suara paling indah selain dering telepon dari Saiful Malook adalah suara deru motor tukang pos yang mengantar surat-surat Saiful Malook ke rumah saya. Betapa saya akan melonjak kegirangan ketika surat itu tiba di rumah saya. Saya akan memeluknya, menciuminya dan membacanya berkali-kali hingga saya tertidur sambil memeluk Surat Cinta Saiful Malook. “ Mujhe aap sy pyar hun, mera jaan… “ (= Aku mencintaimu, kekasihku…) Tiba-tiba saya berubah menjadi mellow dan mulai menguasai Bahasa Urdu yang mirip dengan Bahasa India, hanya berbeda di tulisan. Saiful Malook mengirimi saya berbagai macam hadiah, yang saya tahu benar barang sederhana itu cukup mahal untuk Saiful Malook yang miskin. Tapi saya menyimpannya setengah mati. Orang bilang saya sudah gila. Mencintai orang yang mungkin hanya sebuah karakter di dunia maya. Tetapi saya tak peduli. Saya yakin benar Saiful Malook benar-benar mencintai saya. Saya tidak menganggap dia maya. Tetapi dia adalah nyata, senyata cinta saya yang meletup-letup. Hingga suatu hari pada puncak perang Afghanistan di tahun 2001, Saiful Malook lenyap ditelan bumi. Saya tidak lagi mendapatkan sepucuk surat pun dari Saiful Malook. Tidak ada email, bahkan dia tidak pernah lagi datang di jadwal chatting kita. Saiful Malook lenyap, dan saya menggila. Rasa cinta saya yang besar membuat saya nekat untuk menghadap sang duta besar Pakistan untuk Indonesia. Saya datang untuk meminta bantuan beliau mencari Saiful Malook. Kebetulan H.E. Syed Mustafa Anwer Hussein adalah mantan komandan militer AL, atasannya Jenderal Pervez Musharraf (Mantan Presiden Pakistan). Melalui bantuan anak buahnya yang disebar di seluruh Peshawar, sang duta besar mencari kekasih maya saya Saiful Malook. Namun keadaan daerah konflik Peshawar yang kala itu sedang kacau. Peshawar adalah tempat persembunyian militan Afghanistan, karena Peshawar hanya berjarak 10 km dari Jalalabad Afghanistan. Maka semua orang tutup mulut bila militer menanyakan nama seseorang. Mereka takut kalau-kalau orang itu adalah buronan teroris. Dan Saiful Malook pun lenyap. Hingga akhirnya suatu hari bertahun-tahun kemudian Saiful Malook ditemukan dalam keadaan tragis. Berkeliaran bak orang gila di jalanan ibukota Peshawar sambil menciumi amplop berisi surat cinta dan sehelai rambut saya. Tentang mengapa dia menjadi gila, bisa baca di novel perdana saya SURAT CINTA SAIFUL MALOOK yang membuat nama saya tiba-tiba melejit. PTV (Pushto TV Channel) di Peshawar yang juga direlay di seluruh dunia lewat jaringan TV kabel. Dan bahkan Metro TV dulu pernah mengundang saya sebagai pelaku Cyber Love. Tidak hanya novel, skripsi saya pun saya dedikasikan untuk cinta maya saya, Saiful Malook. Gila memang, mencintai seseorang di dunia maya sedemikian besarnya hingga tidak waras. Dan ternyata hal itu tidak hanya terjadi pada saya. Namun banyak orang di luar sana. Boleh jadi anda. Semenjak kejadian Saiful Malook, saya menjadi apatis pada dunia maya. Saya mengganti akun email saya dan meninggalkan chatting kecuali dengan teman-teman dekat saya yang saya kenal lewat dunia nyata. Saya kapok bercinta di dunia maya. Tetapi saya bertekad untuk menyelamatkan para pecinta di dunia maya. Satu kejadian lucu adalah ketika saya pernah berkenalan dengan pemuda Mesir yang ternyata sedang tergila-gila dengan perempuan Indonesia. Pemuda Mesir teman chatting saya ini bernama Amir, jatuh cinta dengan seorang perempuan SMA di Surabaya bernama Mira. Amir membuatkan website pribadi yang berisi foto-foto si perempuan dan puisi-puisi untuk pujaan hatinya. Kebetulan zaman itu memang blog dan website belum sepopuler sekarang. Jadi saya masih sangat kagum akan usaha si pria. Naluri detektif saya bekerja. Saya pun mencari tahu keberadaan si perempuan bernama Mira ini. Kemudian saya mengundang dia untuk menjadi teman saya di YM. Dan akhirnya saya dan Mira berteman. Mira adalah perempuan lugu yang sedang tergila-gila dengan Amir. Dia merasa Amir benar-benar mencintainya. Buktinya adalah, intensitas chatting, berkirim email dan telpon Amir yang sangat tinggi. Bahkan dari hasil penyelidikan saya Mira ini mulai berhasrat untuk menikah dengan Amir. Mira masih duduk di kelas dua SMA. Terlalu dini untuk menikah. Dan saya tahu, dia belum tahu benar arti menikah selain penghalalan suatu hubungan. Mira selalu bilang kepada teman-temannya bahwa Amir akan segera datang menjemputnya untuk menikahinya. Kemudian mereka akan pergi ke Mesir. “ Kamu kan masih SMA, kalau menikah bagaimana sekolahmu?” Tanya saya waktu itu. “ Amir setuju kalau aku menyelesaikan sekolah dahulu. Aku bisa kuliah di Universitas Al Azhar.” Jawabnya dengan lugu. Perasaan cinta Mira begitu menggebu-gebu. Begitu pun pada Amir. Namun saya merasa ada yang tidak beres di antara mereka. Saya yakin dengan perasaan saya. Makanya saya tetap memantau mereka, terutama Mira. Mungkin karena Mira adalah perempuan dan sebangsa dengan saya. Saya tidak ingin kejadian saya dan Saiful Malook terulang. Atau lebih parah lagi. Saya pun akhirnya mendampingi Mira. Bahkan orang tua Mira minta tolong saya untuk menyadarkan Mira akan halusinasinya bercinta dengan pria di dunia maya. Lama-kelamaan kecurigaan saya terjawab. Suatu hari Mira bercerita tentang Amir yang meminta mengiriminya uang 100 US$ untuk pengurusan visa. Saya menanggapi dingin. Karena berdasarkan pengalaman saya chatting dengan banyak orang, tidak ada yang kurang ajar meminta saya mengirimi uang. Malah saya kebanjiran hadiah dari mereka, tanpa saya minta. Mungkin Tuhan berkehendak lain dengan menunjukkan saya pada Shanon seorang single parent beranak satu dan masih berusia dua puluh tahun asal Chicago Amerika Serikat. Shanon, sahabat baru saya bercerita tentang kekasihnya Amir yang juga asal Mesir. Saya merasa ada kesamaan karakter dengan kekasih Mira. Ternyata memang Amir adalah orang yang sama. Pada Shanon, Amir juga menebar pesona, menjebak cintanya dan memintanya mengirimi uang 100 US$ untuk alasan yang sama. Namun saya belum membongkar konspirasi itu, sampai saya mengumpulkan sejumlah bukti. Dan ternyata memang Amir berkata dusta kepada dua orang ini dan juga beberapa perempuan lainnya. Saya akhirnya membongkarnya dan mempertemukan kedua perempuan ini dalam satu kesempatan. Amir pun akhirnya mengaku dan tidak bisa mengelak. Seketika itu juga Shanon dan Mira berang. Mereka meninggalkan si pecundang Amir. Amir gigit jari. Apakah Mira menjadi kapok dan berhenti becinta di dunia maya? Ternyata tidak saudara-saudara. Si Mira malah sudah asyik dekat dengan pria lain dari Eropa. Begitu terus, karena Mira memiliki obsesi memiliki kekasih bule, syukur-syukur bisa menikah. Saya pun merasa tugas saya selesai. Itu pilihan hidup Mira dan saya tidak punya hak untuk melarangnya. Berikutnya ada Ramona, perempuan lugu di suatu daerah yang di masa mudanya terjebak cinta palsu dari seorang warga Negara Korea. Hingga akhirnya dia harus hamil di luar nikah. Ramona berjuang sendirian demi anaknya. Karena si pria Korea kurang ajar yang telah menebar benih itu lenyap entah kemana. Tidak pernah lagi mengunjunginya. Untung saja, Ramona memiliki orang tua yang luar biasa. Orang tua Ramona tidak mengucilkan tetapi malah memaafkan dan menyayangi Ramona. Ramona tidak lantas kapok untuk menjalin hubungan dengan pria asing. Ramona memulai hubungan pertemanan lewat chatting. Beberapa kali dekat dengan para bule di dunia maya, namun tidak pernah berjalan mulus. Dan Ramona tidak menyerah. Suatu kali saya pernah bertanya pada Ramona tentang harapannya. Ramona bilang, “ Kalau boleh memilih Ramona ingin menikah dengan pria yang paling tidak berasal dari ras yang sama dengan anaknya. Agar anaknya tidak merasa lahir tanpa bapak.” Dan Ramona akhirnya mendapatkan impiannya. Ramona menikah dengan salah seorang teman chattingnya. Seorang warga Amerika keturunan Negara matahari terbit yang memuja Ramona. Ramona akhirnya menikah. Pria itu memboyong Ramona dan si kecil ke negeri Paman Sam. Dan mereka hidup berbahagia hingga kini Ramona telah memiliki anak kedua. Hubungan saya dan Ramona sangat dekat saat itu. Ramona selalu curhat dengan saya tentang apa saja. Awal pertemanan saya dengan Ramona adalah setelah Ramona melihat saya di TV. Rupanya dia meminta nomer telepon saya kepada kru dan mencari saya. Kami pun berteman dekat. Setelah munculnya novel perdana saya di tahun 2006 itu, mendadak saya memiliki banyak teman dari berbagai daerah dan Negara. Sebagian besar dari mereka adalah pelaku dan korban Cyber Love. Mereka datang kepada saya untuk sekedar menanyakan kabar saya dan Saiful Malook atau membagikan cerita cinta mereka kepada saya. Tiba-tiba saya jadi dokter Cyber Love. Saya datang untuk memecahkan segala permasalah tentang cinta di dunia maya. Saya mendengarkan dan member nasehat semampu saya. Itupun kalau mereka masih mau dinasehati. Berdasarkan pengalaman saya dan orang-orang yang curhat kepada saya. Saya menjadi ahli untuk membedakan mana yang dusta dan mana yang jujur. Saya bisa menebak tipikal lelaki kekasih maya para perempuan yang datang kepada saya. Dan ketika saya menemukan kejanggalan, saya akan serta-merta menasehatinya untuk melupakan dia. Karena dia hanya main-main. Kebanyakan kekasih dari teman saya adalah pemuda India, Pakistan dan Arab terutama Mesir. Mungkin karena rentang waktu Indonesia dan Negara-negara tersebut tidak terpaut jauh. Mungkin karena sebagian besar pemuda di Negara tersebut, tidak terlalu sibuk maka punya banyak waktu untuk chatting. Saya tak henti-hentinya mengingatkan tentang kultur negara-negara ini yang lebih memilih untuk menikah dengan bangsanya sendiri. Tentang sejumlah mahar yang harus dibayar oleh perempuan di India dan Pakistan. Tentang kebiasaan orang-orang Pakistan/India yang memegang falsafah Joint-Family. Di dalam satu rumah besar biasanya tinggal lebih dari satu kepala keluarga. Ada perempuan Indonesia yang terlibat Cyber Love dengan Pria Pakistan. Entah bagaimana si pria ini berhasil memikat sang perempuan hingga dia rela meninggalkan orang tua dan pekerjaannya di Indonesia untuk menikah dengan si pria di Pakistan. Si perempuan menikah dengan wali nikah, karena orang tua si perempuan tidak bisa datang dan tidak merestuinya. Apakah si perempuan bahagia menikah dnegan pujaan hatinya? Mungkin di bulan-bulan awal adalah surge dunia. Menginjak bulan kelima, sifat asli dari keluarganya mulai terlihat. Si perempuan dan suaminya tinggal di rumah mertua dan kebetulan di situ ada ipar-ipar lainnya. Si perempuan diperlakukan seperti pembantu. Dia memasak dan mencuci baju untuk seluruh anggota keluarga. Si perempuan dimaki-maki karena kebetulan si perempuan satu-satunya menantu yang tidak Pakistan dan tidak bayar mahal yang tinggi. Dan malangnya sang suami masa bodoh. Si perempuan diperlakukan tidak baik. Sendirian tanpa sanak famili. Belum lagi si perempuan diwajibkan memakai jubah ala perempuan Peshawar. Si perempuan tak punya pilihan. Ingin kabur tak tahu kemana. Uang sepeserpun tidak ada. Uang simpanannya dari hasil kerja di Indonesia habis ludes tak bersisa. Saluran telepon pun dibatasi. Mau lari ke KBRI, tidak tahu bagaimana caranya. Si perempuan berusaha bertahan demi sang anak. Hingga akhirnya entah bagaimana si suami dan keluarganya melunak. Mereka membolehkan si perempuan Indonesia pulang ke Indonesia tetapi tanpa membawa anak. Alasannya nanti suaminya dan anaknya akan datang menyusul. Si perempuan pulang, namun tunggu punya tunggu sang suami dan anaknya tidak pernah datang. Si perempuan bahkan tidak bisa lagi menemui anaknya. Saya selalu menekankan pada semua teman saya untuk tidak mudah percaya pada janji palsu lelaki di dunia maya. Saya juga bilang kalau menikah dengan pria asing lebih ribet dibanding dengan WNI. Juga mengenai perbedaan budaya dan lain sebagainya. Belum lagi urusan uang yang tidak sedikit jumlahnya. Cinta tanpa logika hanya akan membuat bencana di kemudian hari. Saya juga berpesan untuk melibatkan orang tua dalam memutuskan. Jangan menikah tanpa restu orang tua. Biar bagaimana pun mana ada sih orang tua yang mau menjerumuskan anaknya sendiri. Banyak juga perempuan-perempuan yang telat menikah terjebak dalam cinta di dunia maya. Saat usianya tidak lagi muda, sang perempuan tetap menggantungkan harapannya pada lelaki pujaannya di dunia maya, yang bahkan belum pernah dilihat batang hidungnya. Alasannya karena lelaki itu mencintai dia dan tak mungkin berdusta atau menyakitinya. Padahal lelaki itu ternyata sudah dijodohkan oleh orangtuanya dengan perempuan sebangsa. Dan si perempuan Indonesia tetap berharap si pangeran akan datang menjemputnya. Namun hingga usianya melewati tiga puluh dan terus beranjak menuju empat puluh perempuan itu tetap terpasung dalam penantian yang tak berujung. Setiap saya menemui teman semacam ini, biasanya saya akan tanya tentang keseriusan si lelaki. Sudah berapa kali dia berkunjung? Berapa kali telepon? Sudahkah berinteraksi dengan keluarga besar dan lain sebagainya? Dan seabrek pertanyaan investigative lainnya. Kalau lelaki itu tidak pernah datang padahal sudah bertahun-tahun berpacaran, saya katakan kepada mereka. LUPAKAN! CARI SAJA DI DUNIA NYATA. Karena banyak dia antara mereka yang yang membuang waktu percuma untuk berkomitmen dengan si lelaki di dunia maya, tanpa tahu bagaimana keseriusan si lelaki. Begitu komitmennya sampai si perempuan mengabaikan dirinya yang sudah semakin tua dan belum menikah. Mengabaikan para lelaki baik-baik yang datang di dunia nyata, karena si perempuan masih mengharapkan cinta si pangeran maya ini. Dulu saya pernah beranggapan, bahwa orang-orang yang terjebak cyber love adalah orang-orang kuper yang tidak punya teman. Mereka minder dan berusaha menjadi orang lain di dunia maya. Tetapi ternyata tidak, banyak di antara mereka yang orang dengan karir bagus, cantik, banyak teman, dan lain sebagainya. Mungkin ada di antara mereka yang terlalu sibuk hingga tak punya waktu untuk berinteraksi di dunia nyata. Tetapi anehnya tidak sedikit pengangguran yang hobi chatting. Kemarin, saya berbincang dari salah seorang sahabat saya yang kebetulan adalah pembaca SURAT CINTA SAIFUL MALOOK (SCSM). Persahabatan kami bermula dari novel itu. Dia yang menghubungi saya karena dia memiliki kekasih dari Peshawar. Bahkan hubungan cinta mereka sudah terjalin hampir 8 tahun. Luar biasa! Dan entah mengapa, saya merasakan lelaki ini sama tulusnya dengan Saiful Malook. Saya yakin kalau dia juga cinta teman saya ini, sebut saja Ajeng. Walau saya tidak lupa mengingatkan Ajeng agar banyak berdoa minta petunjuk Allah. Saya juga cerita tentang pengalaman nyata beberapa orang yang menikah dengan pria Pakistan, yang baik dan yang buruk. Tentang kultur joint-famili dan adat menjodohkan dengan gadis sesuku, juga mahar. Saya juga tidak henti-hentinya mengingatkan agar dia juga tidak menutup hatinya kalau-kalau ada lelaki di dunia nyata yang lebih serius mengingat setiap detik usianya bertambah dan dia harus segera menikah. Lagipula teman saya ini pandai, karir bagus, cantik, ulet, dan lain sebagainya. Saya yakin banyak lelaki yang menaruh hati padanya. Namun para lelaki bisa mundur seriubu langkah karena Ajeng sesumbar tentang pria pujaannya itu. Si lelaki Pakistan pernah satu kali berkunjung ke Indonesia untuk jangka waktu yang lama. Namun mereka tidak berjumpa dalam waktu yang cukup lama. Sempat maju mundur, karena si lelaki tidak juga mendapat izin dari keluarga besar di Pakistan untuk menikahi perempuan Indonesia. Akhirnya perjalanan cinta mereka yang lama dan berliku akan segera berakhir dalam mahligai pernikahan dalam waktu dekat. Setelah menikah, Ajeng akan diboyong ke negara ketiga (bukan Indonesia dan Pakistan). Karena si lelaki tidak mau keluarga besarnya banyak ikut campur. Saya sangat setuju ide itu. Itu membuktikan betapa sang lelaki mencintai Ajeng. Dan itu berarti Ajeng harus keluar dari kedinasan PNS. Ajeng harus meninggalkan karirnya untuk mengikuti suami. Saya pernah berpesan pada Ajeng. “ Aku tahu kamu perempuan pintar, bila terjadi hal-hal buruk pada diri kamu di negeri seberang NAUDZUBILLAHI MINDZALIK. Larilah ke KBRI terdekat atau segera hubungi aku. Nomer telepon saya tidak akan berubah juga email aku. Dan saya akan datang membawa bala bantuan.” Saya mengatakan hal tersebut karena saya sayang pada dirinya. Saya tidak mau hal-hal buruk yang terjadi pada salah satu pasien saya tidak terjadi padanya. Saya hanya berdoa padanya agar dia bahagia dengan perkawinannya. Ketika ada teman-teman atau pembaca saya bertanya kepada saya, apakah saya juga Cyber Love ketika mendapatkan suami berwarga-negara asing. Saya bisa bilang dnegan pasti TIDAK. Pertanyaan berikutnya pasti., “ Lantas bagaimana caranya?” Saya akan jawab, “ Beli dan baca novel saya THE CHOSEN PRINCE….Tuhan punya cara bagaimana mempertemukan saya dengan pangeran saya yang terpisah ribuan mil di ujung benua yang berbeda.” Dan habis perkara. Perkara jodoh memang misterius, kita tidak pernah bisa memilih kapan, dimana dan dengan siapa kita akan berjodoh. Boleh jadi pasangan kita terpisah ribuan mil di sana atau tetangga sebelah rumah yang sekaligus teman sepermainan. Boleh jadi dia berbeda zaman dengan kita atau malah sebaya. Boleh jadi dia musuh besar kita atau malah pujaan. Tidak ada yang salah mencintai orang lewat dunia maya. Tuhan punya cara sendiri untuk mempersatukan hamba-Nya dalam cinta. Jadi tak usah malu bila anda mencintai orang di dunia maya. Anda hanya perlu lebih mengasah kepekaan anda agar tidak terjebak dalam cinta palsu. Tidak usah juga menghakimi orang-orang yang bercinta di dunia maya. Terkadang kita harus mencintai orang yang salah sebelum mencintai orang yang tepat! Jakarta, 18 Juni 2010 Risma Budiyani Dilarang menjiplak tulisan ini tanpa seizing dan mencantumkan nama penulisnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H