Korupsi, menjadi kata yang sudah tidak asing lagi dan kerap terdengar di telinga kita semenjak bergulirnya era reformasi. Korupsi menyebar rata di wilayah Indonesia yakni dari Sabang sampai Merauke. Kasus korupsi yang muncul tidak hanya menjerat para penyelanggara negara, tetapi korupsi juga menghambat upaya penyejahteraan rakyat. Untuk merespon persoalan-persoalan tersebut, antusiasme masyarakat diwujudkan melalui upaya pembentukan lembaga-lembaga independen yang bertujuan untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintahan, agar dapat tercipta pemerintahan yang bersih dan mampumensejahterakan rakyatnya. Seperti lembaga yang secara spesifik mengkhususkan diri untuk mengawasi korupsi yaitu Indonesian Coruption Watch (ICW).
Oleh banyak kalangan, korupsi yang terjadi di Indonesia ini dianggap telah menjadi bagian dari budaya, ungkapan tersebut tidaklah heran ketika banyak fakta di lapangan yang menunjukkan telah terjadinya kasus korupsi, seperti untuk memenangkan tender suatu proyek, seorang pengusaha harus memberi uang pelicin, untuk mengurus surat-surat di kelurahan, di kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pusat, seseorang harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Karena dengan adanya uang tersebut surat-surat yang diurusnya bisa selesai dengan cepat. Korupsi memang telah melanda seluruh lapisan pemerintahan mulai dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi.
Kasus korupsi yang marak terjadi sekarang ini diibaratkan seperti gunung es, karena kasus yang muncul hanyalah puncaknya, dan masih banyak kasus korupsi yang belum terungkap. Korupsi banyak melibatkan kalangan eksekutif dan legislatif negeri ini. Hal tersebut sangat berpengaruh sekali terhadap kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk menyejahterakan rakyat dan memperhatikan hajat hidup orang banyak.
Secara Konseptual
Huntington (1968: 59) mendefinisikan korupsi sebagai perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi.
Aditjandra mengemukakan ada tiga macam model korupsi (2002: 22-23). Pertama, model korupsi lapis pertama yaitu dalam bentuk suap, di mana prakarsa datang dari pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik. Kedua, model korupsi lapis kedua yaitu terjadi jaring-jaring korupsi antarbirokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan yang nepotis antara beberapa jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai tingkat nasional. Ketiga, model korupsi lapis ketiga yaitu berlangsung dalam lingkup internasional, di mana kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang produknya “terlebih” oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jaring-jaring korupsi internasional tersebut.
Kasus korupsi di Indonesia umumnya terjadi pada tingkat elit kekuasaan dan korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum pegawai negeri. Dalam banyak kasus, korupsi yang dilakukan oleh segelintir orang yang berada di tingkat pusat mempunyai jumlah yang besar. Hal tersebut dikarenakan adanya peluang dan kesempatan yang didapatkan oleh seorang pejabat. Dengan kedudukan seseorang yang semakin tinggi maka akan memunculkan peluang yang lebih besar pula untuk mengkorup uang negara.
Memang fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia ini dapat dikatakan telah menjadi suatu budaya yang melibatkan banyak aktor dan berlangsung menjadi suatu masalah yang kompleks. Tetapi, bukan berarti bahwa kasus korupsi tidak dapat ditangani atau ditanggulangi lagi. Yang penting dan yang harus ditanamkankepada setiap warga negara Indonesia adalah pengertian agar tidak mudah menyerah dalam memberantas habis korupsi yang telah merajalela di negeri ini. Untuk dapat melakukan hal tersebut dibutuhkan suatu tekad dan komitmen yang kuat, serta adanya keseriusan untuk menangani kasus korupsi. Dengan tekad dan keseriusan dari semua warga negara, diharapkan budaya korupsi yang telah menjalar keseluruh wilayah negeri ini dapat diberantas, atau setidaknya dapat diminimalkan agar di masa yang akan datang, Indonesia bisa menjadi negara yang bersih dari korupsi dan bisa mewujudkan apa yang menjadi cita-cita proklamasi Indonesia diantaranya mensejahterakan dan memakmurkan rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H