Mohon tunggu...
Riski
Riski Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berusaha belajar untuk menjadi pelajar yang mengerti arti belajar

Ada apa dengan berpikir?

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bidayah al-Hikmah: Kejelasan Konsep Wujud

25 September 2023   11:39 Diperbarui: 25 September 2023   17:35 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam penjelasan kali ini, fokus pembahasan kita adalah pada persoalan wujud secara umum, yang dimana kita tidak membicarakan manusia, hewan, serta sesuatu lainnya sebagai wujud yang telah terindividuasi pada setiap individu di realitas luar. Pembahasan ini terfokuskan pada persoalan wujud secara umum atau memahami wujud dari aspek konsep wujud itu sendiri. Namun, sebelum penulis masuk pada pembahasan lebih jauh terkait konsep wujud, penulis meminta maaf jika nantinya dalam penjelasan ini terdapat kata-kata yang keliru dan predikasi pemkanaan yang salah.

Konsep wujud merupakan konsep yang sangat jelas (swabukti), tidak ada konsep dan makna yang dapat menjelaskannya. Sebab, konsep wujud merupakan konsep yang sangat jelas, dan ia hanya dapat dipahami dengan dirinya sendiri. Dari penjelasan di atas kita menemukan bahwa karena kejelasannya (konsep wujud) sehingga ia tidak membutuhkan definisi (mu'arif) dan deskripsi (had). Pertanyaan yang kemudian hadir adalah "kenapa konsep wujuh tidak dapat dijelaskan dengan definisi?", Sepengetahuan kita, segala sesuatu itu membutuhkan definisi agar kita (sebagai subjek yang mengetahui) dapat memahami objek yang ini diketahui tersebut.

Sebelum penulis menjawab persoalnya "kenapa konsep wujud tidak membutuhkan definisi", hal yang perlu dibahas adalah "apa itu definisi dan apa-apa saja syarat dalam definsi".

Dalam ilmu logika, "definisi" diartikan sebagai "batasan". Maksudnya definisi digunakan untuk memberi batasan atara konsep yang ingin didefinisikan dengan konsep lain. Contoh, "konsep manusia". Konsep manusia sering di defnisikan dengan "hewan yang berpikir". Definisi "hewan" dan "berpikir" pada manusia adalah untuk memberi batasan atara manusia sebagai hewan yang berakal denga hewan yang tidak berakal. Dengan adanya definisi sebagai batasan, kita dapat memahami manusia sebagai hewan yang berakal.

Selanjutnya pada persoalan, "apa-apa syarat dalam definisi". Dalam logika, khususnya pada pembahasan lima konsep universal (kulliyah al-khamsah/isagoge), kita akan menemukan syarat-syarat definisi yang harus di patuhi dalam mendefinsikan konsep yang ingin didefinisi atau dijelaskan. Diantara syarat-syarat definsi ialah memilki jenus (jins) dan diferensia (fasl). Misalnya seperti contoh yang telah penulis sebutkan sebelumnya, yaitu "konsep manusia". Konsep manusia sebagai hewan yang berpikir, hanya dapat terpahami oleh kita, jika dalam mendefenisikan konsep tersebut telah terpenuhi syarat-syarat dalam definisi. yaitu; ada jenus (jins) dan diferensia (fasl). Lantas pertanyannya "apa jenus dan diferensia dari manusia?". Jenus dari manusia adalah "hewan" dan diferensianya adalah "berpikir".

Sebelumnya penulis telah menjelaskan "apa itu definisi" dan "apa-apa syarat dalam definisi". Selanjutnya penulis akan masuk pada persoalan yang mendasar, kenapa konsep wujud tidak butuh pada definisi untuk menjelaskannya. Dalam menjelaskan hal ini, penulis memakai dua pendekatan argumentasi, untuk memjawab akan kebadihian (swakonsep) konsep wujud.

Argumentasi pertama

Konsep wujud merupakan konsep yang tidak memiliki "jenus" dan "diferensia", dimana kedua hal itu dalam definisi menjadi syarat dalam mendefinisikan konsep yang ingin diketahui. Olehnya itu kenapa definisi tidak bisa menjelaskan konsep wujud, karena syarat definisi dalam mendefinisikan konsep yang didefinisikan telah tergugurkan pada konsep wujub.

Argumentasi kedua

Sebelumnya, dalam argumentasi pertama, penulis telah menjelaskan ketidakmungkinannya definisi menjelaskan konsep wujud dari aspek tidak terpenuhinya syarat-syarat definisi yang termuat pada konsep wujud. Dalam argumentasi kedua ini, penulis mencoba melihat ketidakmungkinan definisi menjelaskan konsep wujud dari aspek dirinya (definisi) itu sendiri.
Dalam epistemologi, ketika kita berbicara objek, baik itu objek objektif maupun objek subjektif, tentu hal itu selalu dihubungkan dengan subjek yang membicarakan objek tersebut. Dalam hal ini, penulis menyebut definisi sebagai subjek dan konsep wujud sebagai objek, sebab yang menjadi pelaku dalam menjelaskan sesuatu yang ingin dijelaskan adalah definisi, sedangkan yang menjadi objek yang ingin dijelaskan adalah konsep wujud. Dilihat dari definisi sebagai subjek yang mendefinisikan konsep wujud, tentu syarat ia sebagai subjek yang menjelaskan konsep yang ingin dijelaskan, haruslah jelas dan bahkan lebih jelas dari konsep yang ini dijelaskan. Karena, loginya, sesuatau yang ingin menjelaskan sesuatu yang lain, haruslah lebih jelas dari konsep yang ingin dijelaskan. Oleh karena itu, jika definisi tidak lebih jelas dari konsep wujud, sebagai objek yang ingin dijelaskan, maka hasilnya bukan menjelaskan makna konsep wujud menjadi jelas, tapi malah maknanya akan menjadi lebih kabur dan tidak jelas. Artinya definisi pada dirinya terlebih dahulu harus jelas dan bahkan lebih jelas dari konsep yang ingin dijelaskan (konsep wujud). Pertanyata yang kemudian muncul, "manakah yang lebih jelas, antara definisi dan konsep wujud?". Antara definisi dan konsep wujud, tentu hal itu kita bisa melihat pada definisi itu sendiri, sebelum kita menghubungkannya dengan konsep wujud tentu definisi harus "ada". Dalam hal ini, untuk menjadi lebih mudah dalam memahaminya (definisi), penulis akan mencoba membedah difinisi terlebih dahulu. Dalam akal, kita akan bisa misahkan antara "konsep ada" dan "konsep defenisi" dari definisi itu sendiri. Antara "konsep ada" dan "konsep definisi" yang lebih prinsipil adalah "konsep ada" sebab yang lebih dulu dipahami adalah "adanya" barulah keapaannya. Olehnya itu, dapat penulis tarik sebagai konklusi, bahwa hal yang menyebabkan kenapa definisi tidak bisa mendefinisikan konsep wujud, karena ia memakai "konsep ada" untuk menjelaskan "ada".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun