Mohon tunggu...
Riski
Riski Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berusaha belajar untuk menjadi pelajar yang mengerti arti belajar

Ada apa dengan berpikir?

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ada Apa di Balik "Akhir Tahun dan Tahun Baru?"

1 Januari 2024   01:55 Diperbarui: 1 Januari 2024   14:14 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hai sobat kompasiana, pada tulisan kali ini penulis akan membahas terkait fenomena "Akhir Tahun menuju Tahun Baru".

Perpindahan Tahun adalah sesuatu yang niscaya terjadi seiring berjalannya hari dari waktu ke waktu. Melihat fenomena yang terjadi, tidak sedikit orang-orang yang ikut merayakan kedatangan tahun baru, dan tidak sedikit pula orang-orang yang tidak menginginkan akan kedatangan tahun baru. Bahkan selain itu, tidak sedikit yang bergembira dalam merayakannya dan tidak sedikit pula orang-orang yang tenggelam dalam duka ketika akhir tahun menuju tahun baru. Latar belakang penulis mengangkat tulisan ini dikarenakan fenomena-fenomena tersebut. Perlu penulis tegaskan kembali, tulisan ini terfokus pada premis-premis di atas.

Pertanyaan kemudian yang akan hadir ialah Misteri apa sebenarnya yang tersimpan dari akhir tahun menuju tahun baru, dan apakah benar kepergian dan kedatangan tahun baru membawa masalah, ataukah sebenarnya ketiadaan dan keberadaannya tidak tersimpan misteri di dalamnya dan tidak menimbulkan masalah, melainkan itu semua hanyalah presepsi manusia semata terhadap kepergian dan kedangan tahun baru ini? Olehnya itu dalam tulisan ini penulis akan membahas terkait problem epistemik ini---Karena dengan menjawab problem ini, kita akan menemukan jawaban dari problem yang terjadi pada fenomena yang dihadapi oleh mereka-mereka yang menolak, menerima, bergembira, serta sedih akan kehadiran tahun baru.

Kembali pada pertanyaan sebelumnya terkait, apakah kedatangan tahun baru menyimpan misteri dan membawa masalah? Jawaban dari pertanyaan itu adalah tidak. Tentu teman-teman akan bertanya-tanya, apa yang  mendasari penulis, sehingga penulis berani mengatakan bahwa tidak ada misteri yang tersimpan di balik akhir tahun menujuh tahun baru ini. Dalam hal ini penulis memiliki alasan kuat dibalik jawaban tersebut. Secara historis perpindahan tahun telah terjadi secara implisit [tidak tersurat] sebelum penetapan secara eksplisit [tersurat] oleh tokoh-tokoh dunia. 

Dimana, kehidupan masyarakat jaman dulu sebelum adanya penetapan tahun, baik-baik saja [artinya tidak adanya terbenak dalam pikiran mereka akan adanya kedatangan tahun baru, sehingga mereka berpikir untuk melepaskan masa kelam di tahun sebelumnya], dan bahkan dari hari ke hari kehidupan itu terus berjalan sebagaimana seharusnya itu di jalankan, dengan pertimbangan setelah kebutuhan hari ini terpenuhi, kebutuhan apa yang kemudian harus dipenuhi untuk masa akan datang--- Dengan seiring berjalannya waktu Perubahan persepsi kemudian hadir ketika telah terjadi penetapan tahun dalam kehidupan ini. Artinya bahwa, misteri utama terletak pada persepsi manusia, bukan setelah hadirnya penetapan tahun di bumi ini.

Dari jawaban di atas, telah penulis tegaskan bahwa problem-problem epistemik yang menjadi titik tolak perspektif manusia akan akhir tahun menuju tahun baru, semuanya hanya persepsi manusia semata---bukan murni berasal dari ketiadaan dan keberaan tahun. Olehnya itu problem terkait masalah-masalah yang terjadi pada mereka yang menolak, menerima, bergembira, serta sedih akan kepergian dan kehadiran tahun baru adalah sesuatu yang tidak berlandas, karena tidak dipertimbangkan dari hukum-hukum berpikir logis.

Dari tulisan ini titik utama yang ingin penulis sampaikan ialah bahwa merayakan ataupun tidak merayakan akan "Akhir Tahun menuju Tahun Baru" bukanlah kemestian untuk kita tenggelam dan hanyut dalam suasana tersebut--- karena dengan kita tenggelam terlalu dalam akan sesuatu yang sebenarnya tidak memiliki keberadaan yang real [nyata] akan membuat kita jatuh dalam dunia fatamorgana. Jadi, nikmatilah kedatanganya dengan mempertimbangkan keberadaanya, bukan sebaliknya---dengan menikmatinya tanpa mempertimbangkan keberadaannya.

Catatan: "Tulisan ini hanyalah sebuah hipotesa dari hasil analisis penulis, yang dimana ini masih bersifat subjektif. Pembaca dapat mempertimbangkan kembali perspektif penulis dengan melihat fakta empirik."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun