Mohon tunggu...
Riski
Riski Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berusaha belajar untuk menjadi pelajar yang mengerti arti belajar

Ada apa dengan berpikir?

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mendalami prinsip berpikir, serta akibat logis penolakannya

29 November 2024   23:16 Diperbarui: 29 November 2024   23:18 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fsahabatguru.com%2Fuploads%2Fimages%2F202310%2Fimage_870x_65389a849fbcf.jpg&tbnid=1Ll4PNEhqpLWNM&vet

Dalam logika kita mengenal tiga prinsip aksioma yang dijadikan sandaran oleh akal dalam memahami sesuatu. Diantara prinsip itu ialah prinsip identitas, non-kontradiksi, dan prinsip terangkatnya kemungkinan ketiga.

Pada prinsip pertama, yaitu prinsip identitas. Secara definisi, prinsip ini menegaskan bahwa segala sesuatu hanya akan sama dengan dengan dirinya, dan tidak akan bisa menjadi sesuatu selain dari pada dirinya. Contohnya ialah konsep Gelas. Dimana konsep gelas ini, jika dilihat dari prinsip identitas, maka dapat ditegaskan bahwa gelas, dia dari aspek dirinya hanya dapat dipredikasikan pada dirinya dan tidak bisa dipredikasikan ataupun ditetapkan pada sesuatu selain dirinya, misalnya pada buku, pulpen, dan benda-benda yang lain. Yang artinya ialah bahwa Gelas selamanya tidak bisa menjadi buku, pulpen, dan benda lainnya, karena gelas hanya dapat ditetapkan pada gelas itu sendiri.

Selanjutnya prinsip non-kontradiksi. Secara definisi, prinsip ini menjelaskan bahwa sesuatu itu tidak mungkin ada atau tidak ada secara bersamaan dalam satu kondisi. Contohnya ialah antara "keberadaan"  dan "ketiadaan". Bahwa antara keberadaan dan ketiadaan tidak mungkin secara bersamaan ada dalam satu waktu. Dalam hal ini, dikatakan tidak mungkin bisa bertemu dalam satu waktu ialah, karena tidak mungkin ketika sesuatu itu telah ada, kemudian pada waktu yang bersamaan, sesuatu itu tidak ada. Hal ini adalah sesuatu yang sifatnya mustahil terjadi. Inilah yang dimaksud dengan prinsip non-kontradiksi.

Dan yang ketiga adalah prinsip terangkatnya kemungkinan ketiga. Secara definisi, prinsip ini menjelaskan bahwa sesuatu itu tidak mungkin dapat dikatakan benar dan salah dalam waktu yang bersamaan. Yang mana, jika sesuatu itu dikatakan benar maka ia bukan bukan salah, dan begitu pula sebaliknya, jika sesuatu itu dikatakan salah, maka ia bukan benar. Dan, tidak mungkin salah dan benar, dapat benar secara sekaligus. Contohnya ialah; jika warna hitam pada pulpen adalah benar, maka dikatakan pulpen itu berwarna Hijau adalah salah. Begitu pula sebaliknya. Dan, tidak mungkin pulpen itu hitam sekaligus hijau itu benar pada pulpen. Inilah yang dimaksud prinsip terangkatnya kemungkinan ketiga.

Dari setiap prinsip yang telah di jelaskan di atas, dalam hal ini berpikirnya manusia tidak akan keluar dari ketiga prinsip tersebut. Yang mana manusia bisa memahami pulpen itu bukan buku, karena manusia memakai prinsip "identitas". Kemudian, yang membuat manusia bisa memahami keberadaan dan ketiadaan tidak mungkin bertemu dalam satu kondisi, itu karena akal manusia memakai prinsip "non-kontradiksi". Dan selanjutnya, manusia bisa memahami bahwa ketika sesuatu itu benar maka bukan salah, dan tidak mungkin salah kedua-duanya ataupun benar kedua-duanya, hal itu karena manusia memakai prinsip "terangkatnya kemungkinan ketiga". Artinya, dalam hal ini, dengan kita berpikir berbasiskan tiga prinsip itu, akal kita akan mampu memahami sesuatu dengan baik.

Selanjutnya adalah, bagaimana jika tiga prinsip di atas itu ternyata invalid (tidak valid), konsekuensi apa yang akan terjadi pada sistem berpikir manusia? Hal ini tentu pertanyaan yang sangat krusial (penting), kenapa bisa? Karena, jika dikatakan bahwa ketiga prinsip itu invalid, maka konsekuensinya akan sangat fatal pada sistem berpikir manusia. Jika ketiga prinsip itu invalid, maka manusia tidak akan bisa berlogika dengan baik dan benar. Kenapa? Karena jika prinsip pertama, yaitu "prinsip identitas" invalid, maka manusia tidak akan bisa memahami segala sesuatu. Tidak akan bisa memahami pulpen, meja, buku, dan lain sebagainya. Jika seperti itu maka manusia selamanya tidak akan bisa membedakan mana itu pulpen, meja, dan buku--dan kenapa sesuatu itu disebut meja, pulpen, dan buku. Selanjutnya, prinsip "non-kontradiksi". Jika prinsip ini dikatakan invalid, maka manusia tidak akan bisa memahami sesuatu yang sifatnya; "kontradiksi itu tidak mungkin terjadi". Yaitu ada dan tidak ada, bertemu dalam satu kondisi. Jika hal ini terjadi maka dapat dimungkinkan manusia akan menganggap bahwa kontradiksi itu benar adanya, dan dapat terjadi dalam kenyataannya.

Dan yang ketiga adalah "prinsip terangkatnya kemungkinan ketiga". Sebagaimana kedua prinsip di atas, jika prinsip ini juga invalid, maka hal itu akan berkonsekuensi pada tidak adanya kebenaran yang akan dipahami oleh akal manusia pada sesuatu. Kenapa bisa? Karena jika prinsip ini invalid, kita akan mengatakan bahwa pulpen itu hitam adalah benar dan pulpen itu hijau juga adalah benar, maka akan ada dua yang yang benar, dan bahkan bisa lebih dari dua. Yaitu itu misalnya; hitam, hijau, biru, dan warna lainnya adalah benar pada pulpen. Dan hal ini akan berkonsekuensi pada banyaknya kebenaran. Jika hal itu terjadi, maka dapat dikatakan manusia akan terjebak dalam keraguan, kebingungan, atau bahkan akan terjebak dalam berpikir Fallacy (kerancuan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun