Mohon tunggu...
Risma W
Risma W Mohon Tunggu... -

I'm a student and I'm still learning...

Selanjutnya

Tutup

Nature

Antara Kita dan Hutan

15 Mei 2013   12:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:32 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Buat apa ngurusin hutan? Toh kita nggak hidup di hutan kan?”

Barangkali orang yang mengatakan itu tidak pernah memahami arti kehidupan. Sebagai makhluk sosial sudah tentu kita tidak dapat hidup sendiri. Kita pasti membutuhkan bantuan dan perhatian orang lain. Dan orang yang kita butuhkan tinggal dimana? Ya, mereka tinggal bersama-sama dengan kita di bumi tercinta ini. Planet yang setiap hari menyampaikan pesan-pesan kehidupan, menyampaikan elemen-elemen kehidupan untuk kita bertahan. Salah satu elemen penting itu adalah gas super mahal yang setiap hari kita butuhkan yaitu oksigen. Lalu dimana sumber utama gas berharga itu tidak perlu ditanyakan lagi karena kita semua tahu itu. Hutan adalah penyuplai terbesar gas oksigen. Gas kehidupan yang setiap hari kita gunakan dengan gratis.

Sebagai manusia hendaknya kita peduli dan menyadari adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan—atau dalam istilah biologi biasa disebut simbiosis mutualisme—antara kita dan hutan. Hutan menyediakan sumber kehidupan dari Tuhan yang tak terbilang lagi jumlahnya. Selain oksigen, hutan menyediakan makanan bagi manusia maupun satwa-satwa di dalamnya. Menjadi penyetor kayu-kayu berkualiats di meubel-meubel dari yang amatiran hingga yang ternama dan berkelas, menyediakan bahan-bahan bangunan, serta bahan industri dan pabrik. Namun sekarang yang terdengar justru pembalakan hutan, illegal logging, eksploitasi sumber daya alam, dan pembukaan area hutan—untuk pemukiman, pembangunan pabrik, apartemen, swalayan, dan tempat-tempat hiburan, bla bla bla. Akibatnya, tidak berhenti pada musnahnya segala jenis tumbuhan melainkan juga terganggunya komunitas satwa yang hidup di hutan. Jika satwa-satwa tersebut sudah tidak memiliki tempat tinggal dan kehabisan makanan mereka akan punah. Kalaupun masih bisa bertahan, mereka akan mencari makan ke pemukiman warga terdekat dengan hutan, terjadi konflik antara warga dan satwa yang akhirnya satwa itu yang dikalahkan dan mati juga. Hilanglah keanekaragaman hayati di negeri tercinta ini.

Tapi saya rasa jika dapat merasakan kecewa atau marah sekalipun hutan tidak akan melampiaskannya dengan berhenti memproduksi oksigen dan hasil-hasil hutan lainnya karena hutan menyadaribahwa sedang hidup berdampingan dengan manusia dan pasti akan saling membutuhkan. Maka dari itu hutan tidak pernah berhenti menjalankan “tugasnya” karena tau bahwa suatu saat nanti akan membutuhkan manusia, untuk menebang pohon yang sudah terlampau tua dan menggantikannya dengan pohon yang baru, mengambil buah-buah dari pohon yang sudah memberati dahannya, juga mengambil daun-daun yang sudah terlalu memberatkan batangnya ketika angin bertiup dengan kencang. Tapi apakah manusia menyadari itu? Biarlah hati manusia yang menjawabnya.

Untuk mengurangi permasalahan yang begitu rumitnya kita bisa menerapkan sistem yang sudah ada dan mematuhi peraturan. Apabila akan melakukan penebangan harus memilih tanaman yang akan ditebang, yaitu pohon yang sudah tua. Penebangannya juga harus diberi jarak, tidak satu lokasi ditebang semua. Kemudian setelah melakukan penebangan pohon di hutan, harus selalu diiringi dengan penanaman pohon baru mengingat cara yang paling efektif untuk menyelamatkan hutan kita adalah menanam pohon karena penghijauan sangat dibutuhkan sebagai regenerasi dan keseimbangan ekosistem. Dengan demikian kelestarian hutan tetap terjaga. Selain itu, langkah yang bijaksana bisa dimulai dari hal yang paling sederhana mulai dari diri kita sendiri dan mulai dari sekarang. Misalnya saja dengan menghemat pemakaian barang-barang yang berbahan baku dari sumber daya hutan. Simpel dan sederhana tapi lebih mengena.

Sudah terlampau banyak teori yang bisa didapat dari jenjang sekolah mengenai solusi-solusi pemecah permasalahan hutan. Tapi itu terhenti begitu saja tanpa ada realisasi. Kebanyakan pelajar lebih mementingkan pengetahuan itu untuk mendapat nilai bagus yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyelamatan permasalahan hutan itu sendiri—iya kan? Tidak heran jika hari ini masih terlalu banyak orang yang tidak mempedulikan keadaan hutan yang sudah kritis dan bisa saja masuk UGD layaknya orang sakit parah. Jika hal tersebut dibiarkan begitu saja tanpa usaha yang konkret maka fungsi hutan itu akan game over layaknya sebuah permainan yang terhenti dengan akhir yang mengecewakan. Dan bisakah kita hidup setelah itu? Bisakah kita hidup tanpa hutan? Tentu saja tidak karena antara kita dan hutan ada relationship yang akan menjadi harmonis jika kita memahami dan mempertahankannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun