Mohon tunggu...
Riski
Riski Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berusaha belajar untuk menjadi pelajar yang mengerti arti belajar

Ada apa dengan berpikir?

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Umat Muslim di Indonesia: Saatnya Bermoderasi

13 September 2024   02:27 Diperbarui: 13 September 2024   02:56 0
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata moderasi berasal dari bahasa Latin moderatio atau moderator, yang memiliki arti "tidak berlebihan dan tidak kekurangan". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moderasi diartikan sebagai "pengurangan kekerasan dan penghindaran dari ekstremisme". Dalam bahasa Arab, konsep moderasi diterjemahkan sebagai wasathiyah atau wasath (tengah), i'tidal (adil), dan tawazun (seimbang). Jika ditelusuri lebih jauh, moderasi juga dapat ditemukan dalam fenomena lain yang terkait dengan keseimbangan, seperti peran moderator dalam suatu diskusi atau wasit dalam pertandingan olahraga, yang keduanya berfungsi menjaga keseimbangan atau keadilan dalam situasi tertentu.
Istilah-istilah seperti moderator dan wasit menunjukkan bahwa moderasi diterapkan dalam berbagai bidang, baik dalam interaksi sosial, kegiatan akademik, maupun dalam hukum dan agama. Meskipun istilahnya berbeda-beda, secara esensial mereka mengacu pada konsep yang sama, yaitu menjaga keseimbangan dan keadilan.

Selain memahami asal usul kata moderasi, penting juga untuk mengetahui makna istilah ini secara mendalam. Menurut Basrir Hamdani, Ph.D., moderasi dalam konteks beragama memiliki dua aspek penting: (1) beriman kepada Allah dengan sepenuh hati, namun tanpa memutuskan hubungan dengan sesama manusia, dan (2) menjaga relasi yang harmonis antara spiritualitas dan kemanusiaan. Dengan kata lain, moderasi adalah keseimbangan antara hubungan vertikal dengan Tuhan dan hubungan horizontal dengan sesama manusia.

Islam, sebagai agama yang mengajarkan kedamaian, mengedepankan prinsip moderasi dalam segala aspek kehidupan. Al-Qur'an menyebut umat Islam sebagai "ummatan wasathan" (umat yang berada di jalan tengah), yang artinya Islam mengajarkan keseimbangan, keadilan, dan toleransi. Oleh karena itu, konsep moderasi dalam Islam sangat relevan, baik dalam hal beribadah kepada Allah maupun dalam bermuamalah dengan sesama manusia.

Namun, pertanyaannya adalah: apakah umat Islam saat ini sudah benar-benar mencerminkan sikap moderasi seperti yang diajarkan oleh agama? Apakah sikap moderat yang dimaksud dalam Islam sudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam konteks masyarakat Indonesia yang beragam? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu menelusuri lebih dalam bagaimana moderasi ini diterapkan dalam konteks beragama di Indonesia.

Sebagai agama yang mengedepankan kedamaian, Islam seharusnya membawa ketenteraman bagi seluruh umat manusia. Kedamaian tersebut tidak hanya berarti ketiadaan konflik, tetapi juga merujuk pada keharmonisan dan keseimbangan dalam menjalani kehidupan. Kedamaian yang dimaksud dalam ajaran Islam sangat erat kaitannya dengan sikap moderasi. Umat Islam yang moderat adalah mereka yang mampu menjaga keseimbangan antara keimanan yang mendalam dengan sikap toleransi terhadap perbedaan.
Namun, apakah benar bahwa umat Islam di Indonesia saat ini telah mencerminkan sikap moderasi yang diajarkan oleh agama? Penulis berpendapat bahwa belum semua umat Islam di Indonesia mampu mempraktikkan moderasi dalam kehidupannya. Ada beberapa fenomena sosial yang menunjukkan bahwa sebagian umat Islam masih cenderung fanatik terhadap keyakinan mereka dan sulit menerima perbedaan pendapat. Fanatisme ini sering kali melahirkan sikap radikal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang mengutamakan kedamaian dan keharmonisan.

Untuk lebih memahami konsep radikalisme, kita dapat merujuk pada pandangan Yusuf Qardhawi mengenai tanda-tanda orang yang memiliki sikap radikal. Menurut Qardhawi, beberapa ciri orang radikal adalah sebagai berikut:
1. Fanatik terhadap satu pendapat dan tidak mengakui pendapat lain.
2. Mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah.
3. Memperberat beban agama yang tidak pada tempatnya.
4. Bersikap keras dan kasar dalam menyampaikan ajaran agama.
5. Berburuk sangka terhadap orang lain.
6. Mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat.

Fenomena radikalisme ini juga dapat kita lihat dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia, di mana terdapat beberapa kasus intoleransi yang muncul akibat perbedaan keyakinan. Salah satu contoh yang sering dibahas adalah perlakuan yang diterima oleh komunitas Syi'ah di Sampang, Jawa Timur. Dalam kasus ini, penganut Syi'ah dipaksa untuk meninggalkan keyakinan mereka dan berpindah ke aliran yang dianggap "benar" oleh mayoritas. Peristiwa semacam ini menunjukkan bahwa sikap moderasi belum sepenuhnya terwujud dalam kehidupan umat Islam di Indonesia.
Meskipun demikian, penulis tetap optimis bahwa sikap moderasi masih tertanam dalam sebagian umat Islam di Indonesia. Banyak individu dan komunitas yang berusaha menjunjung tinggi prinsip moderasi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka adalah sosok-sosok yang memahami bahwa meskipun keyakinan agama mereka adalah benar, mereka tidak boleh memaksakan keyakinan tersebut kepada orang lain atau menganggap keyakinan orang lain sebagai sesuatu yang salah secara mutlak.

Menjadi moderat bukan berarti mengorbankan prinsip-prinsip agama atau menjadi lemah dalam beriman. Sebaliknya, moderasi justru menuntut kita untuk tetap teguh dalam keimanan, namun dengan cara yang penuh hikmah, kelembutan, dan pengertian terhadap perbedaan. Islam mengajarkan umatnya untuk menyebarkan kedamaian dan rahmat bagi seluruh alam, sehingga moderasi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari ajaran tersebut.
Dalam kehidupan beragama, sikap moderasi memungkinkan umat untuk hidup berdampingan dalam keragaman tanpa menimbulkan konflik. Indonesia, sebagai negara dengan keberagaman suku, agama, dan budaya, sangat membutuhkan sikap moderat dari setiap warganya. Moderasi menjadi kunci untuk menciptakan harmoni dan kedamaian di tengah perbedaan.

Dengan demikian moderasi adalah konsep yang sangat penting dalam kehidupan beragama, khususnya dalam Islam. Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk selalu menjaga keseimbangan antara hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia. Sikap moderat menuntut kita untuk menghindari ekstremisme dan fanatisme, serta selalu bersikap adil dan toleran terhadap perbedaan.

Meskipun masih ada tantangan dalam mewujudkan moderasi di Indonesia, penulis yakin bahwa dengan pemahaman yang benar tentang ajaran Islam, umat Muslim dapat menjadi agen perdamaian dan harmoni di tengah masyarakat yang majemuk. Sikap moderasi bukan hanya tuntutan agama, tetapi juga kebutuhan untuk menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera bagi semua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun