Mohon tunggu...
Risma Devita
Risma Devita Mohon Tunggu... -

Simple

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ruang Kosong Imajiku

24 Mei 2014   18:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:09 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu terkadang adalah hal yang semua orang benci, karena waktu terkadang merenggut semua yang membuatmu bahagia, dan tak sedikit orang yang berharap di suatu masa waktu itu berhenti, karna meraka tak ingin kehilangan atau mendengarkan sesuatu yang akan membuat mereka terluka dan jatuh.

****

Terkadang waktu memberikan kita pilihan yang membingungkan, bertahan atau mundur dan terluka, ada satu masa di mana aku membenci waktu, saat-saat waktu merenggut senyum dan belaian ayah ibuku, aku sebatang kara di tanah yang sangat kejam ini (Jakarta).

Sekali waktu aku pernah berimaji, aku berada di suatu tempat, ruang kosong.

****

Umurku 17 tahun sekarang, 2 tahun sudah aku menghidupi diriku sendiri, bekerja paruh waktu di beberapa tempat, menguras seluruh keringat dan membanting tulang untuk tetap bertahan hidup, kalau boleh aku memilih, aku ingin aku pergi bersama mereka, keluarga yang kini sangat aku rindukan.

Sesekali waktu, di setiap malamku, aku selalu menatap langit gemerlap, “Apa kalian melihatku di sana?” mungkin hidupku tidak akan se menderita ini, jika kalian masih ada.

Luka kehilangan memang terkadang menyesakkan, selalu membuatku menjadi wanita cengeng, yang tak pernah bisa menahan air matanya.

Aku ingin berada di sebuah kesunyian yang benar-benar sunyi, merasakan sendiri yang benar-benar sendiri di sebuah ruang kosong,

bukan seperti ini, merasakan kesunyian di sebuah kericuhan bumi perpijakanku, sendiri di tengah orang yang hilir mudik.

Terkadang aku merasa iri pada mereka yang mempunyai segalanya.

****

Aku berada di ujung kegilaanku, bertanya pada waktu, kapan engkau akan mengembalikan lagi senyumku, entah bagaimanapun itu caranya, aku tak ingin lagi melihat wajah murungku di cermin kebisuan, yang kulihat di jelaga danau itu.

****

Hujan... hari ini hujan, aku di temani secangkir kopi [ahit

yang ku seduh sendiri, warnanya hitam kental, pekat, terakhir kalinya hanya ampas yangmengingatkanku akan kenangan yang tersisa. Rumahku dekat dengan taman, rntah kenapa seusai menyeduh secangkir kopi itu aku ingin berkunjung ke taman itu, taman yang telah lama tak pernah ku kunjungi lagi sejak 2 tahun mendiang ayah dan ibuku wafat.

Sepertinya bukan ide yang terlalu buruk, duduk di bawah rintik hujan.

Tak seperti yang ku harapkan, satu-satunya kursi di taman itu di duduki seseorang.

Dia melamun menengadahkan tangannya menampung hujan.

Ingin hati menanyainya, penasaran akan yang ia lakukan, sepertinya ia juga sedang terluka sepertiku.

****

Sosok itu melihatku, membiarkanku untuk ikut duduk dan berbagi kursi itu dengannya,

senyap... tak ada suara kecuali rintik hujan,

untuk yang pertama kalinya, aku bertemu dengan seseorang yang entah membuatku merasa nyaman.

Sejenak aku seperti berada di ruang kosong itu, tapi kali ini aku tak membayangkannya sendiri, entah kenapa sosok yang di sampingku mengingatkanku akan masa lalu, teman yang tak pernah ku temui lagi hingga sekarang, sesaat semenjak kepindahannya ke Surabaya 10 tahun yang lalu.

Waktu berlalu begitu cepat, malam semakin menusuk, dan aku hampir membeku, tapi tetap saja semua hening. Ku putuskan untuk beranjak lalu menghilang bersama bayang sang malam.

****

Sesampainya di tempat hunianku, entah kenapa aku berharap bisa bertemu lagi dengannya.

Setelah hari itu.. aku rajin datang ke taman, mencari alasan untuk dapat melihatnya, dan menemukannya, tapi hingga detik ini 1 minggu setelah pertemuan itu aku belum melihatnya lagi.

Rasa sesal menjejal dalam hatiku, “Kenapa tak ku tanyakan namanya, bahkan sampai saat ini aku masih di buatnya penasaran, siapa dia, dimana rumahnya, dari mana asalnya, bisakah kita bertemu lagi, dan lagi?

****

Satu minggu berlalu, aku masih belum berhenti datang dan mencari alasan untuk sekedar duduk, mencari sesuatu yang hilang itu, tapi tak kutau apa yang hilang itu.

Tiba-tiba ada sosok berjalan mendekatiku, makin dekat, dan makin nyata.

Spontan ku katakan “Oh Tuhan.. Kau masih memberiku kesempatan untuk bertemu dengannya,sungguh Tuan aku penasaran denganmu. Maafkan atas kelancanganku.”

“Aku Rendy, aku juga penasaran dan ingin bertemu lagi denganmu, waktu itu aku tak sempat menanyakan siapa namamu.”

“Namaku Tasya, Tasya Firana.”

Pertemuan ini adalah pertemuan yang takku sangka akan terjadi lagi,

apa dia malaikat, yang berbaik hati menemaniku, apa dia makhluk yang di kirim Tuhan untuk menemaniku, setelah sekian lama aku diam dan terpuruk atas kepergian keluargaku.

Nyaman.. bahkan saat ini dia mampu mengembalikan lagi senyum ini yang pernah hilang,

kebebasan tawa yang tak pernah ku rasakan lagi, yang sempat terenggut oleh waktu,

saat ini hanya satu yang ku inginkan, waktu berhentilah, aku tak ingin semua ini berlalu, kemudian kau merenggutnya lagi seperti kau merenggut keluargaku.

****

(Aku)“Kamu percaya waktu?”

(Rendy)“Waktu adalah hal yang ku benci, dia merenggut dan berlalu begitu cepat atas kebahagiaan kita.”

“Dan dia menjadi lama saat luka itu bersemayam dan merenggut semua tawa.”(Aku)

****

Kamis, saat itu hujan lagi, seperti saat pertama aku bertemu dengannya, bedanya, dulu aku belum mengenalnya, pertemuan itu tidak sengaja, tapi sekarang aku sudah mengenalnya dan ini adalah pertemuan yang kami rencanakan.

Pertama kalinya aku pergi dengan seseorang setelah sekian lama aku hanya diam dan mengurung diri pada lingkungan sekitarku.

Ternyata alam masih tetap sama, indah dengan semua pesonanya, langit birunya, angin sepoinya, bunga-bunga yang bermekarnya, danau, pantai, baru ku sadari ternyata aku terlalu lama tak beranjak dari keterpurukanku.

Ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di taman mini ini, terakhir kali aku kesini sebelum teman masa kecilku Ferdy pergi ke Surabaya mengikuti ayahnya yang di pindah kerja di Surabaya.

Aku mulai berfikir, begitu banyak kesamaan Rendy dengan Ferdy, senyumnya, cara bicaranya, sampai pada tingkah lakunya.

Waktu.. kenapa kau mengingatkanku kembali pada bayang itu, yang lama meninggalkanku tanpa kabar, aku ingin melupakannya.

****

“Kenapa? Kenapa terdiam? Ada yang mengusik fikiranmu?”

“Tidak.. aku hanya ingin pulang, saat ini.”

“tiba-tiba saja ingin pulang, tapi...”

“ayo pulang(sambil tersenyum seolah tak terjadi apapun”

Rasanya aku belum siap untuk menceritakannya pada Rendy.
****

Jum'at siangnya aku kembali lagi ke taman, berharap Rendy ada disana.

Tak kusangka ia juga ada di sana.

“Hai.. Maaf atas perubahan sikapku kemarin”

“Kamu kenapa kemarin? Tidak terjadi sesuatu yang buruk kan?”

“Tidak, hanya saja ada sesuatu yang terkadang masih berkelebat di fikiranku”

Sejenak keadaan menjadi kaku, semua hening, sama seperti saat pertama aku bertemu dengannya disaat hujan itu turun.

“Kamu mau kerumahku, sebenarnya aku baru pindah ke jakarta 1 bulan yang lalu.”

“Kamu bukan asli sini? Lalu dari mana asalmu sebelum pindah ke Jakarta?”

“Aku dari Surabaya”

Dan lagi, Surabaya, sama seperti tempat kawan lamaku itu pergi.

Tapi, ku putuskan untuk ikut dengannya, sekedar mengobati rasa penasaranku.

****

Sesampainya di rumahnya, benar saja firasatku tentangnya, rupanya dia kakak dari kawan lamaku Ferdy.

Keadaan ini kembali membuatku bingung, apa ini? Waktu, apa kau mau mempermainkanku lagi?

****
Di satu sisi aku begitu merindukan kawan lamaku itu, ingin memeluknya, memuk

ulnya dan mengatakan “Kemana saja kau, kenapa pergi begitu lama, teganya kau meninggalkanku, tanpa kabar, tak taukah kau begitu menderitanya aku selamaini sendiri.?

Tapi di sisi lain dia adik teman baruku yang berhasil mengembalikan senyumku

****


“Hai, bagaimana kabarmu, kemana saja kau, aku mencarimu, aku datang kerumah lamamu, tapi bukan kamu yang di sana, penghuninya mengatakan kamu pindah setelah wafatnya kedua orang tuamu,aku turut berduka cita, kamu baik-baik saja kan?”(sapa ferdy)

Aku baik, kamu yang tak pernah memberiku kabar, aku mau memberitahumu tapi alamatmupun untuk mengirim selembar surat aku tak tau”

“maaf aku tak pernah ada di saat sedihmu”(Ferdy)

Tuhan, aku begitu bahagia dapat melihatnya lagi, dia bertambah tinggi, sekarang lebih tinggi dari aku, matanya kecoklatan, masih sama polos seperti dulu, tapi rasa ini begitu membingungkan.

****
Senangnya aku tak lagi sendiri, aku di temani dua orang yang kini selalu menemaniku, Rendy dan Ferdy. Tapi kemudian semuanya berubah, Ferdy masuk rumah sakit.

Waktu kembali mempermainkanku.

Aku bertanya “Sakit apakah dia, teman masa kecilku, jika boleh aku ingin menggantikannya Tuhan, jangan kau renggut kebahagiaan keluarga mereka, aku rela karna aku memang sudah sendiri disini.”

Dan sehari setelah masuknya Ferdy kerumah sakit, Rendy kembali ke New York melanjutkan kuliahnya. Dia hanya datang karena memang ini liburan semesternya.

Dan aku, aku kembali sendiri, meski tak selalu sendiri. Setiap hari aku datang menemani Ferdy di rumah sakit, sampai saat ini dia masih belum sadarkan diri, ini sudah 5 hari dia tidak sadarkan diri.

****
Ada pesan di emailku dari Rendy,”Tolong jaga adikku, dia sangat menyayangimu, bahkan dari 10 tahun yang lalu, dia selalu menceritakanmu, saat pertemuan pertama kita dulu, aku sudah mengira itu kamu, seseorang yang begitu di sukai oleh adikku satu-satunya. Dia begitu mengagumimu, bahkan saat kau tak di sampingnya, dia mencarimu bahkan dari awal menginjakkan kaki di Jakarta, kamulah yang pertama di carinya, aku hanya mengantarkanmu bertemu dan menemukannya. Karna akupun tahu, kamu tidak pernah melupakannya, seberapapun kuatnya kamu mencoba melupakannya, dia sakit kanker otak, dia pernah terbentur dan kami tidak tahu kapan itu, kami tahu baru sekitar 1 tahun lalu, saat keadaan tubuhnya mulai berubah, ada salah satu cara untuknya tetap hidup, mengorbankan ingatannya, tapi dia tak pernah mau mengorbankan ingatannya, alasannya, kamu... dia tak ingin kehilangan kamu, walaupun hanya diingatannya. Berulang kali kami memaksanya, tapi tetap saja dia teguh dengan pendiriannya tentangmu.
Dia yakin suatu saat akan bertemu lagi denganmu, dan harapannya itu terkabul.

Tapi disaat kini dia menemukanmu, dia malah terbujur kaku, dan tak bisa melihatmu,
dia pernah bilang padaku, untuk menyampaikan maafnya padamu, karna dia pergi dan tak memberimu kabar, dia sempat berfikir, bahwa mungkin kamu membencinya karna itu. Kuharap kamu mau untuk memberinya kebahagiaan di waktunya yang tersisa.”

Malam ini menjadi begitu haru, air mana ini mengalir begitu derasnya membaca email dari Rendy, maafkan aku kawan, aku pernah membencimu.

****
“Bangunlah, sadarlah, aku masih merindukanmu, kita belum banyak bercerita, mengobrol, bermain bersama lagi seperti dulu, aku ingin berlari lagi denganmu, berjalan bersamamu. Aku tau kau mendengarku, bangunlah, atau aku akan pergi.”

Beberapa saat kemudian dia memberikan respon, tangannya mulai bergerak sedikit-sedikit.

“Dokter, dia sadar..”

Rumah sakit menjadi ricuh, semua berlarian, aku hanya bisa berdoa, sambil bersimpuh, menangis dan memohon, “Tuhan bangunkan dia, jangan ambil dia lagi dariku”

****
“Hai... maaf aku tidur terlalu lama, kau merindukanku, aku mendengarmu setiap saat, aku ingin bangun, tapi aku masih ingin kamu memperhatikanku lebih lama, jangan pernah katakan kamu ingin pergi lagi,”

“Jahat... kamu meninggalkanku dulu, sekarang kamu ingin meninggalkanku lagi, jangan pernah tidur terlalu lama lagi, atau aku akan marah denganmu.”

Kebahagiaanku adalah ketika melihatnya tersenyum, aku hanya mampu berpura-pura tidak tau akan semuanya, mendoakan yang terbaik baginya, membuatnya tersenyum, meskipun hanya 1 hari saja aku bersamanya, setidaknya itu kenangan indah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun