Mohon tunggu...
Riski Pratama
Riski Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Buruh Harian diri Sendiri dan Penjinak Isu dengan tulisan yang tidak berfaedah

Belajarlah dari kesalahan. Jika kau belajar dari kebenaran maka tak ada yang namanya proses. Jika Ragu Pulang Saja !!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Supremasi Hukum Perkawinan di Bawah Umur

15 Juli 2022   13:19 Diperbarui: 15 Juli 2022   13:23 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkawinan adalah ritus yang dilakukan sebagai bentuk pengikatan antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk membangun kehidupan bersama yang bahagia atas dasar Ketuhanan Maha Esa. Hal ini tertulis jelas dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. UU ini mengatur secara rinci tentang hal ihwal hukum perkawinan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

Sebagai perwujudan supremasi hukum yang dibangun atas asas negara hukum, UU ini mensyaratkan perkawinan agar dilakukan dengan batas usia yang telah ditentukan yaitu 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan. Pada pasal 7 ayat 1 UU No. 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 1/1974 tentang perkawinan, hal ini disebutkan secara jelas bahwa ada perubahan standar umur yang ditetapkan oleh Undang-undang. Perubahan ini tentunya adalah bentuk elaborasi antara fakta yang terjadi di lapangan dengan ketentuan umur yang menikah yang telah ditetapkan di UU sebelumnya. Tentunya melihat angka perkawinan dibawah umur yang cukup signifikan, ketentuan umur 19 tahun bagi seseorang yang ingin melangsungkan perkawinan adalah bentuk preventif agar seseorang dapat mempersiapkan diri secara jasmani dan mental. Sehingga, tujuan perkawinan dapat dicapai dengan lebih mudah.

Perkawinan dibawah umur di indonesia menjadi cukup riskan, karena menurut data yang dilansir dari Kompas.com, Indonesia menduduki peringkat 2 di Asean dan peringkat 8 di dunia sebagai negara yang memiki kasus perkawinan dibawah umur. Dan berdasarkan data dari Badilag Mahkamah Agung, bahwa angka pengajuan Dispensasi Kawin (Proses yang diajukan untuk seseorang yang belum cukup umur sesuai ketentuan UU Perkawinan agar dapat melangsungkan perkawinan) di tahun 2020 dalam kurun bulan Januari-Juni menyentuh angka 34.413 permohonan dan sebanyak 33.664 permohonan dikabulkan oleh majelis hakim.

Tentunya ini menjadi problematika yang cukup krusial dikarenakan perkawinan dibawah umur adalah bentuk sikap yang memikiki probabilitas untuk melanggar amanah konstitusi. Pasal 28B UUD 1945 dijelaskan bahwa anak memiliki hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dari pasal tersebut, praktik perkawinan dibawah umur adalah perbuatan yang dapat mengganggu tumbuh kembang anak terutama dari segi Pendidikan. Pendidikan menjadi perangkat yang sangat penting bagi tumbuh kembang seseorang, dikarenakan adanya perkawinan dibawah umur, maka secara tidak langsung seorang anak tidak akan dapat untuk melanjutkan proses kehidupannya dalam mencari pengetahuan di bangku sekolah.

UU Perkawinan sebagai peraturan yang telah memiliki supremasi hukum di bidang hukum keluarga seharusnya dapat menjadi penghalang bagi seseorang yang ingin melangsungkan perkawinan dibawah standar usia yang telah ditentukan oleh aturan. Namun, UU Perkawinan sendiri memilih untuk memberikan jalan keluar perkawinan di bawah umur yaitu berupa pengajuan Dispensasi Kawin ke Pengadilan Agama bagi orang islam dan Pengadilan Negeri bagi non muslim. Pertanyaan yang harus diajukan atas solusi ini adalah apa fungsi norma hukum yang telah mengatur standar usia seseorang untuk dapat melakukan perkawinan ?. Penyelewengan berupa dispensasi kawin jika dilihat secara seksama malah terlihat bertentangan, dikarenakan jika ada penyelewengan secara legal lantas untuk apa ada batasan usia menikah di dalam aturan perundang-undangan ? maka hal ini akan membuat terjadinya pertentangan norma yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan.

Indonesia sebagai negara hukum menganut prinsip bahwa hukum menjadi panglima tertinggi yang harus dijadikan patokan atau standar untuk menjalankan kehidupan bernegara. Supremasi Hukum Perkawinan juga seharusnya dijalankan sebagai pengejewantahan dari prinsip negara hukum.

Meskipun penyelewengan terhadap usia perkawinan diatur juga di dalam UU Perkawinan, namun penyelewengan ini kemudian bertentangan secara prinsip baik dengan UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak. Dikarenakan dengan adanya dispensasi kawin yang ditujukan sebagai alternatif untuk seseorang dapat menikah dibawah standar umum yang ditentukan peraturan perundang-undangan, maka hak-hak anak yang meliputi pengembangan diri, dan perlindungan terhadap diskriminasi dan kekerasan seksual tidak dapat diwujudkan. Dengan tidak terpenuhinya hak-hak anak, hal ini tentu sangat bertentangan dengan tujuan menikah itu sendiri yang memiliki tujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang bahagia berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

Jika dispensasi kawin adalah jalan alternatif satu-satunya, maka sudah seharusnya pemerintah sebagai apratur yang menjalankan negara harus membuatkan supremasi tentang Dispensasi Kawin agar pengajuan serta pemeriksaan pengajuan dispensasi kawin dapat memiliki filtrasi dan standarisasi secara ketat sehingga dapat mewujudkan prinsip-prinsip perlindungan anak. Ide filtrasi dan standarisasi dispensasi kawin bukan ditujukan untuk merumitkan proses administrasi ataupun menyulitkan perkara dispensasi kawin untuk diperiksa pengadilan, akan tetapi ini adalah upaya untuk mewujudkan perlindungan hukum terhadap hak-hak anak yang berhak didapatkan, sehingga dari proses tersebut dapat diwujudkannya rumah tangga yang bahagia berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa tanpa harus mendegradasi prinsip-prinsip perlindungan hak anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun