Menjadi anak rantauan bukanlah sesuatu yang mudah buat anak rantau. Ketika ia berangkat, ia melepaskan hal-hal yang berharga, yang itu hampir sebagian besar orang sulit untuk melepaskannya. Anak rantau adalah ia yang pergi meniggalkan orang tua, kerabat, saudara, teman, serta kampung halamannya, demi untuk merubah nasih hidupnya dan keluarga.
Kehidupan anak rantau di tanah rantauan bukanlah hal yang mudah untuk di ucapkan dengan kata-kata. Bagi mereka yang berada di rantauan, hari demi hari mereka lalui dengan penuh kesulitan. Apa lagi harus memikirkan tempat tinggal, makan, minum, maupun pekerjaan. Semuanya adalah rintangan yang terus dihadapi oleh anak rantau tiap saat.Â
Namun, tahukah teman-teman, kesulitan terbesar yang dihadapi anak rantau bukan bagimana mencari makan, minum, rumah, maupun pekerjaan. Kesulitan terbesar mereka adalah dikala makan mereka membanyangkan sosok seorang ibu, dikala minum mereka membayangkan sosok seorang ayah, dikala kembali ke kontrakan mereka membayangkan rumah, dan dikala kerja mereka membayangkan kampung halaman.
Inilah anak rantau, yang terlihat bahagia secara fisik, tetapi menderita secara mental. Ketika rindu itu tak bisa ditahan oleh anak rantau, mereka akan melampiaskan amarah kerinduan mereka dengan menelpon kedua orang tua dan saudara, dengan raut wajah yang penuh kebahagiaan.
Bagi teman-teman yang juga rantauan seperti aku, tetaplah kuat meski jiwamu sebenarnya lemah. Jalan rantauan yang kita hadapi adalah langkah untuk menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab untuk keadaan-keadaan sulit yang harus kita tanggung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H