Mohon tunggu...
Riski Fauziah P
Riski Fauziah P Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hello, I'm Riski, an active student at UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Pemikiran Orientalisme pada Budaya Sesajen Jawa dan Menurut Pendekatan Fiqh?

12 Juni 2024   19:58 Diperbarui: 12 Juni 2024   20:19 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orientalisme pada Budaya Sesajen di Jawa: Pendekatan Fiqh

Sesajen atau sesaji merupakan bentuk persembahan untuk para roh leluhur atau kekuatan alam. Budaya ini sudah ada berabad-abad lalu dan eksistensinya masih terjaga dibeberapa daerah, salah satunya di Jawa. Budaya ini sarat akan makna dan simbolis dalam kehidupan Masyarakat Jawa. Namun, pandangan orientalis sering kali menggambarkan sesajen dengan cara yang bias dan merendahkan, tanpa memahami konteks spiritual dan sosial yang melingkupinya. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana pendekatan fiqh (hukum Islam) dapat digunakan untuk memahami dan mengevaluasi praktik sesajen, serta bagaimana orientalisme telah mempengaruhi persepsi terhadap budaya ini.

Bangsa Barat menggunakan pendekatan orientalisme untuk mempelajari budaya Timur, yang seringkali bias, stereotipik, dan berfokus pada superioritas. Dalam bukunya yang berjudul "Orientalism" (1978) Edward Said menjelaskan bagaimana perspektif orientalis dapat mengubah pemahaman tentang budaya Timur, termasuk budaya sesajen di Jawa. Para orientalis biasanya melihat sesajen sebagai praktik takhayul atau jenis kepercayaan primitif yang harus dihapus atau digantikan oleh perspektif Barat yang dianggap lebih rasional.

Sesajen dalam Konteks Budaya Jawa

Sesajen di Jawa memiliki makna spiritual yang mendalam. Kepercayaan pada kekuatan alam dan roh leluhur terkait erat dengan praktik ini. Sesajen juga memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan sosial dan spiritual dalam komunitas. Sesajen biasanya disajikan dalam berbagai upacara adat, seperti slametan (ritual selamatan), yang merupakan cara untuk menunjukkan rasa terima kasih atau meminta keselamatan.

Pendekatan Fiqh terhadap Sesajen

Sebagai seorang muslim haruslah memikirkan apapun dari segi hukum Islam. Apakah tindakan yang akan dilakukan diperbolehkan atau tidak dalam agama. Fiqh, atau hukum Islam, adalah sistem hukum yang berasal dari Al-Quran dan Hadis, serta interpretasi dari para ulama. Metode fiqh dapat digunakan untuk memahami dan menilai praktik sesajen di Jawa dari sudut pandang hukum Islam. Berikut adalah beberapa aspek yang relevan:

Tauhid dan Syirik:

Keyakinan pada keesaan Allah, atau tauhid, adalah inti dari ajaran Islam. Salah satu dosa besar adalah syirik, atau menyekutukan Allah dengan makhluk lain. Jika sesajen ditujukan kepada selain Allah dengan keyakinan bahwa mereka memiliki kekuatan sendiri, itu dapat dianggap syirik dalam fiqh. Namun, hal ini dapat diperdebatkan jika sesajen hanya merupakan penghormatan budaya tanpa afiliasi agama.

Urf (Adat Istiadat):

Selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama, urf diakui dalam fiqh. Sesajen sebagai bagian dari budaya Jawa dapat diterima dalam konteks ini selama tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan keyakinan Islam. Misalnya, sesajen dapat diterima hanya sebagai simbol penghormatan tanpa keyakinan bahwa benda-benda tersebut memiliki kekuatan ilahi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun