Mohon tunggu...
Rahmah Riski Widhiyastuti
Rahmah Riski Widhiyastuti Mohon Tunggu... -

penulis, suka foto, jalan-jalan, wisata kuliner

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Percakapan Saya dengan Elyda

17 Mei 2012   05:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:11 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kiki : Saya bosan menunggu hujan, tidak ingin apa-apa


Elyda: Sebermula kuentas pandang dalam senja yang begitu gamang ini kurasa banyak gelisah yang menyuaku, membelit dadaku, seperti hujan yang terus panahi bumi


Kiki : 16:54 tak ada waktu lebih, merentas yang berlalu. Oug cukup tidak bersahabat membuat semakin sempit


Elyda: dalam waktu yang sama dengan kecapmu ini, sering kuterisak dalam senyap tuk sapa Lucifer yang bertengger di istana agungnya. Ingin kurajuk sang penguasa baka tuk peluk ragaku dan bawa ruhku menuju alamnya


Kiki : Memeluk tak bisa dipeluk, bayangan semu kembali meruak datang. Denting berdaham menetes langit-langit hitam. Menyebut mantra asmaradhana gending mistik menyebut kembali waktuku


Elyda: telah kuparut dan tutup lelagu asmaradhana yang selalu sesaki malam-malamku yang tak pasti dalam lindung selendang batara Chandra. Kini telah kuganti kidungku senada requiem di ujung kubur paling dalam Vlad Drakulya


Kiki : Mantra menghilang aku kembali menetas langit, tabir kebohongan telah ku dapatkan. Nada-nada sesumbar nyanyian prajna paramita mengalun sendu


Elyda: Prajna Paramita sendiri telah begitu saja luluh dalam pangku Tunggul Ametung. Tak seperti Srikandi yang merupa perempuan perkasa, ia seolah hanya perempuan yang mengidung reraga saja


Kiki : Ken Dedes mencemburui raga itu, melirik hati Ken Arok memantrai dengan kidung Batara Kamajaya. Wewangi dupa mengepul keatas memohon untuk dikabulkan, terucap bait-bait setiap liriknya


Elyda: Jika kubisa merajuk Kamaratih, kuingin agar Kamajaya tak kabulkan mantra Dedes pada Arok. Biar ia tinggal saja bersama sang suami yang menguasa bumi Tumapel. Biar ia tinggal saja selamanya dalam cekam sang akuwu


Kiki: Matra itu masih menyayat, air bening keluar dari mata indah, meminta untuk dikabulkan, Dan iya mantra diterima

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun